Kalau memang dia mempunyai arti, ceritakan dia pada mamamu.
***
"Lo enggak kuliah?" tanya Athalla sambil memberikan gelas kosong pada Ratu..
"Gimana gue bisa kuliah kalo lo sakit gini?"
Athalla menggenggam tangan Ratu dan menaruh tangan cewek itu di pipinya yang hangat. "Lo tuh ya, orang yang paling peduli sama gue selain mama. Mungkin cewek lain enggak ada yang bisa gantikan."
Ratu pun tidak menginginkan pengganti untuk dirinya. Kemarin saat dia membayangkan Athalla bersama Karin saja sudah membuatnya menangis. Apa lagi kalau itu sampai benar-benar terjadi. Ratu sendiri pun tidak bisa membayangkan bagaimana hancurnya dia.
"Bolos hari pertama, mungkin bukan masalah," kata Ratu.
"Ya, lo benar. Dosen pasti belum tau siapa kita."Athalla lalu mencium punggung tangan Ratu.
Hal itu membuat tubuh Ratu bergetar. Lagi-lagi dia harus merasakan gejolak yang tidak enak dalam batinnya. Di sisi lain perasaannya melayang diperlakukan manis seperti ini oleh Athalla namun kenyataan membawanya terhempas jatuh sampai ke dasar jurang.
"Thall...." Ratu menarik tangannya agar terlepas dari genggaman tangan cowok itu.
"Lo mau ke mana?"
"Gue mau ke kamar dulu, mau mandi. Lo tidur aja. Efek samping obatnya pasti bikin ngantuk."
Setelah Ratu berkata seperti itu, Athalla jadi merasakan efek samping dari obat demam itu. Matanya menjadi terasa berat dan dia menguap. "Iya sih, lo benar. Gue jadi ngantuk."
"Gue tinggal dulu ya."
Ratu meninggalkan kamar Athalla dan kembali ke kamarnya. Saat dia menutup pintu kamar, pertahanannya pun runtuh. Ratu berjongkok dan menangis di belakang pintu kamar.
Perasaan ini terus saja menyakitinya. Jika dia merasa bersalah dengan perasaannya, dia akan merasa kesusahan dalam bernapas. Sesak sekali rasanya.
Dering ponselnya membuat Ratui melihat ke arah meja kecil yang ada di dekat tempat tidurnya. Ponselnya itu terus saja berdering yang menandakan ada pesan masuk. Ratu menguatkan diri untuk bangkit dan melihat ponselnya.
Pada aplikasi pesan, dia memiliki sebuah grup baru. Ratu membuka grup itu dan ternyata itu adalah grup kelompok tiga. Ada sepuluh orang di sana, termasuk pembimbingnya.
Ratu membaca pesan yang ada di sana, ternyata kelompoknya sedang membahas tempat mengumpul mereka untuk membuat bahan kerajinan itu. Senyum Ratu langsung mengembang, dia penasaran bagaimana cara membuat kerajinan tangan itu. Dari yang dia lihat di internet hasilnya lucu.
["Mau di rumah saya aja?"]
Pesan itu berasal dari Prima. Prima pun menyimak percakapan anggota kelompoknya yang lain.
["Rumah Kak Prima di mana?"]
Prima pun mengirimkan lokasi rumahnya ke grup. Ratu membukanya dan lokasi yang dikirim Prima tidak terlalu jauh kalau dari rumahnya.
["Jauh ya Kak,"] balas salah satu dari anggotanya.
["Iya Kak, jauh. Apa enggak bisa di kampus aja?"]
["Jangan di kampus, nanti yang lain bisa liat," jawab anggota yang bernama Wilda.
["Gini deh, yang merasa rumahnya jauh bisa ikut mobil saya dari kampus. Jam 7 malam saya antar lagi ke kampus. Apa kalian mau?"]
["Boleh Kak."]
["Bisa Kak."]
Ratu tetap saja menyimak obrolan mereka. Dari aplikasi, perkiraan dari rumahnya ke rumah Prima hanya menempuh perjalanan sepuluh menit. Pulang jam tujuh malam pasti bukan hal yang besar untuk mamanya.
["Kalo gitu, setuju ya. Kalian selesai kelas jam berapa?"]
["Jam satu Kak,"] jawab Yudis.
["Bagus deh. Selesai kelas segera temui saya di ruang BEM."]
Setelah itu percakapan pun berakhir. Ratu tentu saja tertarik untuk ikut ke rumah Prima. Dia sangat ingin belajar membuat kerajinan itu. Namun dia memikirkan Athalla yang sedang sakit.
***
Saat hari sudah menjelang siang, Ratu kembali mengecek Athalla di kamar cowok itu. Saat dilihatnya, Athalla masih terlelap. Tangannya pun perlahan terulur untuk merasakan suhu badan Athalla lewat dahinya. Sudah tidak sepanas tadi.
Sepertinya Ratu mempunyai harapan bisa datang ke rumah Prima. Dia pun menelepon mamanya untuk mengabarkan keadaan Athalla. Mamanya sempat terkejut tapi segera ditenangkan oleh Ratu.
"Panasnya udah turun Ma, udah minum obat tadi."
"Bagus deh." Attalie bernapas lega. "Kamu jagaain dia."
"Ma, kayaknya enggak bisa. Ratu mau ada kerja kelompok."
"Kamu bolos kuliah bisa tapi masa bolos kerja kelompok nggak mau?"
"Yah, Mamaaa," rengek Ratu dengan menghentakkan kakinya.
"Ya udah. Sebentar lagi Mama pulang. Biar kamu bisa pergi kerja kelompok. Senang nggak Mama turutin?"
"Makasih Ma, Mama emang yang terbaik," kata Ratu dengan riang.
Permintaannya sudah disetuji oleh mamanya, Ratu pun menyiapkan diri. Dia mengenakan kaos berwarna putih tulang dan dilapis dengan kemeja yang berwarna senada. Pada ujung tempat kancing kemeja itu diikatnya agar pinggangnya yang ramping tetap terlihat.
Bagian bawahnya dia memakainya dengan celana kain berwarna hijau tua. Sebagai pelengkap, Ratu memakai sepatu berwarna putih juga. Memang terkesan monoton tapi Ratu merasa ini adalah pakaian santai yang pas untuk kerja kelompok.
Tepat saat Ratu selesai bersiap-siap terdengar suara mobil mamanya dari luar rumah. Ratu pun segera membuka pintu depan. Ternyata bukan hanya mama yang datang tapi ojek pesanannya juga ada di depan rumah.
"Kamu pesan ojek?"
"Iya Ma, tempat ngumpulnya dekat kok." Ratu mencium punggung tangan dan kedua pipi mamanya. "Pergi dulu ya Ma."
"Kamu pulangnya jam berapa?" tanya Attalie waktu Ratu naik ke atas motor.
"Mungkin pulang malam tapi jangan makan malam dulu ya Ma, tungguin Ratu pulang."
"Kabarin aja."
Ratu mengangguk dan melambaikan tangan pada mamanya.
***
Pengemudi motor itu pun berhenti di titik yang ditunjukkan oleh aplikasi. Mereka berhenti di depan sebuah butik pakaian pengantin.
"Benar di sini Pak tempatnya?" Mata Ratu melihat ke sekeliling sedangkan tangannya memberi helm pada pengemudi.
"Dari alamat yang dikirimkan bener di sini," kata pengemudi itu.
"Ya udah deh, Pak. Makasih."
Walau pun dia tidak mengenal siapa pun di tempat ini, Ratu memberanikan diri untuk masuk ke dalam butik itu. Dari luar, dia bisa melihat ada pegawai yang sedang menyapu.
"Misi," kata Ratu saat pertama kali membuka pintu butik itu.
"Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?" tanya pelayan itu.
Dari nametag yang ada di bajunya Ratu bisa mengetahui kalau nama pegawai itu bernama Heni. "Di sini benar rumahnya Kak Prima?"
"Iya benar. Sebentar."
Pelayan itu kemudian berbalik badan dan masuk ke dalam sebuah ruangan yang ada di sudut ruangan ini. Tidak lama pelayan itu ke luar bersama dengan seorang wanita. Dari penampilannya sudah bisa ditebak kalau dia adalah pemilik butik ini.
"Temannya Pria ya?"
"Iya, saya adik tingkatnya Kak Prima di kampus."
"Iya, Prima tadi ada telepon mau ngajak adik kelasnya ke sini. Kamu namanya siapa?"
"Ratu, Tante," kata Ratu sambil memasang senyum lebar.
"Ratu? Ternyata kamu orangnya."
Mendengar respon itu senyum lebar Ratu pun memudar. "Maaf Tante, maksud dari saya orangnya?"
"Kemarin Prima ada cerita soal kamu."