Nada bicaranya sangat tidak mengenakkan, namun apa boleh buat, karena ia sedang berakting menjadi gadis biasa, maka ia hanya bisa menuruti kemauan mereka.
***
40 menit perjalanan, dapat ia rasakan, laju kendaraan yang semakin melambat, dan kini, mobil pun serasa akan berhenti.
Bugh! terdengar pintu mobil sebelah kanan dan kiri terbuka dan menutup secara perlahan.
Gwen menyingkap sedikit sudut penutup matanya untuk mengintip, dari dalam mobil, ia dapat melihat sebuah rumah dengan cat berwarna kuning, dengan ornamen kayu seperti Cabin di tepian danau.
Meski terbilang terpencil, namun cabin ini Cukup mewah dan besar, untuk dapat menampung sekurang-kurangnya 3 kepala keluarga sekaligus.
Bukan tanpa alasan, Gwen menyebut tempat ini terpencil, karena memang hanya inilah satu-satunya rumah yang dapat ia lihat sejauh matanya memandang.
Davion memasuki cabin tersebut sendirian, sedang para pengawal menunggunya di pekarangan.
Tampak di kejauhan, seorang wanita dengan rambut yang nyaris berwarna putih secara keseluruhan menyambut kedatangannya di depan pintu, yang lalu melemparkan sebuah senyuman sumringah menyambut kedatangan Davi.
Davi pun memasuki rumah tersebut.
Sedang Gwen mengambil kesempatan, ia membongkar isi laci, dan mengecek setiap sudut kursi di mobil tersebut, barang kali ia akan menemukan benda-benda yang sekiranya nanti dapat membantu rencana pelariannya, di saat keadaan sudah mulai memburuk.
Ia berjaga-jaga sembari mengatur rencana.
Dan gadis itu mendapatkan "sesuatu".
Gwen melirik ke sekitar, sekali lagi, ia ingin mencari pertanda, nama atau pun jalan, agar tau tengah berada di mana.
Namun sayang, apa yang dilihatnya hanyalah padang tandus dengan sedikit pepohonan rindang yang melindungi rumah tersebut dari teriknya matahari, dan sebuah danau kecil di depannya, yang selayaknya hanyalah bagai sebuah genangan air saja tanpa adanya kehidupan.
Rumah itu meski terlihat mewah, namun usang di makan masa.
"Apa yang di lakukannya di tempat se sunyi ini? adakah ini adalah tempat perdagangan organ? Oh shit! sehina itukah pria setampan dia?" Gumam Gwen memikirkan berbagai kemungkinan.
Gwen pun mulai cemas dengan nasipnya, "Harus sampai kapan aku berpura-pura menjadi gadis pramugari ini? Apakah kini saat nya untuk aku kembali menjadi Rose saja? Pikirkan Rose.. harus apa?" Gadis itu masih terus berkomat-kamit memikirkan rencana pelarian.
Rencana pertama, terlintas di benaknya, untuk keluar dahulu dari mobil yang telah membawanya sedari bandara.
Lagi dan lagi, Gwen menjalankan rencana Z nya. Kerjakan dahulu, pikirkan nanti.
Beruntung ia tidak pernah mengalami nasip tak baik ketika menggunakan rencana tersebut, jadi sampai saat genting seperti ini pun, ia masih menggunakan rencana itu.
Patokannya hanya pada tuhan, niat baiknya, tidak akan tuhan khianati, begitu pikirnya.
Dengan perlahan dan hati-hati, Gwen mulai membuka pintu mobil secara perlahan, ia menjejaki ujung jari kakinya di tanah satu persatu, mengambil jeda sedikit untuk kembali melihat sekitar, memantau akankah aksinya kali ini akan ketahuan.
Berbekal sebuah senjata api type Glock Mayer 22 di tangannya Gwen pun hanya bisa nekat.
Sesungguhnya, ia cukup tercengang, mendapatkan senjata tersebut di bawah bangku penumpang depan, di Lakban dengan sedemikian rupa.
Pasalnya, Glock Mayer 22 adalah senjata api khusus di gunakan oleh Angkatan bersenjata dan lembaga penegak hukum di seluruh dunia.
Hal yang aneh, jika pebisnis seperti dia memiliki senjata dengan type ini, karena Davion hanyalah seorang pebisnis, bukan Angkatan bersenjata maupun bagian dari Lembaga penegak hukum lainnya.
"Milik siapa ini?" gumam Gwen membatin.
"Apakah dia membunuh seorang penegak hukum? jika ya, tidak ada alasan untuknya terus menyimpan pistol ini, karena benda ini akan menjadi boomerang baginya."
"Terlebih, disetiap nomor serinya, akan terdaftar sebuah data mengenai sang pemilik. Lalu jika senjata tersebut bukanlah milik Davi, mengapa dia menyimpannya? jika senjata tersebut milik Davi, itu bahkan terdengar lebih tidak mungkin lagi."
"Orang sepintar dia jelas tidak akan melakukan hal bodoh seperti itu, lalu apa alasannya? lebih tidak mungkin lagi, jika dia adalah seorang penegak hukum, hah.. masa bodoh dengan apa yang sebenarnya kau sembunyikan Davion.." Gwen masih terus bergumam dalam hatinya.
Kini, Gwen telah berada di belakang mobil, ia akan bersiap untuk melarikan diri.
Jika mereka menembakkan senjata untuk melumpuhkannya, jelas memang keinginan mereka adalah membunuhnya, dan Gwen tentu saja tidak akan tinggal diam, dia akan membalas setiap peluru yang mereka keluarkan untuk membidiknya dengan jumlah yang sama.
Meski saat ini ia cukup ceroboh karena lupa mengecek sisa peluru yang ada di dalam senjata tersebut.
Sekali lagi, ia mengintip untuk memantau situasi, mengambil kesempatan agar bisa bersiap melarikan diri.
Tibalah waktunya, Gwen pun menapaki tanah dengan telapak kaki telanjangnya, berlari dengan sekencang yang ia bisa.
"Gadis itu melarikan diri…" pekik bodyguard yang tak ia ketahui datang dari mana.
Gwen menoleh kebelakang, dilihatnya Davion dari kejauhan hanya memantaunya, sembari melipat kedua tangannya di dada, sedang Bodyguardnya yang lain terus mengejar gadis itu dari belakang.
Beberapa menit berlarian, Gwen pun terjatuh, karena tapak kaki yang tak beralaskan apapun itu, menginjak ranting kering dan menusuk cukup dalam.
Gadis itu terjatuh, dengan kedua telapak tangan dan lututnya yang juga lecet.
"Shit! baju ketat ini sungguh mengganggu!!!" Kesal Gwen dalam hati.
Napasnya terengah-engah karena efek berlarian.
Tak lama waktu berselang, para bodyguard pun tiba di dekatnya, Gwen dengan segera mengeluarkan senjata api Glok Mayer 22 yang tadi ia temukan di bawah bangku penumpang, di mobil yang membawanya.
Para Bodyguard seketika mengangkat tangan mereka secara bersamaan, dan berhenti tak melangkah selangkahpun.
Lalu datang Davi dari arah belakang para bodyguard yang berjejer tersebut, pria itu tersenyum, dan ia tidak takut sama sekali dengan ancaman Gwen padanya, pria itu masih saja memajukan selangkah demi selangkah mendekat ke arah Gwen.
"Berhenti!! jika tidak, aku akan menembak mu!!!" pekik Gwen memperingati Davi yang masih saja mendekat, dan mengindahkan kalimat ancaman darinya.
"Apa kau tuli!! Ku katakan, aku akan menembak mu jika kau terus mendekat ke arah ku!" Gwen kembali memberi peringatan. Dengan kedua tangannya yang erat menggenggam sebuah pistol yang cukup Davi herankan malah di temukan olehnya.
"Jika kau seorang pembunuh, maka tembak saja.." jawab Davi dengan santainya.
Gwen cukup tercengang mendengar jawaban Davi. Tapi tak ada waktu baginya untuk memecahkan perihal tersebut.
Gwen kini menarik pelatuk pistolnya, dan kembali menodongkan senjata tersebut ke arah Davi.
"Berhenti!!! jika tidak aku benar-benar akan menembak kepalamu!" Gwen kembali memberi peringatan pada Davi.
Namun pria itu masih saja mengindahkan peringatannya, bahkan kini Davi telah berdiri tepat di depan Gwen yang masih terduduk di tanah dengan bentuk yang sudah sangat kotor dan berantakan.
Selamat membaca.. di tunggu ps dan Reviewnya ya….
antusias dari kalian adalah semangat untuk author…