webnovel

MARRY AN IMAGINARY HUSBAND

"Queen Ametsa, maukah kau menikah denganku?" Seorang pria berdiri kokoh di hadapannya dengan memakai pakaian seperti pangeran. Ametsa menutup mulutnya dengan kedua tangan, matanya berkaca-kaca, karena tidak percaya dengan apa yang sedang dilihatnya saat ini. "K-kau kembali?!" Pria di hadapannya itu tersenyum, lalu berjalan mendekat ke arahnya dengan sebuah cincin yang berada dalam genggamannya itu. "Sudah lama aku menantikan semua ini, kupikir kau tidak akan pernah kembali. Atau, mungkin kita tidak ditakdirkan untuk bersama karena kau dan aku berada di dunia yang berbeda." Ametsa melihat pria di hadapannya secara nyata dan seperti manusia yang seutuhnya. Gadis itu benar-benar tidak menyangka dengan semua yang terjadi saat ini. "Tidak masalah untukku, kau akan tetap menjadi cinta terakhirku. Ametsa, maukah kau menjadi ratu untukku?" *** Bermimpi bertemu dengan seorang pria yang tidak pernah diketahui wajahnya membuat Ametsa merasa penasaran. Diperlakukan istimewa membuat gadis itu terkadang merasa gila, karena perasaan yang dimilikinya.Berkencan adalah solusi baginya untuk menemukan siapa sebenarnya pria yang selalu datang ke dalam mimpinya. Tujuan utama Ametsa, yaitu menggenggam tangan setiap pria yang melakukan kencan dengannya. Hingga pada pertemuannya dengan seorang pria ke sepuluh membuat Ametsa merasa sulit untuk mempercayainya, bahwa ternyata sosok yang selalu memperlakukannya seperti ratu ada di hadapannya. Sejak saat itu Ametsa tidak pernah menghubunginya lagi dan berusaha menghindari sosok pria tersebut. Namun, pada suatu ketika takdir kembali mempertemukannya dengan cara yang sangat berbeda. Dari sanalah kisah mereka dimulai dengan seorang pria yang memperjuangkan Ametsa, gadis muda yang tidak percaya dengan adanya dunia berbeda. Art by Pinterest

giantystory · 奇幻言情
分數不夠
281 Chs

AMETSA YANG SEBATANG KARA

Sudah hampir tengah malam dan Cafe baru saja ditutup. Bahkan Jilly bisa melihat bagaimana Daniel yang tidak berhenti bekerja sedari tadi membuat laki-laki tersebut merasa bosan menunggu saudaranya itu selesai dari pekerjaannya.

"Daniel," panggil Jilly. "Mengapa kau lama sekali? Aku bosan ingin cepat pulang ke Rumah dan tidur dengan nyenyak."

Seorang laki-laki yang sedang membereskan barang pun langsung menghentikan aktivitasnya, kemudian menoleh ke arah dimana sepupunya tersebut berada.

"Kenapa kau masih di sini?" tanya Daniel dengan malas. "Aku tidak pernah menyuruhmu untuk menungguku."

Perkataan dari saudaranya tersebut membuat Jilly langsung tercengang dengan apa yang baru saja didengarnya itu.

"Pedas sekali mulutmu itu," ujarnya yang kini langsung menggelengkan kepala sembari tersenyum masam. "Apa kau tidak pernah merasa kasihan kepadaku?"

"Kasihan?" ulang Daniel dengan satu alisnya yang terangkat serta kedua tangan yang berkacak pinggang. "Untuk apa? Hidupmu sudah nyaman, apa yang harus aku kasihani darimu?"

Jilly menghela nafas kasar, lalu berkata, "Bukan itu masalahnya. Tapi ... ya sudahlah, terserah kau saja. Aku pamit."

Setelah itu Daniel bisa melihat sendiri dengan jelas bagaimana seseorang yang berada di depan sana kini mulai berdiri dan berlalu pergi hendak keluar dari Cafe melewati pintu belakang membuat laki-laki tersebut langsung menghela nafas seketika.

"Jilly," panggil Daniel dengan kedua matanya yang menatap punggung tegap saudara sepupunya tersebut. "Terima kasih."

Barulah ia kembali melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda itu dengan perasaan yang kacau karena tidak bisa berhenti memikirkan kondisi kesehatan Ametsa yang belum dirinya sempat temui lagi.

Sementara itu, saat ini Jilly yang masih berada diposisinya diam-diam tersenyum mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh seseorang yang berada di belakang sana sehingga membuat laki-laki tersebut menghela nafas seketika.

"Tidak buruk," ujarnya dalam hati. Kemudian ia langsung membalikkan tubuhnya ke belakang untuk melihat Daniel yang saat ini masih dengan pekerjaannya tersebut. "Cepat selesaikan, ayo kita pulang bersama."

Deg.

Daniel yang hampir saja menyelesaikan pekerjaannya itu pun langsung menoleh ke arah seorang laki-laki yang berada di hadapannya tersebut dengan kedua mata yang membelalak. Ia memberikan tatapan bingungnya terhadap seseorang yang berada di depan sana sehingga kini dirinya bisa melihat bagaimana Jilly yang sedang tersenyum kepadanya.

Di sisi lain saat ini Ametsa sedang menyendiri di balkon dengan posisi berdiri sembari menengadahkan kepalanya ke atas memandang langit di malam hari ini. Gadis itu tersenyum ketika melihat bintang-bintang yang berada di atas sana sehingga menjadikannya terlihat seperti harapan yang selalu setiap hari pinta.

"Langit, bolehkah aku kembali berharap? Aku ingin bertemu kedua orang tuaku untuk terakhir kalinya saja."

Tanpa sadar air mata pun kembali terjatuh sehingga membuat Ametsa benar-benar merasakan kedua pipinya yang kembali basah.

"Aku mohon, jangan pernah bosan mendengarkanku terus berharap dengan harapan yang sama. Karena tidak ada lagi harapanku selain bertemu dengan mereka yang sudah lama tidak bisa aku temui lagi. Aku ... benar-benar sangat merindukannya."

Di belakang sana ada sepasang pria dan wanita yang menyaksikan sendiri bagaimana seorang gadis yang begitu sangat merindukan kedua orang tuanya. Sebagai orang tua, mereka pun juga bisa merasakan bagaimana perihnya selama ini kehidupan Ametsa yang menjadi sebatang kara.

Bukan lagi perihal kebahagiaan sesaat, akan tetapi tentang bagaimana nanti Ametsa bisa menghadapi setiap rintangan yang entah kapan akan datang dan berlalu kembali dengan begitu cepat.

"Aku kasihan terhadap gadis itu," ujar Meyra dengan raut wajah yang sendu. "Aku ingin menjadi Ibu untuknya, tapi ..."

Hanzo yang mendengar perkataan dari wanita di sampingnya itu pun langsung menghela nafas. "Aku mengerti, sudah. Dia pasti membutuhkan waktu untuk menerima kehadiran kita selama ini, kau harus ingat kalau Ametsa itu hanyalah sebatang kara, pasti akan terasa begitu sulit untuk memercayai seseorang yang berada di dekatnya selama ini, termasuk kita berdua."

Memang benar, Ametsa adalah gadis yang begitu hati-hati, meskipun terlihat santai di depan Daniel dan kedua orang tuanya, akan tetapi Hanzo bisa melihat bagaimana cara gadis itu menghadapinya.

Di satu sisi, gadis itu merasa bersyukur karena bisa bertemu dengan orang-orang baik, tetapi di sisi yang lainnya, Ametsa juga tidak ingin dirinya sendiri merasa tersakit dengan adanya harapan-harapan yang muncul dari dalam dirinya.

Maka dari itu, Hanzo sangat berharap bahwa gadis itu akan bisa membuka hatinya untuknya dan Meyra. Jika itu tentang Daniel, pria itu takkan memaksanya karena itu adalah urusan Ametsa dengan putranya.

Tetapi sekarang yang diharapkannya adalah kepercayaan dari Ametsa, karena Hanzo sangat menyayangi gadis itu. Ia sudah menganggapnya sebagai putri kandungnya sendiri, ada rasa senang dari dalam dirinya karena pria tersebut bisa dipertemukan dengan seorang anak perempuan sepertinya.

Entahlah, Hanzo sangat merasa senang telah dipertemukan gadis cantik itu ke dalam hidupnya. Dan kini ia berjanji, apapun yang terjadi kepada Ametsa, dirinya akan menjaganya dengan sepenuh hati. Karena baginya, anak itu adalah harta berharga di dalam hidupnya.

"Aku sangat menyayanginya," ungkap Meyra dengan kedua matanya yang berkaca-kaca. "Aku benar-benar tidak ingin melihatnya terus-menerus seperti ini."

Senyum pun terbit diwajah Hanzo, pria itu mencium pelipis dari istri tercintanya tersebut dengan penuh kasih sayang. Kemudian berkata, "Memangnya hanya kamu saja, aku juga sangat menyayanginya, Meyra. Dia sudah seperti putri kandungku sendiri."

Mengingat bagaimana adik Daniel yang sudah pergi meninggalkan mereka untuk selama-lamanya sejak di dalam kandungan, menjadikan putra mereka tidak memiliki seorang saudara selain Jilly yang merupakan sepupunya itu.

Hanya Jilly yang paling dekat dengan putra mereka, tidak ada yang lain. Karena Daniel termasuk seseorang yang tidak mudah didekati oleh siapapun, tetapi dengan seorang gadis yang berada di depan sana membuat Hanzo dan Meyra cukup terkejut.

Ametsa benar-benar merubah hidup Daniel seratus persen, sepertinya putra mereka sudah jatuh cinta terhadap seorang gadis yang sebatang kara. Tidak memiliki seseorang yang bisa menemani kesehariannya ketika pagi, siang ataupun malam.

Sejak saat itu, Daniel lebih sering mengutamakan Ametsa yang mungkin saja membutuhkan sesuatu. Laki-laki itu selalu menolongnya, tetapi dengan cara yang tidak biasa karena Hanzo dan Meyra mengerti bagaimana gadis tersebut.

"AMETSA!!!"

Suara teriakan dari seseorang mampu membuat sepasang suami dan istri tersebut menjadi teralihkan. Mereka berdua langsung memutar tubuhnya ke arah dimana seorang laki-laki yang baru saja datang membuka pintu dengan begitu keras.

"Daniel!" tegur Hanzo dengan kedua mata yang menatap tajam putranya itu. "Bisa tenang sedikit? Ametsa baik-baik saja, jangan terlalu berlebihan."

Namun, bukan Daniel namanya jika tidak menuruti perkataan Papanya itu. Laki-laki tersebut langsung melangkahkan kakinya dengan cepat mendekati pria itu untuk menanyakan keberadaan dari Ametsa.

"Pa, Ametsa dimana?!" tanyanya dengan raut wajah yang begitu terlihat khawatir. Sedangkan Hanzo dan Meyra saat ini hanya diam sembari saling menatap satu sama lain setelah mendengar pertanyaan yang baru saja terlontar dari putranya tersebut.