Jeep biru terparkir di depan rumah yang baru saja dibeli pemiliknya siang tadi. Rumah yang sederhana dan berada dalam lingkungan desa yang asri. Halaman yang luas terdapat beberapa tanaman buah seperti pepaya, mangga, pisang dan jambu. Rumah yang beberapa bulan terakhir ini sepi, menjadi ramai dan mulai berpenghuni.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Jawab lelaki lain yang berjumlah 9 orang.
"Cepat sekali sampainya, apa tidak antre?"
"Tidak. Tadi hanya ada aku dan dua pengunjung lain, jadi cepat pelayanannya." Sambil meletakkan kopi di meja tempat mereka berkumpul.
"Ger, kamu serius dengan apa yang kamu rencanakan?" Tanya salah satu lelaki dengan serius dan bersidekap ke dada.
Gery, nama panggilan lelaki yang berwajah datar, sorot mata tajam dan dingin itu. Lelaki dengan tinggi 170 cm tidak suka berbasa-basi apalagi menjelaskan panjang lebar mengenai apa yang ia alami. Cukup menjawab seperlunya agar tidak banyak obrolan yang terjadi.
Ruangan itu cukup luas dan tidak banyak ornamen-ornamen di dalamnya. Hanya ada sofa warna biru muda, meja kaca hitam transparan, sebuah televisi dan lemari berisi koleksi motor mini. Cat putih yang menyeluruh juga menambah nuansa sederhana namun nyaman pada ruangan itu.
Sembilan lelaki yang bersama Gery adalah orang-orang terdekat dalam hidupnya. Gery menganggap mereka sudah seperti saudara. Lima orang di antaranya adalah kawan SMA yang memiliki hobi yang sama yakni sepak bola. Seorang yang bertugas mengantarnya kemanapun ia pergi, sopir yang cekatan dan selalu siap untuk menerima panggilan dari Gery, Fatur namanya. Tiga lainnya seorang usahawan muda pada bidang properti, busana, dan peralatan olahraga.
Gery sendiri mempunyai counter yang terletak di pusat kota dan selalu ramai pengunjung setiap harinya. Ia seorang pekerja keras dan memulainya dari beternak sapi. Hingga kini ia sukses dengan memperkerjakan 25 orang untuk mengurus peternakannya. Pria kelahiran Boyolali, 31 tahun ini ulet dan menggunakan kesempatan yang tepat dalam mengelola peternakannya. Tak heran jika kini ia seperti seorang bos dan bergelimang harta.
Malam itu, Gery harus meninggalkan segala kemewahan yang ia miliki, rumah , mobil dan orang-orang yang selalu menemaninya. Teman-teman dan sopir, mereka masih seperti biasa menjalani hari-hari dan kegiatannya. Sopir akan mengantar keperluan sehari-hari Gery, karena memang Gery tak bermaksud pindah ke rumah itu selamanya. Ini hanya akan berlangsung 30 hari.
"Entahlah? Tapi aku harus yakin dengan apa yang sudah kuputuskan." Ucap Gery meyakinkan Qiki, teman SMA nya.
"Apa yang bisa kami bantu, katakanlah jangan sungkan ! Kita sudah seperti saudara, dan selalu siap jika harus membantumu." Prasetyo, usahawan muda bidang peralatan olahraga juga ikut menambahi.
"Untuk kali ini mungkin aku belum membutuhkan bantuan kalian, aku membawa kalian kesini hanya untuk menemaniku malam ini. Agar kalian tahu dimana tempatku kini berada, jauh dari keramaian dan berada di pinggiran desa."
"Aku tahu kamu butuh waktu sendiri untuk menghibur diri, bolehkah kami berkunjung tiap hari minggu untuk sekedar mengajakmu main bola?" Mahesa mengucapkan dengan menepuk bahu Gery.
"Boleh. Tapi kalian memberitahuku dulu sebelum kesini, jangan sampai kalian sampai sini dan aku tidak ada dirumah."
Tak terasa kopi rasa latte yang Gery beli dari kedai milik pak Hartono hampir habis menemani mereka malam itu.
"Ngomong-ngomong kopi ini enak sekali. Dimana kamu belinya?" Tanya Rizki, pengusaha muda bidang properti.
"Iya, sudah habis aja. Rasanya bikin nagih."
Fatur yang sejak tadi hanya diam dan mendengarkan pembicaraan, mulai angkat bicara.
"Mas Gery kan pecinta kopi, jadi tahu mana tempat kopi favorit di daerah sini. Ya kan mas."
Gery Hanya mengembangkan senyumnya pertanda mengiyakan ucapan Fatur.
"Mungkin aku harus duluan ya karena istriku hamil tua, dan aku tidak tega jika meninggalkannya seorang diri hingga larut malam." Bukhori seorang pengusaha yang berkecimpung di bidang pakaian sudah berkeluarga dan akan menjadi seorang ayah.
"Datang bersama, pulang juga harus bersama. Aku dan yang lainnya juga akan pulang, membiarkanmu sendiri dan berpikir langkah kedepannya." Mahesa menambahi.
"Ya sudah. Kalian juga punya kehidupan masing-masing. Jangan hiraukan aku, aku akan baik-baik saja disini."
"Jika butuh sesuatu, panggil saja kami ya Ger, kami siap kapanpun !" ucap Qiki.
"Waktu kalian adalah bantuan terbaik untukku. Terimakasih hari ini, kalian ingat kan jalan keluar dari rumahku?" Ucap Gery sedikit tersenyum.
"Ngeledek nih ceritanya?"
"Akhirnya sedikit luntur sikap kakumu, hahaha."
"Sudah, cepat pulang ! Kasian istrimu menunggu di rumah."
Mereka bergegas keluar rumah dan menaiki kendaraan masing-masing, dua avanza, dan tiga sepeda motor vario. Satu avanza dikendarai Fatur dan empat teman SMA Gery satu lainnya dikemudikan Bukhori.
***
#Sebelah rumah
Lisa sampai di halaman rumah dengan muka lesu dan terlihat kurang bersemangat. Ia lepaskan kait pada helm kuning kesayangannya. Pandangannya tertuju pada halaman sebelah rumahnya. Terlihat ramai mobil dan motor yang terparkir.
"Lhoh, rumah itu sudah ada penghuninya sekarang. Syukur deh punya tetangga baru. Jadi nggak berasa sendiri di pojokan desa ini."
Dua avanza dan tiga motor matic terlihat jelas di halaman rumah itu, namun satu mobil terletak di pojokan halaman dan terhalang pohon mangga jika dilihat dari rumah Lisa.
"Semoga dia ramah dan nggak neko-neko. Masuk dulu ah, capek sekali malam ini."
Lisa merebahkan tubuhnya pada kasur, melepas penat dan lelahnya di hari itu. Lisa menepuk pahanya dan memasukkan tangan kedalam saku celana. Ia berhenti sejenak dan meremas benda yang ia simpan dalam saku.
"Aku menyimpan lap lelaki itu. Sebaiknya besok saja aku cuci, aku letakkan di meja dulu supaya tidak kelupaan."
Mulai ia memejamkan mata
"Akhirnya sedikir luntur sikap kakumu, hahahah."
"Sudah, cepat pulang ! Kasian istrimu menunggu di rumah."
Sayup-sayup suara terdengar membangunkan Lisa. Dia segera bangkit dan keluar kamar, ingin mengetahui siapa orang yang menjadi tetangga barunya.
Mulai membuka jendela di ruang tamu dan bermaksud untuk mengintip. Hanya tersisa sebuah mobil yang tak begitu jelas itu mobil merk apa karena terhalang oleh pohon mangga dan terparkir di pojokan yang remang.
"Pasti mereka saudara dari penghuni rumah itu. Tapi kenapa lelaki semua? Apakah dia sudah berkeluarga, ataukah mereka seorang penyuka sesama jenis? Oh no.... tak bisa kubayangkan jika harus berdampingan dengan lelaki macam itu." Pikiran Lisa terbang jauh tak terkendali.
"Astaghfirulloh.. istighfar Lisa. Kamu belum tahu dia, belum mengenalnya. Jangan berpikiran yang tidak-tidak. Possitif thinking aja dulu, siapa tahu memang mereka adalah kerabat atau kawan lama."
Menghela napas panjang
"Ah, kenapa aku jadi kepo begini sih. Sudah malam Lisa, waktunya tidur." Kata Lisa mengingatkan diri sendiri sambil menepuk dahinya.
Lisa kembali ke kamar bergegas tidur dan mematikan lampu. Malam yang sunyi hanya terdengar tiupan angin dan kerikan jangkik menambah tenang suasana sekitar rumah Lisa hingga ia terlelap dalam mimpinya.
## Bab 2 cukup sampai disini, ditunggu update ceritaku besok ya. Apakah apakah yang akan terjadi selanjutnya? Yang tidak pernah terbayang mungkin saja akan terjadi.
Terimakasih untuk kalian yang sudah mau mampir membaca kisah ini . 😊😊😊🙏