webnovel

Mahesa Arnaf

(CERITA INI HANYA FIKTIF BELAKA) Mahesa Sulaiman Arnaf, seorang pria tampan penyandang disabilitas sensorik ini sudah biasa menerima cacian dan hinaan dari teman sekelas mereka hanya karena kondisinya yang kurang sempurna. Kecerdasan dan kemahiran otaknya yang membawa Mahes masuk ke dalam lingkup cerita orang-orang yang memandang awal manusia dari fisik, pun sebuah takdir yang membawanya menjadi anak baru di salah satu sekolah negeri. Ada banyak romansa klasik yang akhirnya mengundang Balqis -teman sekelasnya, untuk menjadi tameng dari aksi pembullyan sang arogan Dito terhadap Mahes. Walaupun dia bisu, tapi hati dan pikirannya masih tetap berusaha mencari di tempat mana dia harus pergi berlabuh. Berlabuh menemui keluarga, harapan, cita-cita dan..., cintanya. Selamat Membaca~

SitiMaisyaroh2_ · 青春言情
分數不夠
297 Chs

Bersama Anak-anak

Hari ini adalah hari yang paling begitu membahagiakan sekali bagiku.

Kenapa tidak?

Aku melihat anak-anak yang begitu bahagia tatkala mereka melihatku datang bersama Zaid, dan anak-anak lainnya kemari.

Bahkan anak-anak yang dulu aku lihat mereka masih kecil kurang lebih lima tahunan, kini sudah bertumbuh besar bahkan suka membantu orang-orang yang sedang membutuhkan pertolongan.

Acara perayaan akan segera dimulai.

Semua anak-anak Yayasan duduk rapi sambil menunggu moderator memanggilku untuk memberikan kata-kata semangat kepada anak-anak yang ada di sini.

Ada sebagian anak yang tidak mengenaliku karena dia baru beberapa hari atau beberapa bulan di sini.

Tapi lucunya yang membuatku salut, anak-anak yang sudah lama berada di sini pasti memberi tahu semuanya tentang ku.

Ya itu.

Mereka sangat terkejut apalagi ketika melihat aku yang dulunya seorang tuna wicara, sekarang sudah bisa bicara karena kehendak Allah.

"Baik anak-anak semua. Kita mulai ya acaranya?" Afni, seorang pengurus wanita di Yayasan ini mulai membuka suara dan menyapa anak-anak semua.

"Iya, kak." jawab semuanya dengan bahagia.

"Baik anak-anak bismillahirohmanirohim. Kali ini kita akan merayakan Yayasan Bunda kasih untuk kesekian tahun. Wah, banyak pelajaran yang bisa kakak-kakak dapatkan di sini. Kakak juga sangat senang karena melihat adik-adik semua selalu bersemangat dan enggak pernah nyerah. Tetap seperti itu ya? Jangan pernah sombong dan jangan pernah ngerasa diri kalian paling baik. Oke?"

"Iya kak." seru anak-anak lagi.

"Baiklah kalau begitu. Biar mempersingkat waktu, kakak bakal panggilkan satu orang yang paling atau mungkin adek-adek di panti ini rindukan. Kakaknya semangat banget. Sikap tegar dan baiknya perlu kita contoh. Karena dulu beliau adalah seorang tuna wicara yang kerapkali dibully oleh teman-teman sekolahnya. Bahkan suatu waktu ketika beliau mengantar Bu Anita pergi ke pasar, ada seseorang yang melempar batu hingga membuat pelipisnya berdarah. Tapi beliau nggak pernah marah. Justru kami anak-anak di sini yang marah sama pelakunya yang selalu aja buat ulah sama beliau. Ya udah mungkin sebagian dari adek-adek ada yang tahu kan? Untuk yang nggak tahu, baiklah kita panggilkan," Afni menjeda ucapannya sesaat. "Kak..., Mahesss!!!!"

Semua orang yang ada di aula ini bertepuk tangan menyambutku.

Aku bahkan tak percaya ternyata orang-orang bisa sebaik ini bahkan menerimaku seperti orang penting saja.

"Ayo kak Mahes. Silakan maju ke depan, ya." ujar Afni di depan sana.

Aku mengangguk kemudian berjalan ke atas panggung sambil melambaikan tangan kepada anak-anak.

Mereka dengan riuh yang membalas lambaian ku sambil terus menyapa namaku.

Tak tahu kenapa melihat kebahagiaan semua orang yang ada di sini, membuat hatiku merasa nyaman dan tenang sekali.

Sebenarnya kebahagiaan tidak sulit untuk kita gapai. Hanya saja, terkadang kita sendiri yang menyulitkan bagaimana caranya mencari kebahagiaan itu.

Banyak yang menuntut diri sendiri untuk bisa mencari kebahagiaan sesuai keinginannya. Padahal tak selamanya kita bisa melampaui hal itu. Karena apa? Semua orang pasti memiliki porsinya masing-masing.

Dan tentunya, kita harus bisa mengenal diri sendiri dan bahagialah sesuai porsi yang mampu kita kejar.

Jangan pernah melihat pencapaian orang lain.

Justru kita harus bisa sukses dan berhasil sesuai dengan cara kita sendiri.

"Assalamualaikum adek semua." sapaku yang dengan cepat dijawab oleh anak-anak.

"Waalaikumussalam kakak."

"Wah bagaimana kabarnya hari ini? Kalian kelihatan banget semangatnya ya. Tapi emang harus semangat terus sih. Nggak cuma hari ini aja. Besok, dua hari ke depan bahkan hari-hari yang lainnya kalian harus tetap semangat. Bisa engga?"

"Bisaaa!"

Aku tertawa melihat kebahagiaan anak-anak ini. "Yaudah sepertinya kalian udah kelihatan laper gini, mending kakak langsung ke intinya aja. Oke?"

Semua anak-anak seketika terdiam tatkala aku mengatakan hal ini. Aku sampai melirik Afni dan memberi isyarat kenapa mereka semua terdiam?

Tapi Afni tersenyum dan memintaku untuk kembali melanjutkan pembicaraan dengan tangan kanannya.

Oh iya.

Di sini aku baru paham kalau ternyata, anak-anak sudah siap mendengar pidato kecilku.

"Baiklah bismillahirrohmanirrohim." aku menghela napas dan menenangkan diri. "Nggak terasa ya kita udah bertahun-tahun tinggal di sini, di satu tempat yang penuh pelajaran dan pengalaman berharga khususnya bagi kakak. Mungkin hampir kalian semua juga berpikir bahwa, yayasan ini seperti surga dunia karena di dalamnya kita bisa mendapatkan kehidupan yang kita mau, di samping permasalahan-permasalahan yang telah kita hadapi sebelumnya. Kakak juga yakin semua anak-anak di sini orang-orangnya pasti kuat. Kalau ditanya satu persatu, pasti aja ada beberapa pengalaman yang buat kakak terharu dan salut karena anak itu bisa dengan indahnya menemukan kehidupan baru di sini. Enggak hanya kakak ataupun yang lain. Tapi alhamdulillah donatur tetap kita juga, masih terus ingin memberikan sebagian hartanya untuk kita semua. Tak lupa kita doakan juga semoga beliau sehat selalu dan panjang umur ya?!"

"Iyaa, kak." seru lagi anak-anak itu.

"Oke sekarang kakak mau tanya, apa yang paling membahagiakan di antara semuanya menurut teman-teman semua? Kakak pengen ada satu orang yang bisa ngejawab dan berdiri di sini."

"Aku, kak!" aku sama sekali tak menyangka ternyata ada banyak anak yang ingin menyampaikan pendapatnya.

Karena waktu, aku jadi hanya memilih satu orang anak yang sedang duduk di paling ujung menggunakan kursi roda.

Afni berlari kecil untuk membawa anak itu kepadaku.

Rupanya dia bernama Adi.

"Assalamualaikum Adi." sapaku dengan ramah.

"Waalaikumussalam." ujarnya sumringah ketika melihatku.

"Sekarang di sini kakak mau tanya, hal apa yang paling membahagiakan kamu ketika ada di sini?"

Dia tersenyum diiringi air mata yang tiba-tiba meluruh.

Anak itu tidak memiliki kaki. Tapi kata Afni, dia anak yang paling berprestasi di sekolah yayasan.

Saat ini Adi sudah menginjak kelas empat sekolah dasar.

Tapi, dari awal masuk kelas satu sampai sekarang peringkatnya tak pernah tergeserkan oleh teman-teman yang lain.

Dia selalu ranking satu. Selain itu, dia mendapatkan suara yang sangat bagus dan merdu.

Maka dari itu suaranya selalu ia gunakan untuk lomba tilawah Quran ataupun sholawat.

Kekurangan bukan menjadikan dirinya sebagai orang yang rendah. Justru saat ini orang-orang mengenali sebagai anak yang berprestasi dan memiliki akhlak yang baik.

"Adi seneng bisa kumpul sama orang-orang yang ada di sini." ujarnya setelah aku mengusap air matanya. "Enggak ada yang bisa Adi harapkan lagi selain bareng-bareng sama teman. Adi sayang sama mereka. Dan mengenal mereka, adalah satu-satunya kebahagiaan yang Adi dapatkan di dunia ini. Tidak ada lagi. Adi sangat bersyukur karena sudah dipertemukan dengan orang-orang yang baik."

"Memangnya kalau boleh tahu, siapa orang yang bawa kamu ke sini?" tanyaku kemudian.

"Kak Afni." ujarnya sambil menunjuk wanita itu. "Dia kakak yang udah rawat dan nemuin Adi, ketika Adi dipaksa buat jadi pengemis jalanan sama orang lain."

...