webnovel

Akhir Pekan Pertama di Tokyo (3)

Pagi yang cerah.

Di akhir pekan, aku bangun dengan sendirinya tanpa alarm agar mendapatkan waktu tidur sesuai yang diperlukan tubuhku. Seperti biasa, habis bangun langsung merapikan tempat tidur, meregangkan tubuh, mencuci muka, dan olahraga kecil. Setelah itu barulah masak untuk sarapan.

Hari ini sudah hari Minggu. Aku berjanji akan keluar dengan Hiroaki hari ini, pukul 11 siang. Sekarang baru pukul 9 pagi, masih ada waktu untuk bersantai-santai. Membaca merupakan salah satu cara terbaik untuk mempercepat waktu berjalan. Kuambil novel yang kupinjam dari perpustakaan sekolah, kuletakkan di meja dan kubaca. Satu per satu halaman novel ini kubaca sampai membuatku masuk ke dunia sastra. Sama sekali tidak merasakan apa-apa di sekitarku. Saat ini aku sedang dalam keadaan membaca dengan konsentrasi tinggi. Aku memiliki ritme dalam membaca, apakah itu buku pelajaran sekolah, novel, ataupun komik. Kubalik satu per satu halaman, lagi dan lagi. Kesadaranku kembali saat punggungku terasa pegal karena telah duduk dalam waktu yang lama.

Kulihat ponselku yang berada di atas meja ini. Ada pesan dari Hiroaki di LINE.

[Amamiya. Jangan lupa, pukul 11 aku tunggu di Hachiko. Kamu tahu tempatnya, kan?]

[Baiklah. Sepertinya aku tahu. Akan kutelepon kalau aku tersesat.]

[Oke. Sampai nanti.]

Uwa, ternyata sudah pukul 10.15 dan aku masih belum bergerak sedikitpun. Lebih baik kucukupkan dahulu membaca novel ini dan bersiap-siap untuk menemui Hiroaki di Shibuya. Aku segera mengganti pakaianku dengan pakaian bebas. Celana panjang hitam, baju kamus berwana putih dengan blazer hitam, ditambah dengan sepatu berwarna hitam-putih. Karena masih terasa suasana musim semi, aku memakai pakaian seperti ini. Aku suka memakai blazer. Mungkin alasan lain aku mencoba ujian masuk Keiyou-kou karena seragamnya berupa blazer berwana hitam yang terlihat keren.

Setelah mengecek semua pintu telah terkunci dengan baik, aku segera turun dari lantai lima apartemen ini dan berjalan ke arah kota yaitu Shibuya, tempat patung Hachiko berada.

Hachiko, seekor anjing yang berjenis Akita, yang mati karena menunggu kepulangan majikannya. Saat itu, Hachiko menunggu kepulangan majikannya yang bekerja di Universitas Tokyo. Tapi, majikannya meninggal karena terkena serangan jantung sebelum sempat pulang ke Shibuya. Hachiko terus menunggu majikannya, walaupun majikannya telah tiada, selama sembilan tahun. Untuk mengenang dan menghormati sosok Hachiko, dibuatlah patung Hachiko di depan Stasiun Shibuya.

Aku sendiri belum pernah melihatnya langsung. Jadi, sedikit menantikannya. Aku terus berjalan menyusuri trotor sambil melihat petunjuk arah hingga akhirnya aku tiba di Stasiun Shibuya. Selanjutnya, kucari di mana patung Hachiko berada. Patung itu ternyata terletak di pintu keluar Stasiun Shibuya, seperti memperlihatkan kalau anjing itu sedang menunggu kepulangan majikannya.

Patung Hachiko sendiri menjadi populer sebagai lokasi wisata dan tempat untuk berkumpul. Pantas saja Hiroaki memilih tempat ini untuk bertemu. Tempatnya juga mudah dicari.

Aku tiba sedikit lebih cepat daripada waktu yang dijanjikan. Ya, tidak apa-apa. Sudah menjadi norma untuk datang lebih awal jika berjanji.

Banyak orang yang berkumpul di patung Hachiko ini. Seperti yang diharapkan dari tempat yang populer. 10 menit lagi pukul 11, aku hanya berdiri sambil melihat ke arah pintu keluar Stasiun Shibuya. Detik demi detik dan menit demi menit berlalu. Kulihat Hiroaki keluar dari arah pintu keluar Stasiun Shibuya. Dia memakai celana jeans panjang berwarna biru kehitaman dan memakai jaket hoodie berwarna biru.

Hiroaki menyadari kehadiranku di patung Hachiko dan segera melangkahkan kakinya ke sini. Ternyata dia memakai kacamata dengan frame hitam. Kupikir dia hanya mengenakan kacamata saat di sekolah saja, ternyata tidak.

"Yo, Amamiya. Cepat juga kamu datang."

"Yo, Hiroaki. Bukannya datang lebih awal sudah menjadi keharusan kalau sudah berjanji?"

"Ahaha, benar juga." Hiroaki mengambil ponselnya dari kantong celananya, lalu menambahkan, "Aku tepat waktu kalau begitu."

"Um, ya. Jadi, ke mana kita sekarang?"

"Hm… Apa kamu sudah pernah ke Akihabara?"

"Tentu saja belum. Ini juga pertama kalinya aku ke Shibuya. Hampir saja tersesat tadi."

"Kalau begitu, ayo kita jalan-jalan di Shibuya dulu. Terus ke Akiba."

"Baiklah. Kuserahkan padamu, Hiroaki."

"Ya, serahkan padaku. Ayo kita ke Center Gai dulu."

"Center Gai?"

"Ikut saja. Ayo"

"Baiklah."

Aku dan Hiroaki pergi meninggalkan Patung Hachiko menuju lokasi yang dinamakan Center Gai. Kami melewati persimpangan Shibuya yang terkenal dengan keramaian orangnya dalam menyeberang. Kami berbaur dengan orang-orang di sini sambil menunggu lampu hijau untuk menyeberang. Saat lampu berubah menjadi hijau, kerumunan orang-orang ini menyeberangi jalan. Cukup padat. Aku mengikuti Hiroaki dari belakang hingga pandanganku tertuju ke gedung QFRONT yang sangat besar dan tinggi. Pemandangan di kota memang hebat. Penuh dengan gedung-gedung tinggi dan besar.

Hiroaki menuju jalan di antara Gedung QFRONT dan Toko Buku Tanseido. Jalan ini terbentang dari persimpangan Shibuya. Begitu banyak orang-orang di sini yang hampir membuatku kehilangan arahnya Hiroaki. Aku yang penasaran bertanya ke Hiroaki yang dari tadi dengan santainya berjalan. Apa dia lupa kalau aku pertama kali ke sini?

"Hey, Hiroaki, Center Gai itu di sini? Begitu banyak toko di sini, juga banyak sekali orang."

"Iya. Daerah pertokoan ramai yang terbentang di area ini yang panjangnya sampai 300 meter. Bisa kamu lihat kalau ada bermacam-macam toko, tempat karaoke, restoran, dan sebagainya. Tempat ini sangat populer."

"Oh, begitu ya. Padat sekali di sini ya."

"Tentu saja, karena populer. Dan Amamiya, kenapa kamu tidak tahu tempat ini?"

"Um, ya, mungkin karena aku anak desa?"

"Kenapa kamu malah bertanya kepadaku?"

"Bercanda. Jadi, ke mana kita sekarang?"

"Mm... Keliling saja dulu. Kamu baru pertama kali ke sini, kan?"

"Benar juga. Baiklah kalau begitu."

Kami lanjut melangkahkan kami kami menyusuri jalan di Center Gai ini. Ada banyak sekali toko, dari toko pakaian, toko sepatu, toko jam, toko obat, restoran, kafe, mini market, tempat karaoke, dan lainnya. Segala kebutuhan mungkin ada di sini. Tidak, pasti ada semua. Aku terus mengikuti Hiroaki yang terkadang aku sendiri lupa kalau bersama dengannya karena kawasan ini dipenuhi lautan manusia. Terlebih lagi ini hari Minggu. Wajar seramai ini.

Kami belok kiri, belok kanan, seakan-akan memutari Center Gai. Tapi, sebenarnya apa yang mau Hiroaki lakukan? Dari tadi kami hanya putar-putar. Apa dia cuma ingin menunjukkan betapa hebatnya kawasan ini? Berdasarkan pengamatanku saat tiba di sini, memang kawasan ini sangat hebat. Mungkin aku bisa pergi sendiri ke sini lain waktu.

Setelah belasan menit kami berjalan, walaupun hanya memutari tempat ini, lewat kiri, lewat kanan, seperti kembali ke tempat awal kami berjalan walaupun aku tidak tahu juga itu. Kami tiba di depan bioskop. "Amamiya, ayo nonton film," kata Hiroaki sambil melihat ke arahku yang berada di belakangnya.

Nonton film, ya? Bukan ide yang buruk. Kami juga masih punya banyak waktu. Lagi pula juga hari Minggu, bersenang-senang saja terus sampai puas. Besok sudah mulai sekolah. Um, Um.

"Film, ya? Kira-kira ada film yang bagus? Aku belum pernah ke bioskop sebelumnya."

"Serius?Kalau begitu, ini yang pertama. Ayo kita masuk saja dulu."

"Baiklah."

Aku mengikuti Hiroaki masuk ke bioskop. Kulihat ada beberapa poster dari film yang akan diputar di bioskop ini. Hiroaki sedang memasang wajah serius sambil melihat daftar film yang akan diputar. Sepertinya dia sedang menyeleksi film mana yang akan kami nonton.

"Hey, Amamiya. Apa kamu tidak keberatan kalau kita nonton film ini saja?" Hiroaki menunjukkan ke poster film yang berjudul "The Millionaire."

"Ya, tidak masalah bagiku. Tentang apa filmnya?"

"Mm… film ini tentang seorang anak laki-laki yang menjadi jutawan karena memenangkan acara quiz."

"Sepertinya menarik. Itu aja. Pukul berapa mulai filmnya?"

"11.30, sebentar lagi."

"Oke. Langsung saja beli tiket."

"Yosh."

Kami pergi menuju ke arah konter bioskop, mengantre, dan membeli tiket untuk menonton film "The Millionaire" yang akan dimulai sebentar lagi. Hiroaki juga membayar tiketku. Nanti tinggal kuganti saja. Hiroaki menyuruhku pergi masuk duluan, sepertinya dia ingin membeli sesuatu, seperti tidak bertanggungjawab. Seharusnya dia menunjukkan jalan masukknya kepadaku. Aku ini kan orang baru. Ya ampun. Apa boleh buat. Aku pergi sendiri menuju tempat pemutaran film The Millionaire. Aku menyusuri lobi bioskop, masuk dan duduk ke tempat yang sesuai seperti yang ditulis di tiket.

Tidak lama kemudian, Hiroaki tiba dan duduk di sampingku sambil membawa dua minuman. Sepertinya minuman bersoda. Kulihat ke arah orang-orang yang berada di sekitarku, mereka bahkan membawa popcorn. Um, ya, minuman soda juga mengandung glukosa, jadi cukup untuk menunda lapar. Lagian juga kami sepertinya akan makan siang setelah nonton film.

"Ini Amamiya." Hiroaki memberikan minuman kepadaku.

"Terima kasih. Berapa?"

"Apanya?"

"Hah, tentu saja tiket dan minuman ini. Berapa yen?"

"Ah, ngga usah. Hari ini kutraktir kamu, Amamiya."

"Tidak bisa. Hiroaki, kamu bilang kemarin cuma traktir makan siang. Ini bukan makan siang."

"Gak usah, gak usah." Hiroaki menolaknya dengan tegas.

"Kalau begitu, terima kasih."

"Gitu dong. Ah, sudah mau mulai."

Hiroaki terus menolak saat aku ingin membayar tiket dan minuman ini. Walaupun kuterima, aku janji pada diriku sendiri kalau kebaikannya hari ini akan kubalas suatu hari nanti.

Lampu ruangan dimatikan, terasa gelap, tapi diterangi oleh cahaya dari layar film di depan kami. Film "The Millionaire" segera dimulai.