Ke esokan harinya, A Heng telah datang dengan sebotol ramuan di tangannya. Ia langsung masuk ke kamar Qian Xun.
"Xiao Lan, coba lihat aku bawa apa?"
"Dewa, apakah itu arak?"
"Eh... salah. Ini adalah ramuan 'Dongshengcao'."
"Ramuan Dongshengcao?"
"Betul. Ramuan Dongshengcao. Ini adalah obat untuk luka dalam dan dapat membantu kultivitas. Mungkin kau tidak tau, ini harta berharga Aula Takdir. Hari ini aku khusus membawakannya untuk mu."
"Benarkah?? Wahhh... Aku tidak menyangka kalau Dewa A Heng begitu perhatian. Terima kasih Dewa A Heng."
"Entah mengapa, aku merasa punya ikatan batin dengan ular ini. Aku merasa kami sangat dekat walaupun baru bertemu beberapa kali. Apa mungkin dia adalah serpihan jiwa Dewi Perang?.... Ah tidak mungkin. Dewi adalah Naga Biru Surgawi. Mana mungkin ia berubah jadi ular kecil. Mungkin aku yang terlalu merindukannya." kata A Heng dalam hati, melamun.
"Sepertinya Dewa A Heng sudah biasa masuk ke kamar orang lain tanpa izin...." terdengar suara dari arah pintu.
Qian Xun mengagetkan A Heng yang sedang melamun. Ia pun masuk menghampiri mereka.
"Qian Xun?.... Bagaimana bisa kau mengatakan itu pada sahabatmu sendiri. Bukankah aku sudah sering melakukan ini di Alam Langit? Mengapa sekarang tiba-tiba kamu keberatan? Lagi pula, aku ke mari untuk menemui Xiao Lan, bukan kau." A Heng cemberut.
"Ia...ia... Aku hanya bercanda."
"Bagaimana dengan ramuan yang kau bilang kemarin?"
"Tentu saja aku membawanya." Ia pun menunjukkan botol ramuannya. "Ini adalah harta berharga Aula Takdir, ramuan 'Dongshengcao'."
"Aku ragu ramuan itu benar-benar berkhasiat. Namanya saja terdengar aneh."
"Kau tidak percaya denganku?"
"Percaya... percaya....Aku hanya bercanda."
A Heng pun memberikan ramuan itu pada Xiao Lan dan Si Ular langsung meminumnya.
"Bagaimana???" tanya A Heng.
"Sepertinya benar-benar manjur. Setelah meminumnya, aku merasa lebih sehat dan bersemangat." jawab Xiao Lan.
"Qian Xun, lihat. Bukankah sudah kubilang ini obat yang mujarab."
"Mmmm..... Tapi, kenapa kau hanya membawa satu botol?" tanya Qian Xun.
"Eehhh..mmmmm.... Sebenarnya, memang tinggal satu botol. Kalau ingin membuatnya lagi, aku butuh beberapa hari untuk meramu bahan, tapi dalam beberapa hari itu hanya bisa membuat satu botol saja. Tapi aku janji, setelah ramuannya jadi, aku akan langsung mengantarkannya ke Paviliun Luofeng."
"Terima kasih, Dewa A Heng. Kau benar-benar telah berusaha keras untukku. Aku jadi merasa tidak enak. Aku telah banyak merepotkan Dewa." kata Si Ular.
"Eiii... Jangan bilang begitu. Aku benar-benar melakukan ini dengan sukarela. Kalau kau benar-benar ingin berterima kasih pada ku, kau harus rajin minum obat agar segera mendapatkan wujud manusia dan dapat bekerja di Paviliun Luofeng untuk membayar semua makanan yang telah kau makan."
"Baik, Dewa. Xiao Lan mengerti." kata Si Ular.
"Terima kasih, sobat. Kau benar-benar telah berusaha keras untuk Si Ular."
"Qian Xun, jangan bilang begitu. Aku juga bertanggung jawab atas Xiao Lan. Kalau begitu aku pergi dulu."
"Mmmm....."
A Heng pun meninggalkan mereka.
Beberapa hari kemudian, A Heng datang lagi dengan ramuannya. Ia bertemu Qian Xun di depan kamar.
"Ah, Qian Xun. Tolong berikan ramuan ini pada Xiao Lan. Aku harus memeriksa sesuatu."
"Ada apa? Tumben kau sok sibuk?"
"Bukan masalah besar. Seorang Dewa baru saja mengacaukan Buku Takdir ku. Aku akan memeriksanya dulu."
"Ow, begitu rupanya. Oh, yah. Chu Hua yang mengurus masalah itu. Kau bisa mencarinya. Dia akan membantumu."
"Aku mengerti."
"Jangan khawatir. Aku akan langsung memberikan ramuanmu ini pada Xiao Lan. Aku tidak akan mencurinya."
"Ia, aku tau. Kali ini harus merepotkanmu."
A Heng pun bergegas meninggalkannya.
"Ccccchhhh.... 'Kali ini harus merepotkanmu'??? Bukankah selama ini memang aku yang kerepotan mengurus Si Ular, 'kali ini' apanya????" kata Qian Xun kesal setelah A Heng meninggalkannya.
Ia pun masuk ke kamarnya dan memberikan ramuan itu pada Xiao Lan.
"Ini.... minumlah."
Lalu Xiao Lan meminum ramuan itu.
"Kau harus rajin minum ramuan ini. Dengan begitu, kau bisa dengan cepat mendapatkan kembali wujud....."
Belum selesai Qian Xun bicara, cahaya biru telah berputar mengelilingi ular kecil itu dan dalam sekejap mata, ia telah berputar berubah menjadi Dewi yang sangat cantik dan imut.
Qian Xun hanya melongo terdiam, terpesona dengan Dewi yang berdiri dengan gaun merah muda di depannya.
"Mengapa Yang Mulia melihatku seperti itu??? Aku cantik dan imut kan???" kata Xiao Lan dengan percaya diri.
"Ya...ya... Kamu memang cantik dan imut..." jawabannya Qian Xun pasrah.
Saat itu juga A Heng berbicara dari luar sambil membuka pintu kamar.
"Qian Xun, apa kau sudah memberikan ramu..."
Tiba-tiba kalimatnya terpotong. Menghentikan langkahnya dan berdiri mematung menatap pemandangan yang ada di depannya. Anehnya, A Heng justru memunculkan ekspresi kecewa sekalipun Xiao Lan yang ada di depannya memiliki paras cantik.
"Ah.... Ternyata bukan dia, rupanya aku terlalu merindukannya sampai aku berpikir ular itu adalah dia." katanya dalam hati.
"Dewa A Heng, apa kau juga berpikir kalau aku cantik dan imut???" tanya Xiao Lan lagi den senyum lebar tidak tau malu.
Melihat Si Ular yang ceria membuat rasa kecewa A Heng pun sedikit terobati. Ia pun mendekati Xiao Lan dengan tersenyum.
"Waaaaahh....Aku tidak menyangka kalau Xiao Lan ternyata sangat cantik."
"Terima kasih telah menyukai ku, Dewa A Heng."
"Ccczzhh..." Qian Xun hanya mendesis risih dengan tingkah ke kanak-kanakan mereka.