Kendaraan suv milik Kenny akhirnya berhenti di depan gerbang sekolah. Aland dan Audy segera turun dari mobil. Tanpa pamit keduanya langsung berlari memasuki gerbang sekolah. Sebelum pergi meninggalkan kedua bawahannya, Aland lebih dulu memberi tatapan peringatan.
Pemuda itu memang sengaja berlari sambil menggengam tangan Audy. Supaya ia bisa mengalihkan perhatian saudara kembarnya. Kenny dan Rio hanya bisa pasrah menerima perlakuan atasan mereka. Karena kedua pemuda tersebut sangat memahami sikap over protektif yang dimiliki oleh Aland terhadap Audy hanyalah ingin melindungi sang adik.
Kenny menghembuskan nafas dengan keras. Berusaha mengurangi sesuatu yang mengganjal di dalam hatinya. Disisi lain, Rio mencoba menghibur dengan cara menepuk pelan pundak kekasihnya. Ya, keduanya adalah sepasang kekasih. Katakan saja mereka gila, tetapi Kenny maupun Rio tidak ingin membohongi diri sendiri.
Semua adalah kesalahan mereka berdua yang tidak bisa mengendalikan diri, saat berada di kediaman keluarga Smith. Hingga akhirnya, Audy memergoki kedua pemuda tersebut sedang berciuman di ruang tamu. Rasa bersalah terus dirasakan oleh Kenny dan Rio. Namun, semuanya telah terjadi.
"Sebaiknya kita segera kembali, sebelum Bos mengetahui kalau kita masih berada di sini." usul Rio dengan kepala dingin.
"Ya, kau benar." jawab Kenny singkat.
Kemudian Kenny menyalakan mesin mobilnya. Ia melajukan kendaraannya perlahan menuju ke perusahaan tempat mereka bekerja. Karena masih banyak pekerjaan yang harus diurus. Mengingat jaringan perusahaan terserang virus tidak di kenal. Hingga membuat cacat game yang telah susah payah mereka ciptakan.
***
Sementara itu...
"Ihh, lepas! tidak usah dianter sampai ke kelas." pinta Audy dengan wajah cemberut.
"Tidak mau! Pokoknya aku mau mengantar sampai depan kelas, kalau perlu sampai bangku sekalian." kekeh Aland.
"Ehh, tunggu Land! Jam segini kok masih pada berkeliaran?" tanya Audy merasa bingung.
"Mungkin si komo lewat! Atau lagi rebutan sembako gratis!" celetuk Aland secara asal dengan wajah datar.
"Serius Land! Bentar ya." sambung Audy yang memiliki rasa penasaran cukup tinggi.
Gadis itu langsung menghentikan salah satu siswi yang sedang berjalan melewati dirinya. Ia mencoba menahan salah satu lengan siswa perempuan tersebut. Merasa kesenangannya terganggu, siswi tersebut terlihat akan menegur Audy. Namun, ekspresi kesalnya menghilang, setelah menyadari keberadaan Aland di samping Audy.
"Ada apa?" tanya siswi tersebut sambil tersenyum manis terhadap Aland.
"Kenapa kalian semua berlarian keluar kelas? Kemana kalian akan pergi?" tanya Audy heran.
"Oh, itu... Aku ingin melihat pertunjukan di lapangan basket." jawab siswi itu seramah mungkin.
"Pertunjukan apa?" tanya Aland kali ini mencoba bersuara sambil mengeryitkan dahi.
"Seorang siswi dari angkatan x sedang menyatakan cinta pada ketua the prince." terang siswi tersebut dengan antusias.
"Oh, terima kasih atas infonya." ucap Aland santai, tetapi ia melirik kearah saudari kembarnya.
Setelah itu, siswi yang tidak diketahui namanya tersebut segera pergi meninggalkan mereka. Rasa tidak nyaman langsung menyusup masuk ke dalam hati. Walau sudah mengetahui apa yang sedang terjadi di depan sana. Akan tetapi, Audy masih ingin memastikan kebenaran dengan kedua matanya sendiri. Sehingga ia langsung berlari sekuat tenaga menuju kearah lapangan.
"Eh, Audy! Kembali ke sini! Audy!" teriak Aland dengan suara keras.
Namun, Audy tetap berlari kencang tanpa memperdulikan seruan darinya. Sehingga Aland langsung mengejar saudara kembarnya. Karena ia dapat merasakan keresahan yang dialami gadis itu. Pada akhirnya Aland harus menyaksikan adik kesayangannya terluka. Dia bertekad tidak akan mengampuni perbuatan sahabat brengseknya.
Lambat laun langkah kaki Audy terhenti saat melihat kerumunan besar di hadapannya. Ternyata semua penghuni sekolah berlomba menonton pertunjukan tersebut. Pandangan kedua matanya terangkat mengamati kehebohan area di sekitar. Rupanya seluruh koridor sekolah di setiap lantai telah penuh dengan siswa maupun siswi dari Brunel international school.
Lalu tatapannya terkunci pada sebuah spanduk yang digenggam oleh beberapa siswi perempuan. Diatas spanduk bertuliskan sebuah pengakuan seorang gadis pada seorang pemuda, nama tersebut terdengar tak asing lagi di telinga. Tanpa disadari oleh Audy kedua tangan mengepal erat. Hingga kuku jari menusuk tajam sampai melukai permukaan telapak tangan.
Setelah mengumpulkan keberaniannya, Audy melangkah maju perlahan. Ia menerobos kerumunan yang ada di hadapannya dan berhasil masuk sampai ke bagian paling depan. Mendadak tubuh gadis itu membeku melihat pemandangan yang disajikan. Teriakan para penonton membuat telinganya berdengung.
Rasa sakit menyesakkan dada, bagaikan ribuan anak panah terbang menghujam jantung Audy. Paras cantiknya berubah pucat pasi, ketika ia menyaksikan seorang gadis nekad mencium bibir kekasihnya. Namun, ia berupaya sekuat tenaga terlihat tegar dengan mengangkat kepalanya tinggi. Sesekali wajahnya mendongak ke atas, agar air mata yang mulai menggenang di pelupuk mata tidak terjatuh.
Brakk!
"Ahh! Argh... sshhh!"
Tiba- tiba terdengar bunyi berdebum, lalu disusul dengan suara rintihan lirih seorang wanita. Membuat Audy menurunkan pandangannya dan kembali menatap lurus ke depan. Dia tercengang melihat pembalikan keadaan yang cukup signifikan. Hal itu membuat suasana menjadi hening dan tegang secara bersamaan. Tidak ada satupun yang berani mengeluarkan suara.
"Rey.." ucap gadis itu pelan, wajahnya memerah menahan malu karena diperlakukan dengan kasar oleh Rey.
"Kau sangat menjijikkan!" hina Rey kepada gadis di hadapannya.
Rey segera mengeluarkan sebuah sapu tangan berwarna abu- abu berbahan katun dari dalam saku celana. Lalu ia menghapus bibirnya yang basah karena ulah gadis itu. Sepasang mata dark brown miliknya terus menatap tajam dan sinis ke arah Laura. Seolah hal itu dapat memusnahkan keberadaannya.
Di sisi lain, ketika mendengar penghinaan yang terlontar dari mulut Rey, kedua mata almond milik Laura membelalak. Kemudian ia segera menormalkan ekspresi wajahnya. Gadis itu beranjak berdiri dengan angkuh di hadapan Rey. Kepalanya sedikit terangkat seakan menantang pemuda tersebut.
"Aku tidak peduli menjijikkan atau tidak di mata mu! Aku pasti akan mendapatkanmu!" sumpah Laura lantang.
Dengan tak tahu malu Laura mencium paksa bibir penuh milik Rey disaat pemuda itu lengah. Karena ia sudah tidak dapat menahan diri lagi, setiap mendengar berita kedekatan pria tersebut dengan siswi lain. Bahkan beberapa dari mereka berhasil naik ke ranjang Rey. Sehingga Laura memilih mengumpulkan semua keberaniannya untuk melakukan semua ini.
"Dasar pembual! Bermimpilah sesuka hatimu!" tampik Rey dengan ketus.
"Baiklah! Kita lihat saja!" tantang Laura sombong.
Tawa renyah yang keluar dari bibir Rey seakan meremehkan perkataan Laura. Ia tidak tahu darimana datangnya rasa percaya diri gadis itu. Tidak pernah sekalipun membayangkan, jika dirinya akan takluk pada gadis murahan tersebut. Kepalanya terus menggeleng pelan karena merasa heran.
Tanpa sengaja dari sudut matanya, ia menangkap keberadaan seseorang. Kemudian pemuda itu segera menoleh dan mengedipkan salah satu matanya pada gadis yang saat ini sedang berdiri di pinggir lapangan. Niatnya hanya menggoda kekasihnya. Namun, perbuatannya mengundang perhatian semua orang.