"Ke mana aku harus mencari orang itu? Rasanya ini sedikit sulit, andainya aku bisa mengambil kekuatan itu, tidak perlu menunggu atau menyerahkannya pada orang lain, tentu akan sangat mudah bagiku."
"Benar, tapi sayangnya bukan kau yang menjadi orang terpilih itu, mungkin yang harus kita lakukan adalah mencoba untuk mencari tahu orang itu siapa, aku akan membantumu, tapi tugasmu adalah kurangi kekuatan itu dari tubuh bosmu, dia temperamental, aku khawatir kekuatan itu justru membuat ia semakin sulit untuk dikendalikan."
"Mengurangi kekuatan miliknya? Apa yang harus aku lakukan?"
"Isap saja, setiap kekuatan yang akan dikeluarkan, harus diisap oleh orang yang mengeluarkannya, jika orang yang tepat, maka kekuatan itu akan keluar dengan sendirinya. Tapi, jika tidak maka meskipun diisap sekuat mungkin, akan percuma."
"Diisap ya?"
Virginia berpikir keras dengan kata tersebut, karena sungguh ia tidak mengerti bagaimana caranya untuk melakukan hal itu jika caranya demikian.
"Ya, kau tidak paham? Perlu contoh?"
"Tidak usah! Aku tahu caranya, tapi masa iya, aku harus melakukan hal itu padanya? Di mana?"
"Virginia, setiap seseorang mengambil kekuatan yang ada dalam tubuh seseorang, ia akan mengisapnya, bukan meludahi kau ini bagaimana?"
"Bukan begitu juga, maksudku mengapa tidak pakai telapak tangan? Aku sering melihat hal itu terjadi di film-film!"
"Ini dunia nyata, bukan dunia yang kau sebut itu, jika telapak tangan itu biasanya untuk mengobati seseorang dengan sebuah kekuatan yang dimiliki, sedangkan situasi dirimu? Bukan seperti itu."
"Baiklah, baik. Aku mengerti, aku tidak akan membantah lagi, tapi di mana aku harus mengisapnya?"
"Di tato yang ada pada orang itu?"
"Tato berlambang singa yang ada di lehernya?"
"Benar!"
"Astaga! Ini gila!"
"Ada apa?"
"Putri, jika aku melakukan hal itu pada bos, dia akan mengira aku akan berbuat mesum padanya, ya Allah, aku tidak mau! Bibirku ini tidak pernah menyentuh kulit pria dewasa, aku tidak pernah berciuman dengan pria, aku tidak mau!"
"Ada apa, Nona?"
Nyaris saja Virginia terperanjat, ketika tiba-tiba saja, Bik Sumi muncul dari arah samping.
Wajahnya pucat pasi. Rasanya, ia mau mati karena tadi dengan suara besar, ia bicara hal demikian. Apakah asisten rumah tangga bosnya ini mendengar apa yang ia perdebatkan dengan Putri Virgo?
Semoga saja tidak....
"Virginia, sebenarnya ada hal yang mudah untuk seseorang agar bisa mengambil kekuatan yang ada dalam tubuh orang yang memiliki kekuatan bintang tersebut...."
Suara Putri Virgo terdengar, dan Virginia berusaha untuk tidak bereaksi, karena khawatir Bik Sumi yang ada di sampingnya akan menyadari apa yang sebenarnya terjadi.
Dia bicara dengan makhluk tidak kasat mata. Dan kalau orang yang tidak paham pasti akan memberikannya label gila.
Tolong diam dulu, Puteri, aku tidak mau Bik Sumi sampai tahu kita sedang berbicara....
Hati Virginia berkata, dan itu terdengar oleh Putri Virgo hingga perempuan gaib itu akhirnya diam menuruti perintah sang pemilik raga di mana ia bertahan hidup.
"Nona ada apa? Wajahmu pucat, apakah ada yang bisa saya bantu? Sejak tadi, Bibik dengar, Nona menggerutu, sedang bertengkar dengan Tuan Lian?"
Suara Bik Sumi kembali terdengar, dan Virginia menarik napas untuk mencari kata yang tepat, apa yang akan ia ucapkan untuk membuat perempuan paruh baya itu tidak curiga.
"Saya cuma khawatir, bos dan seorang pelanggan di luar sedang bertengkar, entahlah bos kelihatan tidak senang padahal orang itu ingin membeli bunga."
"Benarkah? Tapi, Nona tadi mengatakan, Nona tidak pernah menyentuh pria? Apakah Bibik salah dengar?"
Sial! Dia mendengar apa yang aku ucapkan! Tentu saja, aku terlalu kuat mengatakannya seperti memakai microfon saja....
Hati Virginia bicara, dan itu dibiarkan oleh Putri Virgo meskipun wanita itu mendengar suara hati Virginia yang mengatakan hal itu.
"Bibik salah dengar, saya tidak mengatakan masalah itu."
Akhirnya, Virginia memilih untuk tidak jujur. Membuat sang asisten rumah tangga Lian jadi terdiam untuk sesaat, merasa tidak percaya karena dia benar-benar mendengar itu diucapkan oleh Virginia, tapi jika membantah, ia juga tidak nyaman karena akan dikatakan terlalu ikut campur.
Alhasil, Bik Sumi memilih tidak membahas masalah omelan Virginia tadi, dan berharap itu hanya luapan hati gadis itu saja yang mungkin sedang bertengkar dengan tuan muda mereka.
"Baiklah, sekarang apa yang bisa saya bantu, Nona?" tanya Bik Sumi dengan suara yang pelan.
"Saya diminta bos buat kopi, bisakah Bibik mengatakan, kopi bos yang bagaimana saya harus membuatnya?"
"Biar saya saja yang membuatnya, Nona...."
"Jangan! Sekarang ini dia sedang marah, aku khawatir jika aku meminta Bibik yang membuatnya, aku dan Bibik akan mendapat hukuman dari dia!"
"Baiklah, benar juga, tuan muda memang tidak suka jika perintahnya dibantah, jika ia sudah mengatakan hal demikian, begitulah yang seharusnya."
"Jadi, bisakah Bibik mengajari saya?"
"Mari!"
Keduanya langsung melangkah menuju dapur. Meskipun Bik Sumi heran kenapa sang tuan muda meminta orang lain membuat kopi yang akan diminumnya, tapi wanita yang sudah lama bekerja dengan Lian itu berusaha untuk menepis apapun perasaan janggal itu segera.
Dengan cekatan, Bik Sumi mengajari Virginia membuat kopi.
Karena sudah hafal luar kepala kopi yang disukai sang tuan muda, Bik Sumi dengan mudah mengajarkan pada Virginia untuk membuatnya.
Beberapa saat kemudian, kopi sudah dibuat. Virginia segera membawa kopi itu ke depan, dan pelanggan pria itu ternyata masih ada di sana.
Virginia melihat sang bos membuat satu buket bunga Lili.
Gadis itu segera mendekati, khawatir bosnya butuh bantuan. Tanpa sengaja, mata Virginia mengarah pada leher samping bosnya.
Gambar tato singa itu begitu jelas di sana, dan Virginia meringis ketika ia mengingat cara untuk mengambil kekuatan yang dimiliki orang di hadapannya ini.
Sungguh sebuah pekerjaan yang sulit, dan kenapa juga dirinya merasa sanggup untuk melakukan?
Ia tidak tahu, ternyata cara untuk mengambil kekuatan itu begitu membuat ia pusing.
Bagaimana caranya ia melakukannya jika dirinya harus mendekati leher itu?
"Mana kopinya?"
Suara sang bos terdengar, dan Virginia tergagap. Buru-buru ia mengalihkan pandangannya dari leher sang bos.
Khawatir, bosnya sadar ia memperhatikan lehernya, dan menuduhnya mesum.
Virginia meletakkan kopi yang ia buat di dekat meja di mana Lian merangkai sebuket bunga lili yang mungkin dipesan pria berambut sebahu yang tengah memperhatikan dirinya sejak ia kembali tadi.
Wanita ini pacar Lian, kah? Sejak kembali tadi, aku melihat matanya mengarah ke bagian leher Lian? Sudah tidak sabar ingin bercinta, kah?
Hati Aries bicara, dan ia tidak mengira bahwa suara hatinya itu bisa didengar oleh Lian yang sedang mengerjakan pesanan bunga miliknya.
Mendengar ucapan Aries yang diucapkan pria itu di dalam hati, Lian menghentikan apa yang ia kerjakan. Tadinya, ia ingin mendamprat Aries karena sudah berani membicarakannya di dalam hati, tapi mendengar kata Aries yang menyebut Virginia memperhatikan lehernya, dan tidak sabar untuk bercinta, entah kenapa ada sebuah perasaan melambungkan dirinya ke negeri penuh bunga ketika mendengar hal itu diucapkan Aries di hatinya sambil menatap ke arah Virginia....
Lian berpaling, dan bertepatan saat itu Virginia lagi-lagi mengarahkan pandangannya ke arah lehernya!
Gadis ini memang sedang bernafsu padaku, kah? pikir Lian di dalam hati pula....
Note: terkadang akibat sesuatu yang tidak jelas kesalahpahaman terjadi dan menimbulkan masalah yang besar.