webnovel

Janji Yang Membahayakan

Eugene pulang dengan lesuh setelah terpaksa menyetujui permintaan Ken untuk menemaninya malam ini, Sore itu Eugene sendirian tanpa Hannah maupun Linzy, ia tak sengaja bertemu Ken dan teman-temannya lagi, ia terpaksa melakukan itu setelah Ken mengancam akan menyakiti Hannah dan linzy lebih dalam lagi jika ia tidak dituruti.

Eugene menggigit jari telunjuknya pertanda keresahannya, ia terus melirik jam yang mulai mendekati malam itu, Eugene melirik Hannah dan Linzy yang sedang sibuk masing-masing, Hannah ada didapur sedangkan Linzy sedang memperbaiki gitarnya.

Ia dilema apakah harus memberitahu yang sebenarnya ataukah tidak, namun jika tidak ia belum punya alasan yang tepat untuk berbohong.

Hingga malam tiba hanya interaksi kecil yang mereka lakukan, 30 menit lagi Eugene sudah harus bertemu dengan Ken namun sampai sekarang ia tidak tahu alasan apa yang membuatnya harus berbohong.

Meski ia berpikir keras pun ia belum bisa menentukan alasan yang pas.

"Malam ini cukup panas ya," gumam Linzy mencoba membuka tirai jendela kecil didekatnya guna merasakan angin yang menyejukkannya.

"Iya kau benar, aku saja gerah," balas Hannah.

"Aku ingin makan ice cream," gumam Linzy lagi.

"Kak Hannah, bagaimana kalau kita coba ke supermarket itu lagi siapa tahu kan ada gratisan lagi seperti kemarin," ucap Linzy semangat entah kenapa ia sudah seperti orang mengidam saja.

Hannah diam sejenak, begitu pun Eugene yang hanya menyaksikan percakapan mereka.

"Bagaimana ya, aku tidak yakin" ucap Hannah.

Tanpa sadar Hannah dan Linzy malah memberikan Eugene ide untuk berbohong kepada mereka "Bagaimana jika aku pergi memastikannya," tawar Eugene.

Linzy dan Hannah saling memandang "Boleh," setuju mereka bersama.

Senyuman mengembang tercipta dibibir Eugene, ia segera bergegas berpakaian rapi, dengan kemeja dan celana jeans-nya, kemudian ia mengambil switter tebal yang tergantung di belakang pintu.

Tak lupa ia juga mengambil masker dan ia taruh dikantongnya "Eugene ini kan musim panas kau tidak gerah?" Tegur Linzy setelah melihat Eugene berpakaian ala musim dingin yang bersalju.

"Ini hanya antisipasi jangan sampai diluaran sana dingin," kata Eugene asal.

"Senyamanmu saja, pergilah," ujar Hannah.

Setelah mendapat persetujuan Eugene langsung keluar dari rumah dan berlari menuju tempat yang sudah mereka janjikan, dari jauh ia sudah melihat Ken yang berdiri dekat tiang jalanan Ken memakai kaos hitam, celana pendek yang juga hitam dan beberapa kalung rantai yang ada dilehernya "Lama sekali kau!" Protes Ken setelah menunggu Eugene hampir 20 menitan.

Ken bungkam seketika setelah melihat pakaian Eugene yang aneh, ia tersenyum kecil sambil membuang muka "Bodoh, apa-apaan pakaian ala musim dinginmu itu," ejeknya.

"Kenapa apa ada yang salah, aku kedinginan," dusta Eugene yang sebenarnya gerah memakai switter itu.

Bukan apanya, meski ia tersiksa ini adalah bentuk perlindungan untuk dirinya sendiri dari orang seperti Ken yang pastinya bisa melukainya kapanpun itu.

Ken mengacak rambutnya frustasi namun ia harus pasrah karena tidak mungkin ia membatalkan rencananya, mereka terdiam beberapa menit ditrotoar tersebut.

Hingga bunyi telepon dari ponsel Ken berdering, Ken menjauh dari Eugene untuk mengangkat telepon tersebut "Kau sudah dapat kamarnya?" Tanya Ken pada Vino.

"Tentu, Vino gitu loh, kamar nomor 9 yang paling ujung kan, untuk mengantisipasi jika Eugene mendesah hahaha." Suara Vino terdengar cukup keras dari sana.

Ken memutar bola matanya lalu kembali berucap dengan sedikit frustasi "Masalahnya anak itu memakai pakaian tebal berlapis kau tahu." Setelah ucapan Ken, Vino kembali tertawa keras.

"Ternyata instingnya cukup kuat ya hahaha," kata Vino masih mencoba untuk berhenti tertawa.

"Sudah dulu Eugene sepertinya makin curiga." Ken langsung menutup telepon itu dan mendekati Eugene.

"Ada apa?" Tanya Eugene bingung.

"Tidak ada" jawab Ken yang langsung menarik tangan Eugene untuk berjalan menuju penginapan yang lumayan dekat dengan lokasi mereka sekarang mungkin hanya 10 menitan mereka akan sampai disana.

Eugene memperhatikan gerak-gerik Ken yang aneh saat berjalan, ia juga memperhatikan orang-orang yang lewat yang mulai menyedikit dengan artian tempat dimana Ken akan membawanya adalah mungkin saja tempat sepi.

Eugene menghela napasnya panjang mencoba tenang dan tidak panik "Aku hanya meminta izin sebentar jadi jangan lama-lama" ujar Eugene yang tidak dihiraukan Ken.

Akhirnya mereka sampai pada sebuah bangunan sederhana, Ken mengajak Eugene masuk dan di suruh duduk di sofa besar berwarna cokelat, sedangkan Ken mencoba berbicara dengan resepsionis penginapan tersebut.

"Permisi teman saya yang bernama Vino tadi memesan kamar, apakah ia menitipkannya pada anda?" tanya Ken.

Eugene tidak bodoh, ia terus melihat-lihat tempat itu, tak perlu bertanya mengapa ia diajak ke penginapan tentu saja untuk berbuat yang aneh-aneh apalagi setelah mendengar Ken berbicara dengan resepsionis itu, Eugene langsung berdiri dan berlari keluar penginapan tersebut.

Ken yang menyadari Eugene kabur langsung berlari mengejarnya tanpa memedulikan resepsionis yang memanggilnya, Eugene berlari sekuat tenaga setelah ia tahu jika Ken makin dekat dengannya.

Ia hanyalah seorang perempuan yang lemah, ia tidak bisa berlari sekencang laki-laki seperti Ken, Eugene mulai pasrah setelah tidak menemukan seorang pun yang berjalan disana yang mungkin bisa menolongnya hingga akhirnya ia ditarik oleh seseorang yang ia tahu adalah Ken.

Eugene mengamuk sambil terus menangis mencoba melepaskan dirinya "Hei, tenanglah kau aman sekarang."

Eugene berhenti dan mencoba melihat siapa yang orang yang menariknya tadi, ia menatap pria itu cukup lama sambil mengingat-ingat siapa dia, sepertinya Eugene pernah melihatnya.

"Aku Ardo," kata Ardo mencoba mengingatkan Eugene.

Ah itu benar pria itu Ardo, pria aneh yang berkenalan pada mereka saat mengamen sebulan lalu "Kau tidak apa-apa?" tanya Ardo lagi.

"Iya, terima kasih," Ucap Eugene yang di balas senyuman manis dari Ardo.

Jika di lihat-lihat ternyata Ardo tampan juga, wajahnya menenangkan dan juga terlihat selalu ceria Eugene sedikit deg degan melihatnya.

Ternyata Aarun juga ada di sana, kebetulan sekali Aarun dan Ardo malam ini sedang berjalan-jalan santai di sekitaran sana, mereka tidak sengaja melihat Ken yang berlari mengejar seorang perempuan yang ternyata adalah eugene.

Mendengar Eugene berteriak minta tolong beberapa kali, akhirnya mereka berinisiatif untuk menyelamatkannya.

Aarun masih menghadang Ken yang sekarang terlihat kelelahan dan emosi berat karena Eugene, Ken mencoba meredahkan emosinya dan berbohong pada Aarun "Aku sungguh tidak berniat macam-macam dengannya, aku hanya mengajaknya jalan-jalan tapi dia malah kabur," jelasnya.

Namun ucapannya tidak berpengaruh pada Aarun,yang Aarun tahu hanyalah Ken yang ingin menyakiti Eugene "Sekali lagi kau mendekati gadis itu kau akan mati," ancam Aarun.

Ken tertawa kecil "Kau menyukai Eugene ya?!" tebaknya.

Aarun terdiam sebentar "Jawab aku kau menyukainya?" Tanya Ken.

Aarun hanya tersenyum tipis "Terserah kau saja sih mau anggap apa, yang jelas jika kau melukai mereka maka bibirmu akan berakhir robek seperti Vino, ingat itu." Ancam Aarun sebelum meninggalkan Ken sendirian.

"Kau pikir aku takut. Dasar junior belagu!" Teriak Ken yang tidak dihiraukan Aarun.

Eugene melihat Aarun mendekatinya dengan Ardo, Eugene akhirnya tahu ternyata Aarun adalah teman Ardo, ia sedikit bersyukur karena ia telah diselamatkan oleh mereka.

"Sudah beres?" Tanya Ardo.

"Ya, semoga saja dia tidak berulah lagi," ucap Aarun.

"Kami akan mengantarmu pulang," kata Ardo setelah melihat Eugene yang sepertinya masih ketakutan sedikit.

Mendengar ucapan Ardo, Aarun sedikit gugup karena ia tahu pasti ia akan bertemu dengan Hannah.

"Tidak usah aku akan pulang sendiri" tolak Eugene yang mencoba terlihat baik-baik saja.

"Tidak bisa, ini sudah malam dan sudah mulai sepi tidak baik anak gadis jalan sendirian dan lagi si Ken itu bisa saja masih disini membuntutimu" jelas Ardo yang merasa khawatir.

Benar juga apa yang di bilang Ardo, akhirnya Eugene mau diantar pulang meski ia tahu nanti pasti ia akan di marahi habis-habisan oleh Linzy dan Hannah karena telah membohongi mereka.