webnovel

Kisah Putri SANG KIAI

Season 1. Muhammad Barrak, pergi dari rumah karena merasa malu, sebagai putra Kiai dia tidak berguna dan hanya membuat kedua orang tuanya malu. Dia pergi dari rumah dengan dua tujuan, satu memperbaiki diri, dua supaya perjodohannya gagal. Apakah rencananya berhasil? Season 2. Chafiya Afrin Zahraya, adalah putri dari Barrak dengan istrinya tercinta, nama yang memiliki arti orang yang diperhatikan serta ramah, berani dan memiliki karakter yang kokoh. Gadis bercadar ini adalah motivator para pencari Tuhan juga penulis novel Religi. Suatu ketika dia terpesona oleh pemuda bernama Adib, yang tidak lain adalah santri dari Abah yang sudah menjadi Ustadz. Selain itu, editor Faris Hamzah juga sangat ambisius untuk mendapatnya. Namun, pemuda yang memikatnya adalah santri dari sang Abah. Gadis bercadar ini harus meredam perasaannya dalam-dalam, karena sang Abah memilih putra sahabatnya, pemuda yang tidak lain adalah dokter muda, anak dari seorang dokter ternama di Jakarta. Putra dokter itu bernama Muhammad Alif Raffa, pemuda tampan namun juga terkenal sering keluar masuk penjara akibat narkotika, walaupun dia seorang dokter. 'Aku meredam perasaanku, karena Abah. Semoga Allah memberikan jalan terbaik ketika aku memantapkan hati dan bersedia menikah dengan Mas Alif, karena aku ingat kisah cinta Abah dan Umi.' Bagaimana kisah putri Kiai ini? Apakah dia bisa jatuh cinta kepada Alif, yang memiliki kebiasaan buruk? Semoga menikmati cerita ini. Hanya di Kisah Putri Sang Kiai.

Ririnby · 历史言情
分數不夠
228 Chs

Istikharahku Belum Terjawab

Hari sudah berganti, warna gelap pun menggantung dilangit, taburan bintang bersebaran dengan kelipnya yang terlihat kecil dari bumi.

Kedua saudara itu duduk diserambi masjid setelah mengaji kitab Tafsir jalalain terjemah Alquran, setelah beberapa santri buyar, kedua adik kakak ini berbaring menikmati dinginnya malam dengan angin yang berhembus sedang.

"Gus, aku tadi mau kembali namun tidak jadi," pengakuan Sofil membuat Fatih duduk karna terkejut. "Tidak usah waw Gus, bagaimana lagi, untungnya tidak jadi. Jangan bahas itu, bagaimana kapan ke Pasuruan?"

"Aku belum menemukan jawaban dari istikharahku, aku menanti petunjuk dari Allah SWT, namun tidak kunjung datang. Eh Fil, kamu tau tidak sama Neng Ainun? Pernah lihat? Pernah kenal?" tanya Fatih berurutan.

"Tau, dia berninja."

"Apa maksudnya?

"Bercadar, aku saranin sama Bilqis saja Gus, sudah jelas wajah cantiknya, tapi Neng Bilqis sering juga bercadar. Eh malah bercadar tapi aku pernah mengintip dari tirai saat Umi membuka cadarnya. SubhanaAllah ... Benar-benar rael bidadari surga didunia," ujar Sofil terus memuji Bilqis.

"Kamu ini ... " keluh Fatih, kedua pemuda tampan itu melihat mobil Inova hitam masuk, dan diparkirkan didepan rumah Kiai Fattah.

"Duh si ninja datang," keluh Sofil melarikan diri, Fatih berdiri.

"Apa Ainun? Sofil, Sofil. Astagfirullah ... Bukan ahklak yang dilihat namun selalu kecantikan dasar adikku," ujar Fatih lalu berdiri menyambut tamu.

"Assalamualaikum," sapa Fatih, keluar seseorang mengenakan baju batik dan sarung hijau tua.

"Wa'alaikummusalam, lho ... Fatih ya?" tanya Kiai itu Fatih mengangguk lalu memberi hormat ta'dim dengan mengecup punggung tangan Kiai tersebut. Setelah dua menit keluar dua wanita paruh baya, dan satu pemuda. Fatih mengamati.

"MasyaAllah ... SubhanaAllah ... Gus Reza kan?" tanya Fatih, Gus itu mendekat dan memeluk Fatih.

"Lama tidak bertemu, lima tahun lo Gus, dimana Gus kece? Astagfirullah, maksudnya Gus Sofil," jelas Gus Reza, Fatih tertawa.

"Silahkan, silahkan," Fatih mempersilahkan,mereka masuk kecuali Reza. Saat Fatih mengajak masuk Reza malah menarik tangannya. Mereka duduk diserambi Masjid.

"Alhamdulillah disini saja adem, nantilah sowan ke Kiai Fattah sudah sering telpon," jelas Gus Reza, Fatih mengangguk dan tersenyum, "Aku ini berkali-kali berbincang dengan Gus kece tapi belum melihat wajahnya, kan penasaran," imbuh Gus Reza.

"He he he, maklum Gus dia seperti ninja mudah ada mudah hilang," ujar Fatih.

"Lha Gus sudah akan menikah? Aku dengar-dengar sudah lampu kuning antara Gus dan Neng Bilqis, maklum sepupu jadi tahu," jelas Gus Reza.

"Aku harus jawab bagaimana Gus? Ya semoga kalau jodoh semakin didekatkan, kalau belum ya tunggu lain, Gus sudah menikah?" tanya Fatih, Gus Reza tertawa kecil.

"Alhamdulillah anaknya melimpah ada ratusan, istrinya tetap satu, sedang hamil makanya tidak ikut dirumah bersama Ainun. Kemarin itu Kiai Fattah menanyakan Ainun sepertinya Abahku setuju mentaarufkan keduanya, namun Gus kece sepertinya menghindar,"

"He he he, Sofil memang seperti itu belum serius, tapi jika Abah memaksa ya bisa jalan Gus, IngsyaAllah, Biidnillah, masih ada kemungkinan, apa yang tidak mungkin," ujar Fatih, memandang luasnya langit hitam.

"Betul Gus, seperti aku dulunya nolak-nolak saat dijodohkan sampai lari ke Mesir karna hal itu. Dan akhirnya kita bertemu disana di situs bersejarah Masjid Muhammad Ali, MasyaAllah rencana Allah benar indah,"

"Lalu sekarang? Menyesal tidak akan pernikahan yang dijodohkan? Atau pernikahan tanpa cinta?" tanya Fatih memandang pemuda berkumis tipis itu.

"He he he, lucu Gus ini. Ya menyesal sih ada kenapa aku harus kabur ke Messir, kalau sudah mengerti akan nikmatnya indahnya sebuah pernikahan karna Allah sudah tidak mau lagi rasanya jauh-jauhan, selalu tertekan rindu Gus. Dan soal cinta itu bisa diproses sering dengan waktu. Karna cinta adalah sebuah perhatian kecil yang selalu hadir setiap saat, dan aku terhanyut akan kehadirannya, melihatnya yang selalu sibuk dibapur, menyetrika, bebersih dan lainya, bukan rasa iba melainkan kasih sayang. Apalagi tau hamil begini, dia hati kecilku terharu, dia berjuang dan akan menjadi sosok Ibu bagi anak-anak kita nantinya, saat berpikir panjang seperti itu para pria pasti tidak akan ada niatan untuk berbagi kewanita lain. Jadi ketika istriku hamil akan ku abadikan hingga dia nantinya tidak menyesal karna telah memilihku sebagai suaminya.

Seperti filosofi dari Gus Baha. Seberapa besar pengorbanan yang ia lakukan, maka dari situlah kita akan tahu betapa besar cintanya kepadamu. Aku menghayati kalimat itu, agar aku tau istriku berjuang, dan aku berusaha supaya tidak membuatnya sedih. Seperti ini pula kata Gus Baha.

Cinta ialah sebuah pupuk yang dapat menyuburkan segala rasa tandus pada hati.

Allah akan mengganti semua luka yang pernah engkau rasakan dengan kebahagiaan yang tak pernah terduga. Terkadang, mungkin Allah membuat hamba-Nya merasa kecewa, namun percayalah Ia hanya ingin engkau kembali berharap hanya kepada-Nya. Hal itu penting agar kita kita selalu bersyukur dan tidak mengeluh. Jadi bagaimana Gus siap menikah?" tanya Gus Reza, Fatih tersenyum.

"Ya jadi, tapi tidak tau kapannya, mungkin juga aku akan memakai ilmu ninja, seperti Gus yang ke Mesir tanpa tujuan pasti," ledek Fatih, Gus Reza tertawa kecil.

"Palingan kalau Gus kabur dan terbang kesana akan tersiksa rindu. Ini kesempatan Gus, banyak lo yang mengidam-ngidamku sepupuku itu, sayangnya Pakde selalu menolak ya karna alasan Neng Bilqis mazih kuliah, tapi kurang tiga bulan lagi sudah selesai. Beda sama Ainun suka seperti ninja, gampang ada gampang hilang, maklum dia sangat suka berfilosofi, apalagi kalau ada pertemuan dengan Cak Nun, Ainun Najib favoritnya pokoknya. Aduh aku banyak omong ya Gus," sadar Gus Reza, Fatih tertawa kecil.

"He he he, ya hiburan Gus, aku memang tidak sekece Sofil, Sofil itu ramah tamah dengan siapapun, bisa bergaul dengan siapapun, apalagi pengalamannya, bikin tertawa. Oh ya Gus," Fatih ingat sesuatu, Gus Reza melihatnya.

"Kunaon?" tanya Gus Reza mengerutkan kening.

"Aku masih belum menyelesaikan studi, apa kira-kira Neng Bilqis bisa menunggu? Kalau seumpama jadi,"

"Yang penting sudah diikat dijari manis Gus," jawab santai Gus Reza, "Maksudnya tunangan biar tidak ada Gus lain atau pemuda lain yang menanyakannya. Gitu lo ..." jelas Gus Reza.

"O, ya lihat saja nanti bagaimana Allah memberi isyarah soal aku dan Neng Bilqis. Gus lihat kita asik ngobrol sampai keluarga Gus sudah pamit," ujar Fatih berdiri.

"Alhamdulillah, Yai ... Afwan saya berbincang dengan Gus Fatih karna baru ketemu," jelas Gus Reza lalu sungkem (mengecup tangan) Kiai Fattah tertawa kecil.

"Saling mengenang saat pertemuan dk Mesir?" tanya Kiai Fatah, Fatih dan Reza tersenyum dan mengangguk.

"Iya, Alhamdulillah, lain kali berbincang lagi Gus. Kiai saya pamit, Assalamualaikum," pamit Gus Reza mereka bersalaman.

"Wa'alaikumsalam, hati-hati Yai," Fatih menutupkan pintu Kiai, Abah Gus Reza mengangguk. "Kamu juga hati-hati," pesan Kiai, yang lain masuk mobil dan berlalu begitu saja.

Bersambung.