Hari demi hari dilalui, dimana ada yang namanya penyesuaian dan perubahan setelah menikah pasti itu ada. Segala sesuatu yang biasa kita lakukan di rumah sendiri dengan yang akan dilakukan di rumah orang akan berbeda.
Segala sesuatu yang terjadi banyak yang akan kemungkinan terjadi dari keluarga, tetangga, pekerjaan, rekan kerja, sosial.
Aku adalah anak ke dua dari empat bersaudara, aku tipe anak yang banyak ide walupun kadang ide itu menurut orang lain ide ku gila dan ada juga yang menerima sebagian dari ide ku, kadang aku ceroboh, rajin, keras bisa juga lembut. Di awal aku pernah mengatakan bahwa aku menikah dengan seorang duda yang ditinggal istrinya meninggal dengan tiga anak perempuan yang umur nya berbeda sedikit denganku. Dari ketiga anaknya ini memiliki sikap yang sama, baik, jujur super perhatian dan tidak suka ikut campur walaupun sedikit.
Waktu demi waktu semua diawali dengan kehidupan di rumah suamiku yang memiliki 3 anak. Entah apa yang kurasakan, baru sehari dari pernikahanku batinku sudah mulai berubah. Adaptasi dengan ketiga anaknya membuat aku kaget dengan sikap-sikap mereka terhadapku. Dari anak pertama waktu itu di dapur, ternyata aku dimarah karena salah potong tomat. Tapi seiring berjalannya waktu, semua itu bisa dilalui walaupun batinku tersiksa. Hari demi hari dilalui ternyata anak ketiganya belum terbiasa denganku ataupun sebaliknya akupun belum bisa tahu bagaimana cara agar mengambil hatinya. Seiring berjalannya waktu berlalu, setelah kurang lebih lima tahun baru bisa memahami satu sama lain layaknya kakak dan adik. Anak kedua sih, dia gak terlalu ya mungkin karena pendidikannya jadi tidak terlalu pusing apa saja yang aku dan suamiku buat . Dalam pekerjaan, suamiku adalah seorang ASN disalah satu sekolah. Hidupnya saat itu lumayan terpenuhi, ya seperti itulah kehidupannya. Tapi dalam pekerjaanku aku adalah karyawan honor yang bekerja di sekolah yang berbeda dengannya. Perjalananku dari rumah hingga ke tempat kerjaku sangat jauh hampir 3 km jaraknya. Ya pasti dijalan banyak debu dan panas yang mengganggu karena aku hanya menaiki motor. Untuk menghindari itu, aku menggunakan helm, kacamata, jaket, kaos tangan. Ya entah mengapa ternyata itu membuat mereka teman-temanku entah merasa iri padaku sehingga apapun itu selalu dimata mereka apa yang kulakukan selalu salah. Bahkan aku juga sering di suruh pimpinan untuk mengerjakan sesuatu, selalu aku kerjakan tanpa menolak. Membuat laporan kegiatan pimpinan, merencanakan beberapa hal yang akan dibuat pada kegiatan nanti. Ya itulah kehidupan. Selalu saja ada yang ingin menjatuhkan. Setelah enam bulan berlalu, aku keluar dari sekolah dengan alasan tempat tinggalnya terlalu jauh dengan tempat kerjaku. Akhirnya aku pindah di tempat kerja suamiku yang disini suamiku sebagai pimpinan di sekolah. Hari-hari telah berlalu yang di pikiranku adalah pekerjaan dan keluarga. Semua telah berubah, dari hal pekerjaan dan keluarga. Suatu hari Sri adalah anak pertama sedang memasak di dapur, aku menemaninya untuk memasak dan ternyata hanya karena salah potong tomat aku dimarahi. Pernah juga aku ditabrak olehnya. Tapi ternyata aku yang dimarah. Dan suamiku malahan tidak berbuat apa-apa. Memberi nasehat saja tidak bisa kepada anaknya. Anaknya yang berikut namanya win, dia membentakku di depan ayahnya tapi ayahnya hanya diam. Sebenarnya aku ini apa, anaknya yang bernama win adalah seorang suster disalah satu puskesmas. Ternyata dia memiliki sifat yang tidak mau mengalah. Selalu di bela suamiku. Sepertinya suamiku terlalu memandang rendah aku dari pada anaknya. Sepertinya aku tidak ada harga diri dimatanya. Selalu aku yang di nasehati. Sedangkan anaknya tidak pernah. di akui bahwa anaknya adalah seorang yang bisa membantu karena dia memiliki pacar yang lumayan bisa bekerja dan menghasilkan uang banyak dari kerjanya. Win adalah anak kedua dari suamiku, kalau ku lihat memiliki sifat yang suka mengatur tapi tidak suka diatur. Ha. Gak wajar dong buat aku untuk hal ini. Walaupun beda tiga tahun ya. Ku dengar dari ceritanya dia adalah orang yang tak terlihat ditempat kerjanya. Aduh, males deh bahas dia. Kepintarannya di gunakan untuk menjatuhkan orang lain. Anak ketiga bernama tuti iya bisa dibilang anaknya baik tidak banyak bicara, tapi gak mau disamain. Apa-apa harus beda dari segi pakaian, pekerjaan kayanya lain juga seperti itu. Kuakui aku memiliki sifat yang jika baik aku juga bakal baik, tapi kalau gak dihargai ya sama juga aku juga sebaliknya. Suamiku memiliki sikap sabar, perhitungan, tidak tegas terhadap keluarga apalagi antara istri dan anak. Memiliki sikap keras tapi tidak pernah adil atas aku. Untuk anak yang ketiga lebih ke cuek, masa iya ya orangtua menyuruh tapi kok dibilang dan sambil melambaikan tangan dan mengatakan "iya tunggu!!!!" Cuek dan sebenarnya juga punya hati yang cepat menangis. Perdebatan hari demi hari kadang muncul sendirinya. Masalah selama empat tahun dilalui dengan suka duka. Suamiku yang sering bela anaknya walau hanya didepan ku. Tidak pernah memberi teguran keras untuk anaknya. Selalu saja aku yang diberikan nasehat. Mungkin hanya aku yang menerima nasehat, aku bersyukur sebenarnya memiliki suami yang seperti ini. Bayangkan umurnya yang sudah kepala lima tapi aku masih sangat mencintainya. Terkadang saat mengingat wajahnya aku sangat senang. Tapi saat semua sudah berubah, terkadang mataku untuk melihatnya terasa jengkel.
Jika diresapi cerita dari awal sampai akhir aku merasa apa aku telah salah memilih jalan. "Tidak! tidak mungkin" dalam hatiku berkata. "Semua yang kulakukan adalah memang sudah jalan dariNya. Karena aku yang meminta. Seperti inilah perubahan dalam berumah tangga apalagi dengan pengalamanku menikah dengan pria yang umurnya beda 26 tahun dari umurku. Semoga cerita ini bisa memberikan manfaat bagi pembaca, bahwa yang mana menikah dengan pria duda dan berumur serta memiliki anak harus punya mental baja dan selalu sabar. Apalagi di usiaku yang sangat muda ini. Sampai jumpa dicerita berikutnya.