webnovel

Kenyataan

Chayun dan Yong il terkejut dengan kedatangan orang istana. Dayang Qi menyerahkan surat perintah Kaisar untuk membawa kembali putri Anhao. Kedua abdi istana yang telah lama menjaga putri tidak dapat membantah atasan.

"Ayah ibu juga ikut?" beo Anhao menatap kedua orang itu.

Dayang Qi mengernyit dahi. Diliriknya Chayun dan Yong il dengan tajam. "Apa maksud perkataan putri? Mereka bukan orang tua putri." Anhao kecil bingung mendengarnya.

"Anda memiliki ayah disuatu tempat dan ibu anda telah lama pergi." jelas Dayang Qi sembari berlutut di depan putri seraya mengeluarkan sebuah giok berbentuk bunga Lily. "ini pemberian ibunda anda setelah melahirkan anda."

Anhao kecil berusaha mencerna perkataannya. Tapi terlalu sulit untuknya berpikir.

Saat itu juga, rombongan Dayang Qi bersiap untuk membawa putri Anhao kembali ke istana. "Bibi, bolehkah aku minta izin keluar sebentar?"

Dayang Qi tersenyum tipis dan memperbolehkannya. Anhao segera mungkin berlari ke suatu tempat. Bibirnya bersiul memanggil Ru. Tak lama kemudian, seekor burung gagak putih terbang rendah mendekatinya dan bertengger di atas batu. "Ru, berikan surat ini pada Yulao.." bisiknya sambil memasang surat kecil disalah satu kakinya. Ru mengangguk-anggukan kepalanya dengan imut.

"Jaga dirimu baik-baik." Pesannya sambil menepuk bulu sayap Ru dengan lembut.

Setelah mendapat tugas, burung gagak putih itu terbang kembali ke atas awan. Mengantarkan surat ke tempat tujuan.

Anhao siap untuk berangkat ke tempat yang baru. Hatinya kecewa mengetahui, kedua orang yang ia anggap Ayah dan ibunya tidak ikut dalam perjalanan.

"Kalian kembalilah ke kampung halaman. Yang Mulia menghanturkan terimakasih banyak untuk kalian berdua." Anhao yang duduk di dalam kereta mendengar ucapan Dayang itu kepada Yong il dan Chayun.

"Baik, kami terima perintah."

"Tapi, bolehkah kami menemui putri untuk terakhir kalinya?" Pinta Chayun penuh harapan.

Dayang Qi berpikir sejenak dan memperbolehkan. Bagaimanapun mereka berdua telah menjaga sang putri layaknya anak mereka sendiri. Yong il dan Chayun berbinar senang, segera mereka masuk ke dalam kereta dan memeluk Anhao dengan erat.

Chayun menangis memeluk putri, "Maafkan hamba yang telah menipu Anda putri."

Yong il memutar mata jengah dan menarik paksa Chayun melepaskan pelukan. "Giliran ku.", gertaknya menatap Chayun dengan tajam.

Anhao terkekeh geli. Interaksi kedua orang ini tidak berubah. "Anhao akan merindukan pertengkaran kalian ..." lirihnya.

"Putri ... jangan rindukan orang bangka ini, cukup rindukan hamba." rengek Chayun tidak terima. Yong il tersenyum sinis dan mendorong perempuan itu untuk menjauh lalu memeluk Anhao dengan semangat.

"Hei! Kau membunuh putri." teriak Chayun memukul bahunya. Yong il mengaduh sakit lalu menoleh ke belakang dan menatap wanita itu dengan tajam. Ancamannya berhasil, Chayun berhenti memukulnya.

"Bisakah kalian berbaikan setelah ini? Betapa jahatnya kalian membiarkan aku melihat kedua orang tuaku bertengkar terus." Anhao berpura-pura menangis sedih. Tak pelak, kedua orang itu panik.

"Putri maafkan perilaku kami." Yong il mengusap punggungnya dengan lembut dan Chayun di belakangnya menangis tersedu. Sial perempuan terlalu bawa perasaan. Umpat Yong il dalam hati.

"Jangan bersedih putri, hamba semakin bersalah telah bersikap tidak baik pada anda." Isak Chayun semakin mengeras. Yong il menghela nafas panjang dan Anhao terkekeh geli.

"Cha, selesaikan urusanmu. Sebentar lagi putri akan berangkat." tegur Yong il mengingatkan Chayun dengan niat awal mereka. Chayun menghentikan tangisnya berakhir dengan sesegukan.

Setelah tenang, perempuan itu mengeluarkan binyeo rambut berbentuk peonix berbahan perak kepada Anhao sembari menjelaskan asal-usulnya. "Seseorang penting memberikan ini pada ibunda anda. Sewaktu ibunda anda belia, beliau dan temannya bersahabat baik. Mereka memiliki rencana dimasa yang akan datang dan berniat menikahkan anak mereka jika anak ibunda anda adalah perempuan. Ketika itu, teman ibunda anda telah mempunyai seorang bayi laki-laki berusia 5 bulan. Namanya, Yun'er."

"Perjodohan?"

Chayun tersenyum sambil mengangguk. Anhao berdecih, di saat ia belum ada orang tuanya telah mengatur perjodohan. Darimana dia tahu siapa laki-laki itu berasal dan bagaimana rupanya. Apakah dia bisa membatalkan perjodohan bodoh itu?

"Dimana aku bisa menemuinya?"

"Hamba tidak tahu. Tapi ibunda anda berpesan. Saat usia anda mencapai 15 tahun, ada seseorang yang datang berkunjung ke Kerajaan kita sebagai pendatang membawa hadiah."

'3 tahun lagi?'

Anhao mendengkus kesal dan mengambil binyeo dari tangan Chayun. lamat-lamat ia tatap benda itu dalam diam. Ukirannya tidak terasa asing.

"Dimana kita bisa bertemu kembali?"

"Kami akan rajin mengunjungi anda."

Anhao senang dan mereka bertiga berpelukan. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Anhao akan menyimpan pemberian orang terbaik disisinya.

Saat pertama kali kakinya menginjakkan kaki di istana, banyak mata yang menatapnya dengan penasaran. Tapi setelah melihat giok yang tergantung di lipatan hanfu-nya, orang-orang langsung memberi salam dan mengucap selamat datang kembali ke istana.

"Bagaimana kehidupan mu diluar sana? menyenangkan bukan." seru seseorang dengan sinis. Anhao berbalik badan dan dapat melihat seorang gadis dengan gaun kuning keemasan menatapnya dengan tatapan mencela.

Anhao mengetahui beberapa informasi dari Dayang Qi. Dirinya bernama lengkap Ye Anhao, putri tertua di Kerajaan Yunxia. Seharusnya gadis dihadapannya memberi salam sebagai meimei.

"Mohon anda bersikap sopan, putri Ah Lin." tegur Dayang Qi padanya.

Putri Ah Lin berdecak sinis, "Kenapa aku harus bersikap sopan pada seorang pembunuh." Sikap arogan dan sombongnya lebih mendominasi. Tetapi tidak berhasil membuat Anhao gentar. Sudah banyak yang ia pelajari di desa dari ibunya, Chuyan.

"Ada apa ini?" Tanpa pemberitahuan, seorang yang Agung menghampiri mereka dan meminta jawaban. Dayang Qi, dan lainnya menghanturkan salam hormat. Begitupun Putri Ah Lin. Sedangkan Anhao berdiri dalam diam dan mengamati sosok Agung itu.

Kaisar Guheng merasa tidak senang dengan tingkahnya. "Dayang Qi, apakah kamu lupa membuatnya mengerti tentang sopan santun sebelum masuk ke istana?"

Putri Ah Lin gemetar takut dalam sujudnya, bagaimanapun dia belum pernah menyaksikan amarah Ayahanda secara langsung. Setelah ini dia akan memberi pelajaran pada putri tidak tahu diri itu.

Anhao bersikap santai. "Anda siapa?"

Kaisar Guheng menggertakkan giginya dan mengacungkan jari ke Anhao. "Kamu! Berani!" Kasim Zhe, Dayang Qi dan pengabdi istana lainnya bersujud.

"Mohon tenang yang mulia." ujar Kasim Zhe berusaha tetap tenang.

"Putri tidak tahu apapun. Ini kesalahan hamba tidak memberikan lukisan anda padanya. Putri tidak bersalah Yang Mulia." sahut Dayang Qi.

Suara angin mendesau, meniup jubah kebesarannya. Matanya menatap Anhao dengan tajam. Sesekali menarik nafas panjang mengatur emosinya yang naik turun. "Itu bukan kesalahanmu Dayang Qi." ucap Kaisar Guheng membuat semua orang bernafas lega. "Tapi untuk Putri Anhao, jangan perbolehkan dia keluar dari dalam kediamannya sebelum dia menyadari kesalahannya dimana." Kaisar Guheng mengibaskan jubahnya lalu berbalik pergi.

Anhao mengamati kepergian sosok itu dengan tenang. Putri Ah Lin mendesah lega dan berdiri dengan dagu di angkat tinggi. Hukuman yang diberikan pada wanita tidak tahu diri itu cukup memuaskan dirinya. "Dayang Qi, aku tidak menyangka kamu akan melakukan kesalahan untuk pertama kalinya." Ucapnya sinis lalu mengangkat kaki.

"Mari saya antar nona."

Anhao tersenyum tipis menanggapi ajakan Dayang Qi. Ia berbalik badan dan mendongak mengamati bangunan megah di depan matanya. Entah berapa banyak rintangan dan tantangan yang akan menyambutnya. Istana penuh dengan darah. Sudah berapa banyak nyawa yang melayang untuk mencapai posisi tertinggi.