"Master, kau tak apa-apa?" pemuda itu menaruh kepala sang Master di pahanya. Ia cemas melihat kondisi demikian.
"Omong kosong! setelah semua kemenangan ini? kau tak perlu bersedih nak, ini memang hal yang perlu di bayar demi kemenangan," balasnya lirih. Pria yang di panggil master itu bahkan tak kuasa demi sekedar membuka kelopak matanya.
Pemuda itu mengangguk, tapi batinnya tak kuasa menahan tangis melihat kondisi orang yang sangat dihormatinya seperti itu. Satu butiran air terjatuh, mendarat lembut di pipi keriput Master.
"Astaga, kenapa harus menangis? Kita menang bukan?" Master sendiri mencoba menghibur. Sudah cukup kondisinya demikian, ia tak mau yang lain bersedih karenanya.
"Dengar nak, aku tak mau kalian menangis karena kematianku. Jika kalian ingin membuatku senang, berlatihlah dan jaga kebenaran ini. Meratap hanya akan menambah beban!" sahutnya. Sang pemuda mengangguk, ia menarik kerah baju dan mengusap bekas tangisan. "Aku berjanji guru, aku akan berusaha yang terbaik."
Para tabib hanya mematung, yang terhebat diantara mereka bahkan tak tau harus berbuat apa. Sihir efek kekuatan gelap itu sangat kuat, dan hanya masalah waktu yang bisa mengobatinya. Di temani oleh sang raja, Master Fung U tersenyum. Ia memberi isyarat untuk mendekat dan beberapa kalimat diucapkan padanya. Sang raja tersenyum dan mengangguk, "Aku akan berusaha guru, kami sangat berhutang atas pengorbananmu." ucapnya. Hadirin yang lain bertanya-tanya mengenai apa yang dibicarakan.
Si pemuda berdiri terdiam. Sosok di hadapannya tampak mulai meregang nyawa. Jiwanya tampak tenang. Hampir saja mereka tak menyadari bahwa semua telah berakhir. Sebuah cahaya bersinar dari dadanya, dan barulah mereka sadar bahwa master telah meninggalkan mereka untuk selamanya.
"Dia sudah pergi," gumamnya setelah menarik tangan dari leher master.
Gerai air mata hampir pecah. Tapi, mengingat janji yang telah di ucap, si pemuda berusaha menahannya.
Kabar ini tak segera di sebarluaskan. Khawatir jika kelompok kegelapan mengetahuinya. Proses pemakaman berikutnya dilakukan penuh khidmad. Beberapa orang tak kuasa menahan tangis. Proses perkabungan ini terasa sangat berbeda. Sudah beberapa kali juga si pemuda meneteskan air mata. Setelah semua pergi, ia dan beberapa orang termasuk raja masih berdiri di sana. Sesuatu terasa menyentuh pundaknya. Ia menoleh, sang raja tersenyum padanya
"Kau adalah murid kesayangannya. Aku harap, kau bisa mengikuti jejak beliau," tuturnya.
Walau berat, si pemuda memaksakan senyum "Itu cita citaku Yang Mulia, kematiannya menunjukkan pemindahan posisi yang harus ditanggung olehku," ia setuju. Sang raja kemudian menyuruh para pengawal untuk meninggalkannya berdua. Lantas mengajak si pemuda mengikutinya menuju taman istana.
"Kau yang pernah bersamanya, dan kau yang tau bagaimana menanggapi musuh di luar sana. Aku harap kau mau menjadi Mahapatih berikutnya," ucap raja menatap kejauhan. Tak perlu basa-basi untuk hal ini. Demi kelangsungan pemerintahan, harus ada yang mewakili semuanya. Pemuda ini juga membutuhkan pengalaman sebelum para kegelapan itu bangkit.
Si pemuda mengangguk, memang itu nasib yang harus diterima. Beberapa hari berikutnya, acara penobatan dimulai. Suara tepukan sepatu dengan karpet merah terdengar mantap. Dengan zirah putih berhias emas yang di kenakan, si pemuda bertekuk lutut. Sang Raja meraih pedang yang di sodorkan pelayan, lantas mempertemukan baja pedang tersebut dengan dua sisi pundak si pemuda. Pemuda itu lantas berdiri dan dengan hormat menerima pedang tersebut.
Mulai detik itu, berbagai harapan muncul di benaknya. Usaha yang dilakukan selanjutnya, tak di sangka berbuah hal yang sangat spektakuler. Seorang penyihir hebat mengabarkan hal itu. Satu hal yang sedikit membuat hatinya menciut adalah seberapapun pemuda itu berusaha. Ia takkan menjadi seorang Legendary. Walau demikian, kabar baiknya di generasi berikut, sebuah kejadian besar akan terjadi. Para Legendary akan banyak lahir pada generasi tersebut, dan salah satu dari mereka adalah anak dari pemuda itu sendiri. Setelah mendengar itu, si pemuda tak peduli dengan nasibnya. Jika ramalan itu benar, maka harapan satu-satunya saat ini hanyalah keinginan untuk menyaksikan kejadian itu.
Beberapa tahun berlalu, dan dunia tetap stabil tanpa peraduan dua kekuatan besar. Mereka sangat tak berharap jika hal itu terjadi. Tapi, mereka juga akan berusaha untuk menang, jika suatu saat pertempuran itu dimulai.
Sang pemuda kini telah berkembang menjadi sosok ayah. Dilihatnya bayi mungil yang baru saja di lahirkan sang istri. Bayi itu tersenyum ria. Rambut pirang dan mata birunya menambah kesan heroik pada wajah bayi tersebut. Sang ayah tersenyum. Ia yakin, bahwa suatu saat, bayi itu akan melahirkan berbagai kejadian besar yang akan menjadi sejarah terbaik sepanjang masa.
"Nama apa yang cocok untuk bayi heroik kita ini?" sahut sang ayah.
"Aku hanya ikut kanda, apapun yang kanda senang, aku juga akan senang," sang ibu tersenyum. Bayi mungil itu tertawa, seolah mengerti apa yang mereka bicarakan.
"Baiklah, bagaimana kalau...?"