Hari-hari berlalu, dan meskipun Zara berusaha tetap fokus pada pekerjaannya, pikirannya selalu kembali pada Dylan. Ada banyak hal yang belum bisa dia ungkapkan, tapi entah kenapa, dia merasa bahwa hubungan ini berjalan dengan cara yang berbeda—seperti sebuah permainan tak terduga. Mungkin karena semua ini dimulai dengan obrolan santai dan kebetulan, dia merasa sulit untuk menerima kenyataan bahwa perasaan ini mungkin bisa berkembang menjadi sesuatu yang lebih serius.
Di sisi lain, Dylan juga merasa kebingungan. Dia tahu dia mulai menyukai Zara, tapi kadang-kadang ada perasaan cemas yang datang begitu saja. Dia takut jika hubungan ini berakhir buruk, seperti hubungan lainnya yang pernah dia jalani. Namun, ada sesuatu dalam diri Zara yang membuatnya ingin bertahan, meskipun dia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Suatu sore, saat Zara sedang menikmati secangkir teh di teras rumah, ponselnya berdering. Itu adalah pesan dari Dylan.
Dylan: "Zara, ayo makan malam bareng malam ini. Gue nggak mau cuma ngobrol lewat pesan lagi."
Zara tersenyum membaca pesan itu. Mungkin ini adalah kesempatan untuk mendalami perasaan mereka lebih jauh. Dia membalas pesan itu dengan cepat.
Zara: "Oke, gue tunggu. Tapi jangan bikin gue makan di tempat yang aneh-aneh, ya!"
Dylan: "Tenang aja, kali ini gue nggak akan bikin lo ketakutan. Gue janji, tempatnya nyaman kok."
Zara pun merasa sedikit lega, meskipun perasaan antisipasinya semakin besar. Dia merasa cemas, tapi juga senang. Malam itu, mereka bertemu di restoran kecil yang tenang di pinggir kota, tempat yang sering mereka lewati namun jarang mereka kunjungi.
Saat Dylan datang, Zara sudah menunggu di meja yang terletak dekat jendela besar. Dikenakan pakaian santai, Dylan tersenyum lebar saat melihat Zara. "Akhirnya kita bisa duduk bareng dengan tenang," katanya.
Zara hanya mengangguk sambil tersenyum kecil. "Iya, gue harap lo nggak bakal nyebelin malam ini."
Dylan tertawa. "Jangan khawatir. Gue janji, lo bakal nyaman kok."
Mereka berbincang dengan santai tentang berbagai hal—dari pekerjaan, hobi, hingga hal-hal konyol yang terjadi di sekitar mereka. Meski obrolan mereka ringan, Zara merasa bahwa malam ini terasa berbeda. Ada perasaan hangat yang mulai tumbuh dalam hatinya, tetapi dia masih merasa ragu. Mungkin karena kenyataan bahwa hubungan ini baru saja dimulai, dan dia tidak tahu apa yang akan datang selanjutnya.
Saat makan malam selesai, Dylan mengajak Zara untuk berjalan-jalan di taman dekat restoran. Suasana malam yang tenang dengan cahaya rembulan membuat mereka berdua merasa lebih dekat. Mereka berjalan berdampingan, tidak banyak bicara, namun ada kenyamanan yang terasa di antara mereka.
Tiba-tiba, Dylan berhenti berjalan dan menatap Zara dengan serius. "Zara, ada sesuatu yang pengen gue tanyakan," katanya dengan suara lembut.
Zara menatap Dylan, sedikit terkejut. "Apa?" tanyanya, dengan sedikit cemas.
Dylan menarik napas panjang sebelum akhirnya berkata, "Lo pernah mikir nggak, kalau hubungan kita bisa berkembang jadi sesuatu yang lebih serius?"
Zara terdiam. Pertanyaan itu datang begitu mendalam dan jujur, membuatnya terkejut. "Gue... gue nggak tahu. Tapi gue juga nggak mau terburu-buru, Dylan."
Dylan mengangguk, tampaknya memahami. "Gue ngerti kok. Gue juga nggak mau bikin lo merasa tertekan. Tapi, gue cuma pengen lo tahu, gue suka sama lo. Gue serius, Zara."
Zara menatap mata Dylan yang penuh harapan. Ada sesuatu dalam cara dia berkata itu yang membuat hatinya berdegup kencang. Tapi di sisi lain, dia masih merasa ragu. Bagaimana jika semuanya berubah nanti? Bagaimana jika dia akhirnya terluka lagi?
"Dylan, gue... gue nggak tahu harus gimana. Gue senang sama lo, tapi gue takut kalau kita terlalu cepat nyemplung ke dalam hubungan ini."
Dylan tersenyum, dan dengan lembut menggenggam tangan Zara. "Gue ngerti. Gue nggak mau lo merasa terbebani. Kita bisa ambil pelan-pelan. Yang penting, kita jujur satu sama lain."
Zara merasa sedikit tenang mendengar kata-kata Dylan. Mungkin dia benar. Mungkin mereka bisa mengambil langkah-langkah kecil, pelan-pelan. Tidak perlu terburu-buru.
Saat mereka melanjutkan langkah mereka di taman, Zara merasa ada sesuatu yang berbeda. Perasaan yang semula penuh kebingungan, kini terasa sedikit lebih jelas. Dia masih takut, tetapi dia merasa nyaman dengan Dylan, dan itu sudah cukup untuk membuatnya melangkah lebih jauh.
Malam itu, setelah mereka berpamitan, Zara berjalan pulang dengan perasaan campur aduk. Ada kebahagiaan yang mulai terasa, tetapi juga keraguan yang tidak bisa dihindari. Namun, dia tahu satu hal—ini adalah awal dari sesuatu yang baru. Apakah dia siap untuk melangkah ke dalamnya? Hanya waktu yang akan menjawab.
Namun, meski ketidakpastian masih ada, Zara merasa lebih siap untuk menghadapi apa pun yang datang selanjutnya—selama Dylan tetap ada di sampingnya.