Suara burung berkicau seakan menyenandungkan rasa bahagia yang dirasakan Maya dan Marve saat ini, dengan lembut Marve merangkul Maya dan membawanya menuruni tangga bersama.
Di meja makan telah terlihat beberapa pelayan tengah menata meja sedangkan Dewi berdiri mengarahkan dan Rara telah tersenyum menunggu.
Maya dapat dengan jelas melihat bagaimana wanita itu hanya tersenyum menatap Marve, membuat hatinya memanas dan ingin membuatnya memamerkan kemesraannya dengan Marve.
"Mas.. apa kamu sungguh harus bekerja sekarang?" Maya mengalungkan tangannya di pinggang Marve dan mengerucutkan bibirnya membuat Marve merasa gemas seketika dan dengan cepat mengecup bibir Maya singkat.
Dewi dan para pelayan serta juru masak segera menunduk malu karena dipagi ini mereka telah mendapatkan 'sarapan' kemesraan dari pasangan suami istri yang merasa hanya ada mereka berdua di rumah ini.
"Mas akan cepat pulang dan.." Marve baru saja mendorong tubuh Maya lebih dekat padanya dan hendak menciumnya kembali tapi kemudian suara gelas pecah membuat Marve gagal mencium Maya.
"Maafkan aku.." Rara memelas dengan wajah sedihnya, tidak ada satupun orang yang tidak menatapnya dengan tatapan jengkel saat ini, begitupun dengan Marve yang merasa begitu terganggu.
Jujur saja Maya merasa senang saat tidak ada satu orangpun di rumah ini yang memihak pada wanita itu, saat ia datang dan mendorongnya Maya telah merasakan jika wanita itu memiliki niat tidak baik pada hubungan pernikahannya dan sebenarnya ia sangat kecewa dengan keputusan Marve yang menampungnya di rumah ini.
Hangatnya tangan Marve yang menggenggam erat tangan Maya dan menbawanya menuju meja makan membuyarkan kekesalan di hati Maya.
"Duduklah disini Marven." Dengan sikap manisnya Rara menarikan kursi untuk Marve namun Marve malah menarik kursi lain untuk Maya lalu duduk tepat disebelah Maya.
Rasa kecewa dan kekesalan sangat dirasakan oleh Rara namun ia tetap mencoba untuk tersenyum.
"Aku membuat sup udang kesukaanmu, untukmu.." Tanpa di pinta Rara segera gerak cepat menuangkan sup udang yang sebenarnya dibuat oleh para koki di dapur ke dalam mangkok dan meletakannya disisi Marve.
"Terima kasih." Ucap Marve dengan nada datar, Rara menyunggingkan senyum kemenangannya karena setidaknya ia menyiapkan sarapat untuk Marve, dan itu akan membangkitkan kenangan indah mereka yang dulu pernah dilalui mereka meskipun saat itu Marve sering sekali mengabaikannya tapi Marve tidak pernah menolak makanan pemberiannya.
Maya sendiri merasa kesal karena sepertinya wanita ini akat terang-terangan mencari simpati Marve, dan kekesalannya bertambah saat Marve meraih sendoknya dan meletakannya kedalam mangkuk sup pemberian Rara.
"Kamu mau sayang?" Marve menyodorkan sup pemberian Rara pada Maya, Maya tersenyum dan mendorong mangkuk yang di pegang oleh Marve dengan lembut.
"Aku ingin makan roti bakar." Ucap Maya, ia kemudian berjalan menuju dapur dan dengan sedikit bantuan pelayan Maya mulai mengoleskan mentega keatas roti yang tengah dipegangnya.
"Kamu makan saja lebih dulu." Ucap Marve singkat pada Rara sebelum ia menghampiri Maya yang tengah sibuk berkutat dengan roti-rotinya.
"Ada yang bisa mas bantu?"
"Ada.."
Marve mendekat dan meraih pisau untuk mengoleskan sisa potong roti yang akan dipanggang.
"Bukan membantu ini, tapi bantu aku untuk menjaga perasaanku." Ucap Maya pelan saat ia mulai memanggang roti-rotinya.
Marve tersenyum, Maya tengah cemburu rupanya dan itu membuatnya semakin merasa gemas hingga akhirnya ia memeluk Maya erat dari belakang.
"kamu cemburu?" Tanya Marve pelan, mereka saat ini bercakap hampir seperti tengah berbisik.
"Jika aku mengatakan aku cemburu dan tidak menyukainya berada disini, maukah kamu mengusirnya?" Tanya Maya, ia terdengar sangat serius kali ini.
"Saat kamu menerima sup pemberiannya, aku melihat matanya berbinar, kamu mengerti maksudku bukan?" Maya membalikan tubuhnya dan merapihkan rambut Marve sedangkan para pelayan dengan sigap menggantikan pekerjaan yang tadi dipegang oleh Maya.
"Kamu takut aku akan jatuh hati padanya?" Marve menahan tawanya kini dan kemudian mencubit pipi Maya lembut.
"Bahkan dalam mimpipun mas hanya mencintaimu dek.." Bisik Marve meyakinkan, Maya tersenyum lembut dan lantas memeluk Marve erat.
Wajahnya terlihat jelas menunjukan pada Rara jika Marve adalah suaminya, miliknya seutuhnya.
Hati Rara sudah hangus terbakar kini karena Maya dan Marve malah bermesraan didapur sana. Dan ketika Maya tersenyum menatapnya seperti hantaman keras memukul hatinya.
Maya dan Marve kemudian berjalan kembali ke meja makan dengan membawa roti bakarnya dan kembali duduk ditempat semula dimana mereka duduk sebelumnya.
"Kamu makan supmu saja.. akan mubajir jika tidak dimakan." Maya kemudian meletakan sup pemberian Rara kembali kehadapan Rara dengan wajah ramahnya.
Wajah Rara merengut namun Marve sama sekali tidak menyadarinya karena pandangannya hanya tertuju pada Maya yang kini mulai menyuapinya.
"Enak tidak mas?" Tanya Maya, sambil menyeka sisa remah roti di bibir Marve.
"Enak sekali.. istriku sangat pandai." Puji Marve.
Rara tidak dapat berkedip terlebih saat Marve mulai menyuapi Maya dengan lembut. Ia mengingat bagaimana Marve mencela masakannya dulu dan tidak memakan bekal buatannya saat mereka masih kuliah bersama dulu.
Ia baru akan beranjak pergi saat suara ceria terdengar menyapa "Selamat pag..gi."
Bisma tertegun, ia mengusap matanya untuk memastikan apakah ia tidak salah lihat dan ternyata ia benar-bensr melihat sosok Rara berada di rumah ini dan duduuk bersama di meja makan dengan Maya dan Marve.
"Apa yang dilakukan nenek sihir ini disini?" Secara spontan Bisma memekik sambil menunjuk kearah wajah Rara.
Maya menahan tawanya begitu juga dengan Marve saat Bisma yang selalu sopan tiba-tiba saja mengatai orang lain seperti itu.
Dengan wajah masam Rara mencoba tersenyum seramah mungkin pada Bisma namun Bisma malah memasang wajah ketus lalu kemudian duduk disebelah Marve tanpa diminta.
"Apa yang terjadi?" Bisma bertanya tanpa sungkan, apakah Marve berniat menikah lagi? itukah sebabnya ia memanggilnya pagi-pagi sekali seperti saat ini.
"Aku memintamu mengurus perceraian Rara, untuk lebih jelasnya kamu bisa tanyakan langsung padanya." jelas Marve.
Bisma sedikit merasa lega karena Marve hanya berniat membantu perceraian Rara.
"Kamu bercerai dengan suamimu?" Tanya Bisma dengan gamblang, Rara mengangguk pelan "Mengapa?" Tanya Bisma kembali.
"Dia memukuliku.." jawab Rara memelas, ia berharap Marve semakin bersimpati padanya tapi Marve malah asyik mengobrol dengan Maya.
"Oh.." Bisma merespon dengan malas.
"Laporkan saja dia ke kantor polisi mengapa kamu harus mengganggu Marve, kalian bukan saudara." Ucap Bisma dengan ketus.
Wahh.. Maya ingin sekaki menjerit dan memberi tepuk tangan pada Bisma yang dapat mengatakan semua yang ingin diungkapkannya sejak kemarin.
"Ide bagus." Marve menimpali, ia terlihat setuju.
"Tidak bisa.." Rara memekik, ia mulai kebingungan kini, jika ia keluar dari rumah ini maka peluang untuk mendapatkan Marve kembali akan sangat kecil bahkan tidak mungkin karena meskipun ia disini Maya dan Marve tetap saja mesra dan terkadang bersikap seolah ia tidak ada.
"Maksudku.. aku meninggalkan putriku bersamanya, jika aku melaporkan perbuatannya ke kantor polisi, aku sangat takut jika ia bersikap nekad pada putriku." Ucapnya berbohong.
"ya sudah kalu begitu setidaknya kamu tidak tinggal disini, wajahmu merusak pemandangan." Ucap Bisma kembali, ia sangat tidak menyukai Rara, saat menjalin kasih dengan Marve ia menghabiskan banyak uang Marve untuk membeli semua barang-barang mewah dan ia meninggalkan Marve begitu saja dan kini ia kembali dengan alasan perceraian, Bisma sama sekali tidak mempercayainya
"Aku hanya merasa satu-satunya orang yang bisa melindungiku adalah Marven, tapi jika kalian tidak menerimaku.. lebih baik aku mati dengan caraku sendiri dari pada mati dipukuli olehnya." Rara mulai menangis kini membuat Marve kembali merasa kasihan padanya.
.....