webnovel

Chapter 21 Daddy Days

Hari Spesial

Kami berjalan jalan di kampus yang masih berjalan itu, semua mahasiswa tampaknya memiliki jam bebasnya masing masing.

Hingga ketika kami selesai, kami akan kembali lagi ke parkiran. Tapi di lorong, ada seorang Pria dengan pakaian rapi dan juga tanda pengenal yang bertuliskan Kepala Sekolah, melewati kami, tapi dia berhenti berjalan dan menoleh pada kami.

"Permisi kalian!" dia memanggil kami dengan sopan membuat kami berdua sama sama menoleh, di saat itu juga aku merasakan Link terkejut dan langsung menundukkan sedikit badan. "Selamat pagi, Kepala Sekolah."

Aku terkejut ketika dia memanggil Pria tersebut menggunakan nama Kepala Sekolah, memang benar dia Kepala Sekolah, tapi kenapa penampilan nya, seperti Ayah ku, dia memakai jas yang rapi dan tubuh yang bugar, jika dilihat, dia pasti sudah kepala 3 di keluarganya, juga tampak penting. Awalnya tak ada suatu hubungan antara aku dan dia, karena aku sama sekali tak mengenal nya.

Tapi ketika dia tahu namaku, aku langsung terkejut. "Apa kamu, Raina, Putri dari Tuan Cilioen?"

"Ah iya, itu aku," Raina menatap ramah pada kepala sekolah itu.

"Ah, sudah kuduga, tetap cantik seperti dulu... Bagaimana kabar Ayah mu?"

"Ayah ku baik baik saja, hanya saja dia selalu sibuk... Apa Anda kenal Ayah ku, dan aku?" Raina menatap bingung.

Lalu Link yang ada di samping nya menjadi mengatakan sesuatu padanya. "Kepala Sekolah dulunya bekerja sama dengan bisnis Ayah Anda, dia sangat kenal dengan Ayah Anda juga Anda sendiri, Nona Raina..."

"Ah, aku mengerti, untuk ke depan nya, mohon bantuan nya," Raina menatap ramah lagi.

"Tidak perlu begitu, justru ini sangat hebat karena Nona Raina bisa masuk ke kampus ini dengan nilai pengetahuan sendiri, tanpa bantuan Ayah Anda... Biasanya, orang orang di sini, kebanyakan masuk dengan jalur uang, tak sedikit mereka yang bisa masuk dengan jalur pendidikan..." kata kepala sekolah.

"(Ah jadi begitu... Yah, nama nya juga dunia...) Aku mengerti, aku memang tidak berencana memberatkan Ayah ku, aku juga tak mau Ayah menyebutku gadis kecil yang hanya bisa menggunakan uangnya, sekali lagi mohon bantuan nya..." Raina menundukan badan.

"Tidak masalah, ngomong ngomong hubungan Anda dengan Ayah Anda sangatlah erat bukan? Kenapa tidak merayakan hari Ayah besok?"

"Eh, oh iya!" Raina terkejut mendengar itu sambil mengingat di kalender ponsel nya. "(Aku hampir lupa, dua hari lagi adalah hari Ayah.... Aku lupa menyiapkan sesuatu untuk besok... Tapi memang nya, apakah Ayah besok akan pulang?)" ia tampak kecewa.

Hingga ketika sudah selesai melihat lihat kampus, dia pulang di antar Link. Tapi dari tadi, Raina hanya bisa berwajah kecewa membuat Link harus bertanya.

"Apa ada sesuatu yang membuat anda begitu?" tatapnya dengan khawatir.

Raina menghela napas panjang dengan kecewa. "Haiz... Kapan Ayah pulang?" dia mengeluh sambil melepas helmet dan memberikan nya pada Link untuk masuk ke dalam rumah.

Tapi siapa sangka, ada suara memanggil. "Raina..."

Seketika Raina menoleh karena itu adalah Tuan Cilioen.

Raina mendadak berwajah tak percaya bahkan dia melihat ke Link untuk memastikan. "Dia Ayah ku? Bukankah dia sibuk untuk ke depan nya?" tatapnya dengan panik.

"Sepertinya Tuan Besar memutuskan untuk pulang cepat..." balas Link.

Seketika Raina senang dan langsung berlari meninggalkan Link, ia memilih mendekat ke Ayahnya.

"Ayah!!" ia awalnya membuka tangan nya untuk memeluk dan Tuan Cilioen juga bersiap menerima lompatan Raina.

Tapi mendadak Raina berhenti tepat di hadapan Tuan Cilioen membuat nya terdiam. Raina berwajah kesal, dia merubah ekspresi nya dengan cepat dan seketika mendekap tangan nya sendiri dan membuang wajah. "Hmp..." sepertinya dia kesal karena Tuan Cilioen sibuk tanpa memberitahunya.

Tuan Cilioen terdiam, tapi dia masih tersenyum tipis dan membelai kepala Raina. "Sayang, maaf ya, untuk kedepan nya, Ayah bisa pulang setelah bekerja... Jangan marah begitu."

"Hmp... Kapan Ayah tidak akan sibuk?" Raina menatap kesal.

Tuan Cilioen kembali terdiam sebentar lalu menjawab. "Mungkin... Sampai Raina memegang kendali."

"Kenapa harus aku!! Aku sudah bilang aku tak mau melakukan nya..."

"Kalau begitu, untuk pacar mu besok..."

Raina yang mendengar itu menjadi terdiam, lalu menghela napas. "Haiz.... Baiklah, berhenti membahas laki laki..."

"Kalau begitu jangan marah, mari ke dalam, kita habiskan waktu bersama..." Tuan Cilioen menunjuk pintu masuk lalu Raina masuk duluan.

Tapi Tuan Cilioen tak menyusul, dia mendekat ke Link dan Raina tahu bahwa Ayah nya mendekat ke pengawalnya itu. "(Aku tak tahu apa yang akan Ayah lakukan padanya, sebaiknya aku ke dalam duluan...)" dia mencoba menjadi gadis baik tidak ikut campur dan masuk ke dalam duluan.

Dengan langkah kaki berat dan ringan untuk nya sendiri, Tuan Cilioen mendekat sambil menyalakan rokoknya.

Sementara Link sudah keluar dari motor menghadap nya.

"Kenapa tidak membunuh nya?" tanya Tuan Cilioen.

Link hanya diam. "(Aku tahu, dia bertanya itu... Dia memiliki keraguan besar soal aku yang akan membunuh putrinya karena banyak orang yang ingin membunuh putrinya, tapi aku tidak akan melakukan nya meskipun aku ingin...)"

"Kau tahu bukan, aku membiarkan mu untuk membunuh nya?" tatap Tuan Cilioen dengan datar.

Tapi Link hanya diam. "(Meskipun kau membiarkan ku membunuhnya, tapi aku tahu kau hanya menguji seseorang seperti ku, jika aku membunuhnya, aku juga akan tahu dampak nya di sini... Putri kesayangan yang tidak boleh di gunakan dengan hal yang salah, dia memang mengatakan itu pada orang seperti ku tapi tidak orang seperti putrinya...)"

Link hanya diam hingga Tuan Cilioen yang bicara terus menerus sampai dia mengakhirinya. "Kedepan nya, biarkan aku yang menemani putriku sendiri, tugas mu akan kembali saat dia masuk ke kampus nya..."

Link mengangguk dengan diam. "(Sebentar lagi Putrinya akan lulus, dia memiliki beberapa waktu untuk menemaninya, tapi sebelum itu, aku tak tahu siapa yang akan duluan menemani putrinya...)"

Sementara itu Raina sudah membersihkan dirinya dengan mandi dan langsung duduk di sofa depan televisi, dia kembali menghela napas panjang. "(Aku tidak percaya Ayah tidak akan sibuk lagi.... Dia pasti akan pergi lagi... Meskipun begitu, dia juga berusaha meluangkan waktunya...)" ia kembali kecewa, tapi ia ingat soal dua hari lagi dimana ada hari Ayah.

"(Sebaiknya aku memikirkan bagaimana besok aku memberikan sesuatu untuk Ayah.... Aku tahu dia pasti mengharapkan sesuatu... Apalagi setelah sikap ku yang jahat padanya....)"

Kemudian terlihat Tuan Cilioen datang dan melihat Raina yang duduk memikirkan sesuatu, lalu dia datang mendekat membuat Raina menoleh.

Tuan Cilioen mendekat dan duduk di samping nya, dia memegang bahu Raina dan turun memegang pinggang nya untuk membuat Raina mendekat padanya. "Apa yang kau pikirkan, sayang?" tanya Tuan Cilioen.

Raina hanya diam dan kembali menghela napas panjang. "Tidak, tidak ada... Hanya saja.... Soal hari Ayah besok..." gumam nya.

Tuan Cilioen yang mendengar nya menjadi terdiam. "Oh... Itu... Sebenarnya sederhana saja jika kau ingin memikirkan nya..."

"Ada apa memang nya? Memang nya Ayah mengharapkan apa?"

"Mungkin bisa dilakukan seperti setiap hari kan? Seperti Ayah mengantar mu ke sekolah, sebelum itu kita juga bisa sarapan bersama. Lalu setelah itu Ayah menjemputmu, setelah itu pun kita bisa berjalan jalan sampai Raina puas..." tatap nya dengan sederhana.

Lalu Raina tersenyum senang dan mendekat bersandar. "Ayah... Jika memang itu bisa mengisi hari itu, aku juga akan melakukan nya dengan sepenuh hati, jika Ayah juga berjanji tidak sepenuhnya sibuk..."

"Ya, Ayah akan usahakan juga...."

"(Setelah itu, kami menghabiskan waktu malam bersama yakni menonton televisi hingga tertidur di ranjang bersama.)"

Hari berikutnya, Tuan Cilioen seperti biasa, mengantarkan Raina ke sekolah menggunakan mobilnya.

Ketika mobil berhenti, Raina menoleh. "Terima kasih Ayah, aku sayang Ayah," dia mencium pipi Tuan Cilioen sebelum keluar dari mobil. Lalu Tuan Cilioen tersenyum kecil dan mendekat pada Raina. Mencium kening nya dan juga pipinya.

"Nikmati hari mu, sayang..." tatap Tuan Cilioen lalu setelah itu, Raina berjalan masuk ke sekolah itu.

"(Setelah ini, pulang sekolah.... Aku bisa jalan jalan bersama Ayah hehe...)" ia tampak senang sendiri berjalan di pagi itu ke sekolah.

Di sana ada yang kebetulan mendekat padanya dan langsung memanggilnya. "Mbak Raina!" dia memanggil Raina seolah oleh Raina lebih tua darinya. Raina menjadi langsung menoleh dan rupanya benar, tampang Gadis itu seperti dia yang masih kelas satu SMA.

"Oh halo~" Raina membalas dengan ramah.

"Mbak Raina, salam kenal, aku dari kelas 1-A, ingin bertemu dengan mu... Sudah lama aku ingin dekat dengan Bunga Sekolah."

Raina yang mendengar itu menjadi sedikit terkejut dan tertawa pelan. "Ah, tapi, banyak yang mendekatiku... Kenapa kamu tidak ada di antara mereka yang selalu dekat dengan ku dengan ramainya?"

"Itu karena aku ingin sendirian saja mengenal mu, oh iya, nama ku Miksa."

"Ah senang bertemu dengan mu," Raina membalas dengan senyuman.

"Oh iya, Mbak Raina, aku juga ingin bertanya sesuatu... Satu bulan lagi adalah kelulusan kelas 3 dan Mbak Raina termasuk ke dalam nya, berapa umur Mbak Raina sekarang?"

"Hehe, aku hampir 18 tahun, aku yang paling muda di angkatan ku."

"Itu bagus, apa Mbak Raina ingin ke Universitas lain?"

"Eh tentu, kenapa bertanya seperti itu? Aku jelas akan kuliah, kemarin aku sudah menghadiri open campus nya."

"Wah keren... Aku hanya ingin tahu tempat mana yang ingin Mbak Raina tempati karena aku juga ingin bersama Mbak Raina di kampus yang sama."

"Oh, hahaha... Soal itu, kamu bisa ada di kampus ini," Raina mengeluarkan ponsel nya dan menunjukan nama kampusnya.

Tapi tiba tiba Miksa terkejut melihat itu. "I... Itu.... Itu... Itu kampus yang sangat mahal bagi ku... Belum lagi jika pakai jalur mandiri...." tatap Miksa yang seperti baru kena mental.

"Eh, tapi jika prestasimu bagus, kamu bisa masuk ke sana tanpa biasa apapun..."

"Haiz.... Aku sadar diri, aku tidak sepintar Mbak Raina, apalagi dari keluarga kaya...."

"Aduh, jangan begitu, jangan putus asa... Meskipun kamu memiliki penilaian buruk tentang dirimu sendiri, kamu harus berpikir bahwa masih banyak peluang lain... Hanya perlu semangat belajar..." Raina menatap.

"Wah terima kasih, kalau begitu aku kembali ke kelas dulu," dia membungkukkan badan lalu berjalan pergi.

Raina hanya tersenyum memandang nya pergi lalu kembali melanjutkan jalan nya untuk ke kelas.