webnovel

Fiona Bertemu Filio

"Kok ketawa sih?" Tanya Fiona.

"Iya, sama kamu sefrekuensi sih."

Fiona pun tersenyum, ia senang karena Filio sudah selangkah masuk ke dalam jebakannya.

Fiona kembali membuka ponselnya, lalu ia membuka aplikasi berwarna hijau, Nathan mengirim foto yang sedang bersama teman-temannya. Fiona sebenarnya rindu dengan teman-temannya itu, ia juga ingin bertemu.

Di waktu yang sama, Papa Febri masih menunggu Fiona pulang ke rumah, ia khawatir dengan putri sulungnya itu karena beberapa kali ditelepon, tak juga diangkat. Ia sempat menduga kalau Fiona pergi dengan Mama Iren, tapi mengapa harus ditutup-tutupi?

Terdengar suara pintu pagar terbuka, Papa Febri langsung melihat keluar, ia pikir Fiona yang datang, tapi ternyata Devan yang baru saja pulang dari rumah temannya.

"Papa kira kak Fio yang pulang!" Ucap Papa Febri.

"Lho, memang Kak Fio kemana?" Tanya Devan.

"Tadi izinnya mau ketemuan sama Nathan di Cafe, tapi ternyata Nathan malah kesini. Nathan bilang, dia belum janjian sama Fiona. Dia sengaja datang kesini tanpa memberi kabar pada Fiona karena dia ingin memberi kejutan pada Fiona di hari ulang tahunnya."

"Oh iya, Kak Fio ulang tahun ya hari ini?"

"Iya, Kakakmu ulang tahun, Papa baru ingat tadi saat Nathan bilang ke Papa."

"Aku juga nggak ingat ... "

"Kemana ya Kakakmu? Dari tadi Papa telepon, tapi nggak di angkat."

"Mungkin pergi sama temannya yang lain."

"Atau mungkin Kakakmu itu ketemuan sama Mama? Mungkin mereka sedang makan-makan."

"Mungkin juga sih."

"Coba kamu telepon Mama, tanyakan keberadaan Fiona!" Titah sang papa.

Devan mengeluarkan ponselnya yang berada di dalam saku bajunya, lalu ia mencoba menghubungi Mama Iren.

[Hallo Ma.]

[Iya Devan, ada apa?]

[Kak Fiona lagi pergi sama Mama?]

[Nggak.]

[Serius Ma, Kak Fiona nggak ada?]

[Iya, Fiona lagi sama Mama. Memangnya di rumah dia nggak ada?]

[Nggak ada.]

[Lho, kemana sih?]

[Nggak tau, aku dan Papa juga sedang menanti.]

[Mungkin ke rumah temannya.]

[Iya, mungkin. Mama nggak ingat kalau hari ini Kak Fiona ulang tahun?]

[Astaghfirullah, Mama lupa.]

[Semuanya lupa kalau Kak Fiona hari ini berulang tahun.]

[Iya, nanti Maka coba telepon dia deh.]

[Iya. Yaudah deh Ma.]

[Iya.]

Devan menutup teleponnya. Tak ada yang tahu keberadaan Fiona, tak biasanya ia pergi tanpa tujuan yang jelas.

"Mama nggak sedang pergi sama Kakak, Pa." Ucap Devan.

"Lalu, kemana Kakakmu? Sudah mau maghrib belum juga pulang."

"Tunggu aja, nanti juga pulang." Jawab Devan, lalu ia masuk ke dalam kamarnya.

Mama Iren juga sudah tiga kali menghubungi Fiona tapi tidak satupun panggilannya diangkat oleh putri sulungnya itu.

Sudah dekat di rumah Fiona, Fiona meminta Filio untuk memberhentikan kendaraan roda empatnya di pinggir jalan.

"Terima kasih ya."

"Iya. Nanti kapan-kapan kita ketemu lagi ya."

"Oke."

Fiona keluar dari mobil Filio, lalu ia melambaikan tangan pada Filio. Fiona berjalan menuju ke rumahnya. Fiona melihat ke sekitar rumahnya, ia takut ada orang yang melihat dirinya.

"Assalamualaikum." Salam Fiona.

"Waalaikumsalam." Jawab Papa Febri, lalu ia langsung menhampiri putrinya yang sedang ditunggu-tunggu itu.

Papa Febri memandangi Fiona, ia takut terjadi apa-apa padanya.

"Kamu habis dari mana sih?" Tanya sang papa saat Fiona masuk ke dalam rumah.

"Aku habis ketemu sama teman." Jawab Fiona dengan santainya.

"Lho, tadi kamu bilang, kamu bertemu dengan Nathan?"

Fiona duduk di sofa, "maaf Pa, aku bohong. Aku bukan mau bertemu dengan Nathan, tapi bertemu dengan temanku, kebetulan aku baru kenal sama dia."

"Laki-laki?"

Fiona menganggukkan kepalanya.

"Kamu selingkuh dari Nathan?" Cecar sang papa.

"Ngg--nggak, Papa."

"Lalu?"

"Aku cuma berteman aja sama cowok itu. Aku kan masih muda, Pa. Bebas dong mau berteman dengan siapa aja, ya kan?"

"Iya, tapi Papa khawatir aja. Kamu kan perempuan, hati-hati kalau bergaul, Papa nggak mau kamu salah gaul."

"Nggak kok, Pa. Papa tenang aja!"

Papa Febri tetap saja khawatir dengan Fiona, karena ia tahu putri sulungnya itu masih terluka akibat perceraian ia dan sang istri, jadi ia takut pergaulan bebas menjadi pelampiasan bagi Fiona.

"Oh iya, Papa jangan bilang ke Nathan ya kalau tadi aku habis ketemuan sama cowok!"

"Tadi itu Nathan kesini, dia mau jemput kamu. Dia mau kasih kejutan ulang tahun kamu, tapi kamunya malah pergi." Jelas sang papa.

"Iya, karena Nathan nggak bilang, kalu dia mau jemput aku."

"Oh iya, Papa lupa ... Selamat ulang tahun ya." Ucap Papa Febri seraya memeluk putri sulungnya itu.

Fiona menetaskan air mata dipelukan Papa Febri, lalu sang papa melepaskan pelukannya. "Kamu kenapa?"

"Nggak ada yang lebih aku inginkan saat ini selain kembalinya Mama ke rumah ini." Ungkap Fiona.

"Kamu kan tahu, itu adalah hal yang mustahil."

"Iya. Berati nggak ada kebahagiaan untukku di tahun ini."

"Jangan bicara seperti itu, Kak." Ucap Devan yang dari tadi mendengar pembicaraan Kakak dan Papanya itu.

"Doakan aja yang terbaik untuk Mama dan Papa. Biarkan Mama bahagia dengan pilihannya dan mungkin aja nanti kita bisa punya Mama baru yang lebih baik dari Mama Iren." Lanjut Devan.

"Apa? Mama baru? Nggak, Papa nggak boleh menikah lagi!" Tegas Fiona, karena sulit baginya untuk menerima orang baru di rumah ini.

Fiona beranjak ke dalam kamarnya, ia beristihat sejenak. Setelah itu, ia ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dan juga berwudhu, lalu ia menunaikan sholat maghrib.

Drrttt ... Drrttt ...

Ponsel milik Fiona yang ia letakkan di atas meja, bergetar. Fiona yang baru saja selesai sholat meraihnya

ponselnya tersebut, ternyata Nathan yang meneleponnya. Dengan rasa takut, ia pun mengangkatnya.

[Hallo.]

[Iya. Kamu dari mana sih?]

[Aku habis ketemuan sama teman lama.]

[Siapa?]

[Hana, kamu ingat nggak? Yang waktu itu pernah aku ceritain sama kamu.]

[Hana? Benar kamu habis bertemu dengan Hana?]

[Iya, Hana minta bertemu, yaudah akhirnya aku ketemuan sama dia.]

[Terus, kenapa telepon dari aku nggak diangkat?]

[Karena tadi Hana sedang bercerita tentang kekasihnya, ia diselingkuhi, jadi aku sedang berusaha menyemangatinya.]

[Padahal tadi aku mau kasih kejutan sama kamu, aku udah pesan tempat, aku udah beli kue, aku juga udah mengundang teman-teman SMA kita, tapi semua gagal karena yang berulang tahunnya malah nggak ada.]

[Maaf ya, maafin aku.]

[Semudah itu kamu minta maaf?]

[Ya terus, aku harus gimana? Harus mengulang waktu? Kan nggak mungkin.]

[Nggak tau deh. Yang jelas, aku masih kesal aja sama kamu.]

Nathan menutup teleponnya, karena menurutnya, jika memang benar Fiona bertemu dengan Hana, mengapa tak satupun panggilannya diangkat? Tidak masuk akal. Nathan tetap mencurigai Fiona pergi bersama laki-laki lain.

Fiona menelepon Nathan, tapi tidak diangkat.