webnovel

Main Love

Dua insan manusia dengan latar belakang yang berbeda. Maya Salim adalah seorang yatim piyatu berumur 20 tahun yang tinggal bersama dengan adik laki-lakinya yang masih seorang pelajar dan bibi angkatnya. Menjalani kehidupan yang sulit karena kisah kelam di masa lalunya. Marven Cakra Rahardi, seorang pewaris utama dari grup Cakra perusahaan pertambangan terbesar di Indonesia, yang membuatnya menjadi salah satu pria muda terkaya di Indonesia, ia merasa kesal dengan kakeknya yang mendesaknya untuk menikah dengan wanita kaya pilihannya dan selalu menghina ibu kandungnya yang hanya seorang wanita miskin. Sebuah desakan dan penghinaan, menjadi sebuah amarah berujung sebuah pernikahan kontrak. Marven melamar Maya, seorang pelayan dihadapan semua tamu kakeknya hanya untuk membuat kakeknya merasa terhina. Sandiwara cinta terpaksa dijalankan, tapi perlahan menjadi terbiasa dan berubah menjadi sebuah harapan namun dendam Maya di masa lalu selalu menghantui. Cinta yang perlahan muncul bersama keraguan. Rasa tidak percaya dengan cinta yang datang begitu cepat. Sebuah rahasia besar dibalik kisah asmara berselimut dendam masa lalu. Akankah cinta dapat menang melawan keraguan dan rasa sakit hati? (mengandung konten dewasa, mohon bijak sana dalam membaca 18++) *** hi, terimakasih karena sudah membaca novel buatan ku 。◕‿◕。 Aku akan sangat menghargai setiap review serta komen yang kalian berikan. (*˘︶˘*).。*♡ Kalian bisa menghubungi ku di : lmarlina8889@gmail.com

mrlyn · 现代言情
分數不夠
281 Chs

M Love M

Maya menggandeng lengan Marve memasuki rumah sakit. Hari ini Marve dijadwalkan untuk membuka perban ditangannya, dan itu membuat Maya sangat senang karena artinya Marve telah benar-benar sembuh.

"Kamu terlihat senang sekali, sayang... sepertinya kamu sudah tidak sabar menantikan hari ini." Ucap Marve, Maya tersenyum lebar dan mengangguk cepat "Tentu saja.." Jawabnya singkat.

Marve tersenyum, Maya tidak menangkap kalimat menggodanya jadi ketika mereka memasuki lift Marve segera menghimpit tubuh Maya.

"Kamu sungguh tidak sabar menantikan malam ini, sayang?" Ucapnya tepat ditelinga Maya.

Wajah Maya seketika memerah, ia segera mendorong tubuh Marve ketika pintu lift tiba-tiba saja terbuka.

"Ayo mas..." Ajak Maya, ia melangkah lebih dulu untuk menyembunyikan wajahnya yang memerah, Maya sangat menggemaskan saat ini, jika saja ini bukan dirumah sakit maka ia sudah tidak segan lagi menariknya dan menciumnya.

"Sayang apa yang kamu tunggu?" Maya kembali berbalik arah dan kemudian menarik Marve untuk jalan bersamanya beriringan.

Mereka sudah memasuki ruang dokter yang akan menangani Marve.

Maya menunggu dengan sabar saat perban ditangan hingga bahu Marve dilepas perlahan.

Kondisi tangan Marve sudah kembali normal hanya ada sedikit bekas goresan pisau bedah di bahunya namun itu sama sekali tidak terlihat buruk melainkan membuat Marve semakin terlihat gagah karena semua luka ini terjadi akibat ia Marve menyelamatkan seorang anak meskipun akhirnya anak itu tidak selamat tapi setidaknya Marve telah berusaha.

"Sayang mengapa melamun?" Marve menghampiri sambil menautkan kancing dikemejanya.

Maya tersenyum dan membatu Marve menautkan sisa kancing yang belum terpasang.

Dokter hanya dapat menyembunyikan senyumnya saat melihat tingkah sepasang suami istri ini, namun saat melihat Marve dan Maya terpaku dengan saling memandang akhirnya dokter berdehem untuk mengingatkan mereka.

Maya dan Marve akhirnya menghadap kearah dokter yang duduk dibalik mejanya dan tersenyum kikkuk.

"Semua pemeriksaan hasilnya sangat bagus, tuan Marve sudah pulih dengan baik namun masih harus berhati-hati jangan sampai terkena benturan yang kuat." Ucap Dokter menjelaskan.

Maya mengangguk tanda mengerti tapi Marve masih diam mendengarkan.

"Kalau mengangkat berat bagaimana?" Tanya Marve, Maya segera menoleh "Kamu ingin mengangkat apa memangnya?" Tanya Maya mengomel, Marve bekerja sebagai direktur utama tentunya pasti ia hanya perlu menanda tangani berkas-berkas apakah hal seperti itu disebut mengangkat berat?

"Kamu.." Jawab Marve singkat, wajah Maya memanas seketika, sudah dipastikan jika pipinya memerah kini.

Dokter tersenyum "Nyonya Marve terlihat tidak begitu berat." Jawab Dokter.

"Baguslah.. Jika sudah tidak ada yang perlu dibicarakan aku akan pergi sekarang." Marve beranjak bangun dan menggandeng tangan Maya.

"Anda harus mengeceknya setidaknya dua atau tiga kali lagi tergantung perkembangan pada tangan Anda." Ucap Dokter tersenyum sambil menjabat tangan Marve.

"Terima kasih dok." Ucap Marve, Maya juga menjabat tangan dokter itu dan mengucapkan terima kasih sebelum akhirnya pergi bersama Marve meninggalkan ruangan dokter itu.

Marve tidak mengatakan apapun selain menggandeng tangan Maya dan menunggu pintu lift terbuka dan setelah terbuka ia segera membawa Maya ke pintu keluar.

Sebuah mobil telah terparkir menunggu, Seorang supir menyerahkan kunci pada Marve lalu pergi meninggalkan mereka.

Marve membukakan pintu untuk Maya, menunggu hingga Maya duduk dan memasangkannya sabuk pengaman untuk Maya.

Maya hanya dapat diam dan menahan wajah tersipunya terlebih saat Marve mengecup singkat bibirnya dan mengedipkan sebelah matanya.

Setelah selesai, Marve segera bergegas berjalan kearah kursi pengemudi, ia memasang sabuk pengamanan dan melajukan mobilnya pelan.

"Mas.. Apa sudah tidak masalah untukmu mengemudi?" Tanya Maya khawatir.

Marve tersenyum dan mengusap lembut wajah Maya "Tanganku sudah sangat sehat bahkan dokter sudah memperbolehkan aku menggendongmu." Jawab Marve.

"Mengapa kamu memperyanyakan hal seperti itu pada dokter mas." Maya menepuk lembut bahu Marve karena merasa malu.

"Karena aku tidak ingin kamu menghentikanku lagi.."

"Menghentikan?"

Maya membulatkan matanya, ia kemudian memalingkan wajahnya sambil mencengkram erat sabuk pengamana karena perasaan geli seakan menggelitik perutnya saat mengingat kejadian mereka yang hampir saja menyempurnakan pernikahan mereka namun gagal karena tangan Marve yang masih sakit.

Mobil Marve akhirnya memasuki sebuah villa dengan pintu gerbang yang menjulang tinggi dan terbuka secara otomatis.

"Kita dimana mas?" Tanya Maya bingung saatbia perlahan terbangun dari tidurnya dan melihat deretan pohon cemara berbaris rapih seakan menyambut kedatangan mereka.

Mobil Marve kemudian berhenti di depan Villa dengan cat putih dan arsitektur bergaya modern minimalis.

"Mari kita turun sayang." Marve melepaskan sabuk pengaman yang memeluk Maya lalu berlari pelan dan membukakan pintu untuk Maya.

Hati dan jantung Maya berdegup kencang tidak beraturan dan perlahan menyambut tangan Marve.

Marve menggandengnya memasuki villa miliknya.

"Wah.." Maya segera berlari saat Marve membukakan pintu kamar mereka, disebelah sisi terdapat pintu kaca yang transparan memperlihatkan pemandangan diluar yaitu sebuah kolam renang dan pemandangan pohon yang lebat.

Dengan rasa semangat yang tinggi Maya berlari dan segera membuka pintu kaca itu.

Udara sejuk serta wangi pepohonan membuatnya berada seperti disurga, ia kemudian berjalan kesisi pagar pembatas dan melihat dibawah sana mobil mereka terparkir diantar pohon cemara yang berjejer rapih.

Maya baru menyadari jika mereka sudah tidak lagi berada di Jakarta, karena suasana sejuk dan deretan pohon rindang dan tinggi dibawah sana.

"Kita ada dimana mas?" Tanya Maya menoleh.

Marve yang berjalan santai menghampirinya lalu memeluknya erat dari belakang.

"Kita ada di Bogor, dipegunungan. Ini adalah tempat ayah dan ibuku berbulan madu, ayahku membuakannya untuk ibuku." Jawab Marve.

"Tapi bangunan ini terlihat baru." Ucap Maya, jika bangunan ini sudah ada sejak kedua orangtua Marve menikah maka bangunan ini tidak terlihat lapuk sama sekali.

"Aku merenovasinya belum lama ini.. dan mempesiapkan semua ini untukmu." Bisik Marve, ia menggigit pelan telinga Maya membuat Maya menggeliat geli.

"Mau berenang bersama?" Tanya Marve.

"Aku tidak memiliki baju ganti mas.." Jawab Maya malu, Marve tersenyum lalu melepaskan pelukannya pada Maya dan menggandengnya kembali memasuki kamar mereka.

Perasaan Maya berdebar saat Marve mendudukkannya diatas tempat tidur.

"Mas.. katanya mau berenang?" Ucap Maya gugup.

"kamu bilang tidak ada baju ganti." Goda Marve mendekat.

Maya menahan nafasnya saat Marve dapat dengan mudah menuntunya untuk merebahkan tubuhnya dan mengekangnya seperti saat ini.

"Kali ini aku tidak mungkin gagal memilikimu sayang.." Bisik Marve

....