CHAPTER 10
- TRAPPED #2
TERDENGAR suara sirine mobil polisi di depan toko si kakek. Aku bersyukur mereka akhirnya datang walau terlambat. Saat aku menoleh ke samping, pria itu hilang layaknya angin. Aku sempat mencarinya ke sekeliling, tapi nihil, tidak ada siapapun, seperti tidak ada yang pernah datang kemari.
Empat orang polisi mendobrak pintu toko, menemukan diriku. Mereka berjalan mendekati, raut wajah mereka menunjukkan sedikit kepanikan.
"Nona Musa! apa kau baik-baik saja? dimana yang lain?" kata salah satu kepala petugas polisi beranya padaku..
"Aku baik-baik saja. Tolong, cari Nahye di sekitar sini, mereka membawa nya!" lirihku, kedua kaki milikku tak kuat bertumpuh lagi.
Kepala Polisi segera menyuruh bawahan nya mencari Nahye di sekitar toko si kakek. Di depanku sudah ramai orang yang datang untuk melihat apa yang terjadi, dan beberapa mobil polisi dan sirine yang masih berbunyi. Garis pembatas mulai di buat di tempat kejadian. Aku berjalan menyusuri mereka. Tatapan-tatapan aneh dari mereka menghantui ku, seolah aku yang monster di sini.
Saat sampai..
Manik mataku menangkap sosok familiar berlari ke arah ku, seorang gadis. Tubuh ku di tarik dan di peluk. Oh ya, aku langsung tau siapa ini, Alice.
"Dokter Mu!! Aku dapat kabar bahwa kau terkena masalah. Jadi aku datang.."
Tunggu, bagaimana dia bisa tau aku ada disini?
Dia menatap ku terkejut, sama seperti tatapan aneh dari orang-orang sekitar tadi kepadaku. Alice meraih lengan ku, tangan nya gemetar.
"A-apa i-ini, d-dokter?"
Aku melirik kemana arah matanya dan.. tepat di sana, di sekitar lengan ku. Terdapat tanda aneh bewarna hitam yang menjalar hampir ke pergelangan tangan ku.
"I-ini, tanda ini.. darimana kau mendapatkan nya?! cepat beri tahu aku, dokter!" Alice mengguncang badan ku, tak sabar dengan jawaban yang akan kuberikan.
Aku sendiri bahkan tak tau darimana asal tanda ini. Sebelum nya tanda ini tak ada padaku, tapi kenapa sekarang mendadak ada? atau jangan bilang kalau... ah sial sekali.
Tebakanku mengacu pada pria misterius yang kutemui beberapa jam yang lalu. Tanda aneh ini pasti berasal dari dia. Alice masih setia menunggu jawaban ku, dia sangat penasaran, matanya berbinar semangat padahal barusan saja dia terlihat panik.
"Kenapa kau diam saja, dokter Mu?! Jawab aku"
"Aku tidak ingat darimana tanda aneh ini" bohong ku, aku sengaja sebenarnya. Reaksinya membuatku curiga akan sesuatu, aku ingin sedikit mendorong nya lebih jauh.
"Sayang sekali, kau tau apa arti tanda ini?"
Kalau dia tau arti tanda ku, berarti..
dia tau sesuatu tentang pria misterius yang gila itu..
"Tanda bunga higanbana, kau tau kan bunga ini adalah bunga kematian? hidupmu ada di tangan orang yang memberi mu tanda ini"
Oh? Aku mengerutkan kening ku, sejenak mencoba mencerna gagasan barusan. Ya, aku tidak bisa menyangkal perkataan nya karena aku sendiri berasal di ujung tanduk sebelumnya. Mungkin tanda ini muncul saat mataku tertutup dan.. lupakan.
Aku tidak mau mengingat kejadian menjijikan itu lagi..
Sumpah..
Aku kembali pada sekitarku. Nahye belum juga di temukan. Aku menggigit bibir bawahku merasa sangat kecemasan. Mataku menelusuri sekeliling mencari sosok Nahye, namun tetap saja sia-sia. Seorang polisi menepuk pundakku sehingga aku berbalik.
"Nona, teman Anda di temukan pingsan dengan kepala yang berdarah.. "
Apa dia bilang? Aku terdiam. Alice menahan pundakku, kurasa dia tau aku akan kehilangan keseimbangan lagi.
"Teman Anda tadi di larikan ke rumah sakit, saran saya anda segera ke sana"
"Terimakasih atas informasinya, Sir. Saya akan mengantar Nona Mu ke rumah sakit, tenang saja!" ujar Alice membawaku menjauh dari keramaian itu.
Alice membawa ku melewati para warga dan para penjahat, termasuk si kakek yang sedang dalam mobil tahanan.
Si kakek tersenyum sinis seolah semua ini belum berakhir untuk nya saat kami saling berpandangan. Pandangan ku teralihkan saat Alice menarik daguku ke arah nya.
"Dokter Mu, kenapa kau masih sempat melirik mereka? kita harus cepat ke rumah sakit. Nona Nahye pasti membutuhkan mu"
Benar juga, aku mengangguk pelan. Dia menarik tangan ku menjauh, berjalan ke arah mobil mewah milik nya itu. Alice membuka pintu bagiku duluan, aku tersenyum tipis dan masuk di ikuti dengan dia yang duduk di kursi pengemudi.
"Dokter, aku akan sedikit ngebut, jadi bersiaplah.. "
Dia mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata membuat ku sedikit tersentak ke depan awal nya. Sabuk pengaman menyelamatkan ku, untung nya.
Kami tiba di rumah sakit. Alice menuntunku ke kamar dimana Nahye di rawat. Aku terus berdoa sambil berjalan, berharap Nahye akan baik-baik saja dan tidak terluka sangat parah. Pikiranku mulai berkeliaran ke arah lain, aku takut Nahye mendapatkan perlakuan yang lebih dari kekerasan dari si kakek tua itu.
Kami sudah berada di depan kamar rawat Nahye, tinggal tunggu membuka pintu nya saja. Alice mendapatiku ragu membuka pintu duluan, jadi dia yang membukanya. Kami masuk dan..
"Musa.. kau datang, syukurlah.. kau baik-baik saja"
Dalam keadaan parah begini, dia masih saja terlihat tenang. Nahye duduk dan bersandar pada bantal kasur. Dia tersenyum lega saat aku masuk ke kamar rawat nya. Dia lebih memikirkan keadaanku dibanding dirinya sendiri. Air mata ku tanpa sadar menetes, aku sedih dan senang melihat ia baik-baik saja. Nahye merentangkan tangannya berniat memeluk ku.
"Kemarilah, ayo.. kau tidak mau memeluk ku, teman mu sendiri?" dia berkata main-main, tanpa banyak bicara aku memeluknya erat-erat dan menangis.
"Sudahlah, jangan menangis. Setidaknya, kita berhasil kan menangkap para penjahat sialan itu?" dia berusaha memenangkanku.
Aku tidak mendengarkan dirinya, masih tetap menangis. Air mataku tak bisa berhenti mengalir begitu saja setelah semua yang menimpa kami satu jam lalu.
"Oh My, kau benar Nona Nahye, sahabat mu ini sangat cengeng, iyakan Dokter Mu?"
"Diamlah Alice, kau jangan ikut campur!"
Alice tekekeh, dia duduk di sofa menyangga dagunya serta melipat kaki, "jangan menyangkal, dokter. Kita semua tau kau memiliki sifat rentan di balik wajah sinis mu itu.. "
Aku merasa tertangkap basah di sini.
"Kau benar, sayang. Musa memang sangat rentan, sebenarnya.." Nahye sengaja menggodaku dengan mendukung Alice, menyebalkan. Mereka menikmati mengejekku seperti ini. Kurasa Nahye mulai ketularan dengan sifat Alice sejak kemarin-kemarin.
"Apa ini? ada yang tidak bisa bicara? lebih baik akui saja, dokter!"
"Cukup ya, cukup untuk sesi mengejek ku kali ini, kalian puas?"
Mereka berdua tertawa tanpa suara memandangi ku.
Alice memang sangat cepat mengambil hati seseorang alias merayu. Buktinya, dia sangat dekat dengan Nahye walaupun mereka baru bertemu beberapa hari yang lalu. Anehnya, dia selalu menggoda dan mengganggu ku berbeda dengan perlakuannya pada Nahye. Tapi itu tak masalah, aku memaklumi karena dia masih muda dan suka bermain-main.
"Dokter, kau bebas besok?" tanya nya tiba-tiba.
"Kau mau mengajak ku keluar?"
"Ya, tau banget sih. Sebenarnya aku mau mengajakmu ke club malam dan bersenang-senang"
"Aku meno-"
"Kedengaran bagus, apa aku boleh bergabung?"
Nahye menyelaku di saat aku ingin menolak tawaran Alice. Aku melotot padanya, mengisyaratkan untuk menarik kembali ucapan nya itu. Terukir seringai kecil di sudut bibir gadis muda itu saat dia tau Nahye sangat bersemangat dengan idenya. Dia menoleh padaku, lagi.
"Why not? Aku tau kau pasti akan menolak nya, dokter. Tapi kali ini, aku tidak ingin satu kata penolakan dari mu, apa salah nya bersenang-senang sedikit? atau aku harus meminta kakak ku untuk bicara padamu?" kalimat terakhir ia berbisik pelan di telinga ku jelas-jelas.
"Bagaimana?.. "
Dia tau persis jika menyangkut ini aku tidak bisa menolak..
- Bersambung ke
Chapter 10,5