webnovel

MARRY AN IMAGINARY HUSBAND

"Queen Ametsa, maukah kau menikah denganku?" Seorang pria berdiri kokoh di hadapannya dengan memakai pakaian seperti pangeran. Ametsa menutup mulutnya dengan kedua tangan, matanya berkaca-kaca, karena tidak percaya dengan apa yang sedang dilihatnya saat ini. "K-kau kembali?!" Pria di hadapannya itu tersenyum, lalu berjalan mendekat ke arahnya dengan sebuah cincin yang berada dalam genggamannya itu. "Sudah lama aku menantikan semua ini, kupikir kau tidak akan pernah kembali. Atau, mungkin kita tidak ditakdirkan untuk bersama karena kau dan aku berada di dunia yang berbeda." Ametsa melihat pria di hadapannya secara nyata dan seperti manusia yang seutuhnya. Gadis itu benar-benar tidak menyangka dengan semua yang terjadi saat ini. "Tidak masalah untukku, kau akan tetap menjadi cinta terakhirku. Ametsa, maukah kau menjadi ratu untukku?" *** Bermimpi bertemu dengan seorang pria yang tidak pernah diketahui wajahnya membuat Ametsa merasa penasaran. Diperlakukan istimewa membuat gadis itu terkadang merasa gila, karena perasaan yang dimilikinya.Berkencan adalah solusi baginya untuk menemukan siapa sebenarnya pria yang selalu datang ke dalam mimpinya. Tujuan utama Ametsa, yaitu menggenggam tangan setiap pria yang melakukan kencan dengannya. Hingga pada pertemuannya dengan seorang pria ke sepuluh membuat Ametsa merasa sulit untuk mempercayainya, bahwa ternyata sosok yang selalu memperlakukannya seperti ratu ada di hadapannya. Sejak saat itu Ametsa tidak pernah menghubunginya lagi dan berusaha menghindari sosok pria tersebut. Namun, pada suatu ketika takdir kembali mempertemukannya dengan cara yang sangat berbeda. Dari sanalah kisah mereka dimulai dengan seorang pria yang memperjuangkan Ametsa, gadis muda yang tidak percaya dengan adanya dunia berbeda. Art by Pinterest

giantystory · 奇幻言情
分數不夠
281 Chs

AMETSA MENYUKAI PRIA DALAM MIMPINYA

Sejak saat dimana Daniel menemukannya di kamar mandi, Ametsa benar-benar merasa malu karena laki-laki itu sudah melihat semuanya membuat gadis tersebut menghela nafas dengan kedua pipi yang memerah.

Saat ini Ametsa sedang memakai pakaiannya dengan Daniel yang menunggunya di luar kamar. Meskipun begitu, ia benar-benar tidak menyangka bahwa temannya itu tidak memanfaatkan dirinya sebagai kesempatan ketika sedang tidak sadarkan diri.

"Daniel, masuklah, aku sudah selesai."

Seseorang yang sedari tadi sedang menunggu dibalik pintu kamar yang ada di luar pun langsung membelalakkan kedua matanya dan berdeham sembari merapikan rambut sebelum akhirnya memutar tubuh dan kembali membuka pintu.

"Aku masuk," ujarnya. Setelah itu ia langsung membuka pintu kamarnya kembali dan kembali dirinya menutupnya. "Oh, iya. Ametsa, bagaimana perasaanmu sekarang?"

Ametsa yang saat ini sedang berdiri sembari memandang seseorang yang berada di hadapannya pun langsung menghela nafas sebelum akhirnya berkata, "Aku hanya sedikit pusing saja."

Mendengarnya itu membuat Daniel menggelengkan kepala dan segera mendekati gadis tersebut untuk membantunya agar kembali naik ke atas tempat tidur dan berbaring di sana. Ametsa yang mengetahui hal tersebut langsung menghela nafas sebentar sebelum akhirnya memilih untuk menuruti keinginan dari laki-laki itu.

Gadis itu hanya diam sembari memperhatikan Daniel yang saat ini sedang menyelimutinya sampai sebatas leher, sedangkan laki-laki tersebut yang menyadari sedang diperhatikan pun langsung menghela nafas dan berkata, "Mengapa kamu melihatku seperti itu?"

"Aku hanya sedang memperhatikan sesuatu," jawab Ametsa dengan spontan. "Apa kamu benar-benar Daniel yang aku kenal?"

Kedua mata dari laki-laki itu langsung membelalak setelah mendengar apa yang baru saja aku katakan sehingga membuat seseorang yang berada di hadapannya saat ini langsung berdeham.

"Ametsa," panggil Daniel yang saat ini sedang memandang gadis yang sedang berbaring tersebut. "Apa kamu sudah gila? Mengapa kamu berbicara seperti itu?"

Tidak lama kemudian Ametsa pun terkekeh setelah melihat bagaimana reaksi dari temannya itu sehingga Daniel yang mengetahuinya pun langsung berdecak kesal dengan kedua tangan yang berkacak pinggang.

"Aku hanya merasa kamu sangat berbeda dari Daniel yang seperti biasanya aku lihat."

"Apa yang kamu inginkan? Cepat katakan!"

Gadis tersebut yang mendengarnya pun langsung mengangkat kedua alisnya dan tertawa sejenak membuat Daniel yang melihat itu merasa bahwa saat ini detak jantungnya sedang berdegup begitu kencang.

Pemandangan yang indah baginya adalah ketika melihat seseorang yang berada di hadapannya saat ini tertawa lepas begitu bahagia membuat Daniel merasa puas karena gadis tersebut bisa seperti ini karenanya.

"Apa yang kamu katakan, Daniel? Aku hanya berusaha untuk berbicara jujur kepadamu."

"Benarkah?" tanya Daniel yang kini sudah kembali memalingkan wajahnya ke arah lain dengan senyuman manisnya itu. "Aku pikir kamu hanya mempermainkanku saja."

Deg.

Perkataan Daniel seperti sebuah pernyataan yang baru saja dilontarkan untuknya yang membuat Ametsa menjadi semakin merasa bersalah terhadap laki-laki yang berada di hadapannya itu.

"Daniel," panggil Ametsa. Sedangkan laki-laki itu yang mendengarnya pun langsung menoleh dan berkata, "Ada apa?"

"Aku ingin beristirahat, sekarang kamu bisa pulang. Terima kasih sudah menolongku, Daniel."

Kedua alis dari Daniel langsung terangkat setelah mendengar perkataannya itu sehingga membuat laki-laki itu menghela nafas.

"Apa yang kamu katakan? Aku bisa menemanimu di sini, Ametsa. Kamu sedang sakit, jika aku berada di sini akan lebih membantu."

Ametsa langsung menggelengkan kepala. "Tidak, lagi pula kamu besok harus bekerja dan aku tidak sudah cukup merepotkanmu," ujarnya kepada laki-laki yang masih berdiri di sampingnya itu.

Kening dari laki-laki itu langsung berkerut, Daniel menatap tidak suka ke arah Ametsa yang baru saja berkata seperti itu membuatnya langsung kembali mendudukkan diri di hadapan gadis tersebut sembari menggenggam kedua tangannya.

"Apa yang kamu katakan? Jangan berkata seperti itu lagi, karena aku tidak suka mendengarnya." Daniel bisa melihat gadis itu yang enggan memandang ke arahnya yang membuat laki-laki itu menghela nafas sebelum akhirnya benar-benar beranjak dari duduknya untuk segera pergi dari Rumah ini. "Baiklah, aku akan pergi sekarang. Selamat tidur dan sampai jumpa besok."

Akhirnya Daniel pun benar-benar berlalu pergi keluar dari dalam kamarnya meninggalkan Ametsa yang diam-diam saat ini sedang melamun memikirkan laki-laki tersebut yang baru saja pergi. Sejujurnya ia merasa bersalah, akan tetapi dirinya tidak ingin semakin menyusahkannya.

Ametsa berdiri dari baringannya sehingga gadis tersebut saat ini dalam posisi duduk dengan kepala yang tertunduk lesu. "Maafkan aku, Daniel. Aku hanya tidak ingin kamu merasa kesulitan dan itu karenaku."

Seseorang baru saja tersenyum setelah melihat bahwa Ametsa saat ini sudah baik-baik saja sehingga pria tersebut akhirnya bisa bernafas dengan lega. Ia menggunakan kekuatannya untuk mencoba mendorong Daniel agar bisa datang ke Rumah besar tersebut untuk menolong gadis tersebut yang tidak bisa dirinya lakukan di sini.

"Kerja bagus, Daniel. Terima kasih sudah menolong gadisku," ujarnya sembari menyunggingkan senyumannya. "Sampai bertemu disuatu hari nanti."

Di sisi lain saat ini Daniel baru saja keluar dari Rumah besar itu dengan keterkejutannya yang luar biasa dikarenakan ia tiba-tiba bisa berada di sini. Padahal dirinya merasa bahwa tadi laki-laki itu sedang berada di depan Rumahnya.

Laki-laki itu langsung menggelengkan kepala dengan satu tangan yang menggaruk pelipisnya. Ia benar-benar mengingat bahwa dirinya tadi sudah berada di depan Rumahnya sendiri, tetapi kenapa Daniel tiba-tiba berada di sini, Rumah besar milik Ametsa.

Ametsa saat ini sedang berada di balkon kamarnya. Gadis itu menatap terkejut melihat temannya yang masih berdiam diri di depan pagar sehingga membuat ia langsung mengerutkan kening.

"Daniel?" ujarnya terkejut. "Aku pikir dia sudah benar-benar pergi."

Akan tetapi tidak lama kemudian laki-laki tersebut pun mulai melangkahkan kakinya pergi menjauhi Rumahnya. Ametsa yang melihat hanya diam menatap kepergian dari temannya tersebut yang sudah tidak berada di sana.

"Sepertinya aku kembali membuatmu sakit hati, Daniel. Tapi aku harus melakukan apa? Karena aku benar-benar tidak bisa membalas perasaanmu itu. Aku sudah mencintai seseorang yang bahkan tidak pernah aku ketahui wajahnya."

Sebenarnya sangat sulit bagi Ametsa untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa sosok pria yang selama ini bersama dengannya di dalam mimpi hanyalah sebuah khayalan semata. Ia benar-benar tidak bermaksud untuk membuat dirinya benar-benar terjatuh ke dalam pesona seseorang tersebut yang sampai saat ini sudah membuatnya merasa gila.

"Aku memang sudah benar-benar gila, bagaimana bisa aku mencintai pria yang bahkan tidak berada di dunia nyata?!" ujarnya sembari mengacak-acak rambutnya frustasi. "Apa semua ini karena aku merasa kesepian? Benarkah? Bukankah aku sudah memiliki Daniel dalam hidupku? Satu-satunya teman terbaik yang aku kena sampai saat ini, bahkan dia menerimaku apa adanya."

Ametsa memutar tubuhnya dengan kedua tangan yang berkacak pinggang. Ia benar-benar tidak bisa berhenti memikirkan seseorang yang selalu datang ke dalam mimpi membuat dirinya merasakan sebua kedilemaan yang besar.

"Tapi, satu hal yang kusadari sejak lama adalah bahwa aku memang benar-benar mencintai pria yang selalu datang ke dalam mimpiku." Gadis itu menundukkan kepalanya dengan wajah yang terlihat lebih lesu dari biasanya, lalu kembali berkata, "Dan ini benar-benar membuatku gila. Pria itu sangat menyiksa perasaan yang aku miliki sejak saat dulu. Aku menyukainya sejak berusia 10 tahun, sepertinya aku sudah kehilangan akal sehatku."