Pak Afrian, selaku guru olahraga, sudah sepatutnya ia menyuruh murid - muridnya untuk melakukan pemanasan terlebih dahulu. Awalnya semua berjalan begitu lancar, semua murid mengikuti instruksinya dengan tertib. Akan tetapi, ada saja kejadian tak terduga saat pak Afrian hendak mengetes kecepatan lari muridnya. 4 anak yaitu Saif, Kolaf, Dafa dan Ilham sebagai barisan paling depan, mereka langsung siap dalam posisi bersedia, Pak Afrian melanjutkan aba - abanya yang simpel, "1, 2, 3…," sampai peluitnya berbunyi.
Semuanya dengan antusias berlari sekencang tenaganya, kecuali Ilham si barisan keempat. Pak Afrian merasa heran, "Hei nak, kenapa kamu tidak ikut berlari? Kalo sakit mending ke UKS aja, ga perlu maksa."
"Leh pak, saya masih menunggu lo…," Jawab Ilham dengan wajah polosnya.
"Nunggu apa?"
"Kapan saya bisa lari?"
"Hah? ya tadi kan sudah ada tiupan peluitnya."
"Tapi saya kan barisan keempat, sedangkan bapak cuma nyebutin 1 sampai 3 doang."
"Astaga Ilham… itu cuma aba -aba, yang disuruh lari itu ya semua yang ada di barisan paling depan!" ucap pak Afrian sembari memukul pantat Ilham sebab gemes melihat tingkat anehnya.
"Ealah pak… ngomong dong dari tadi!" kata Ilham yang sudah lari menjauh dari tempat pak Afrian berdiri.
"Yo kamu toh yang salah, aneh - aneh ae…," pak Afrian lantas menghela nafas sambil tersenyum karena berusaha menahan tawa.