webnovel

Jodoh! Masa Gitu?

Heningtyas Permata Hati (17) seorang gadis desa yang polos tapi bar bar, dalam hidupnya hanya ada satu tujuan, menikah dengan anak juragan tanah yang gantengnya mirip aktor Bolywood kesayangannya. Di sela menjalani hari dengan tujuan hidup yang tak tergoyahkan, nasib buruk menghampirinya, seorang pemuda tampan dari kota (Anggara Yuda Pradipta, 18) datang dan tinggal di rumahnya dengan alasan yang tidak jelas. Orangtuanya pun tak bisa memberi jawaban yang memuaskan. Pemuda itu memiliki kepribadian ganda menurut Hening, kadang dingin kaya kulkas khusus es batu, kadang panas kaya api neraka. Dan jangan tanyakan tingkat ketajaman lidahnya, kalo udah ngomong nyakitin sampe ubun-ubun bayi baru lahir. Nasib buruk Hening tak sampai di situ, setiap hari pemuda itu menjadi sumber masalahnya, dimana dia tak bisa lagi khusyuk berdo'a untuk meminta pada Tuhan agar anak juragan tanah itu menjadi jodohnya. Sial! "EHHH ... MONYET! ANGKAT KAKI DARI RUMAHKU!!!" Dengan angkuh Dipta berkata, "ngusir gue? Nggak sadar diri! Gubuk reot lo ini berdiri di atas tanah kakek gue! Kalo ada yang harus angkat kaki, itu lo!" Mulut Hening menganga sampe hampir jatuh ke lantai, baru tekatup saat mendengar pintu kamar di banting dengan kuat. "Ya Tuhan! Apa salah dan dosaku!!" Jerit Hening yang di sambut tendangan maut dari dalam pintu kamar. Jantungnya hampir copot di buat cowok gila itu. Keselnya bukan main si Hening. Bagaimana nasib Hening selanjutnya? Bisakah dia mempertahankan tujuan hidupnya? Sementara Anggara Yuda Pradipta terus mengusik jiwa dan raganya. Dan apakah penyebab Anggara Yuda Pradipta berakhir di rumahnya? Ikuti kisah mereka dalam novel 'Jodoh! Masa Gitu?' Yakin bakal di buat ngakak dan baper parah. Dan yang paling penting, kalian bakal menemukan banyak rahasia dalam kisah mereka. Baca juga novelku yang lain ya. 1. Annaya dan Takdirnya. (700 views dan 900 colection) 2. Pernikahan Sementara. (2M views dan 8,6k colection)

Ardhaharyani_9027 · 青春言情
分數不夠
347 Chs

Hancur Masa Depan

Dipta tersorong kedepan, mukanya jelas menyentuh tanah gembur yang bary di cangkulnya. Dia memaki dengan suara yang teramat emosi.

Hening yang menyadari kalo itu si anak monyet langsung berlari kencang untuk menyelamatkan diri dari amukkan Dipta. Bukan salahnya, siapa suruh Dipta nungging.

Bayu menahan tawa lalu segera menarik tangan Nur yang niat bantuin Dipta. Dia membawa gadis itu menyusul Hening yang udah lari dengan jurus seribu bayangan, nggak perduli sama nasib sahabatnya.

Dipta segera bangkit dan langsung mengedarkan pandangan untuk melihat siapa pelaku yang berani jorokkin dia. Demi keringat yang sudah mebasahi tubuh, nggak akan dia biarkan pelaku lari begitu aja.

Dari tempatnya berdiri matanya memicing, menangkap dua sosok yang tengah berlari, si pemuda tertawa keras. Dan Dipta merasa pemuda yang tak lain adalah Bayu itulah pelakunya.

Dengan segera dia memanggul cangkul dan singkong yang di cabutnya barusan lalu segera menyusul pemuda itu. Nggak perduli setan dia bakal hajar itu banci yang berani nyerang lawan dari belakang.

Napas Hening ngos-ngosan gitu sampe di gubuk miliknya, terlihat ibunya sedang menyiapkan makan sianga yang tampak istimewa. Nasi liwet, ayam goreng kampung sama sayur pucuk labu siam, berikut sambal dan lalapan.

"Di kejar setan?" Tanya ibunya acuh. Hening ngangguk, sesekali dia melihat kebelakang untuk memastikan Dipta nggak ngejar dia. Untunglah, yang terlihat hanya Bayu dan Nur.

"Pake ngangguk lagi. Mana ada setan di sini, sekarang bersihkan muka kucelmu itu, bawa cuci tangan kemari. Bentar lagi kita makan siang."

Hening langsung meletakkan tas yang punya gantungan kunci sekalian berfungsi sebagai rautan pinsil. Setelah itu dia masuk kedalam gubuk mengambil mangkuk lalu menuju sumber mata air yang ada di samping gubuk.

Airnta cukup seger karena aliran dari pegunungan langsung. Abah Hening membuat saluran dari bambu yang bisa di stel, biar airnya gak terbuang terus.

Hening mencuci muka lalu membawa dua mangkuk yang udah berisi air untuk cuci tangan. Terlihat dua sahabatnya sedang berbincang dengan ibunya, lebih tepatnya Nur ngadu perihal dia jorokkin Dipta.

Nggak jauh dari tempatnya dia melihat Dipta dengan muka menahan emosi. Alamat belum makan gelut dulu ini, di liat-liat si Dipta nggak sanggup kali nahan marah.

Susi menatap putrinya jengah, "kamu itu cari gara-gara aja sama aden."

"Aku nggak tau itu dia. Dia nungging sambil nyabut singkong, nggak keliatan mukanya, wajarlah aku jorokkin gitu. Lagian tendanganku nggak kuat kok bu. Dia-nya aja yang lemah." Jelas Hening sambil naruh dua mangkuk itu di atas saung, tempat mereka bakal makan siang.

Dipta melempar asal singkong sama cangkulnya lalu menarik kerah baju Bayu. Bayu yang kaget langsung meronta, tangannya menahan saat Dipta mau melayangkan tinju.

"Bukan aku, Hening yang nendang kamu." Sebenarnya Dipta jijik kali dengan panggilan aku kamu tapi mau gimana lagi, ini desa bukan ibu kota tempat dia tinggal.

Lebih aneh lagi kalo pake lo gue ....

Mendengar nama Hening, dia langsung menatap tajam gadis yang berdiri terpaku dengan mata melotot kearah Bayu. Marah karena sahabatnya itu sikitpun nggak mau berkorban.

Tau sedang di tatap tajam sama Dipta, Hening berdehem, "bukan salah aku. Siapa suruh gelagatmu mencurigakan? Makanya lain kali kalo denger suara orang itu berenti dulu kerjanya!"

Udah dia yang salah dia pula yang ngegas. Dasar Hening, nggak mau ngalah apalagi kalah dengan yang namanya Dipta.

Dipta menghempaskan Bayu sampe pemuda itu terjatuh ke tanah. Dia mengaduh kesakitan karena bokongnya sakit kali. Nur dengan sigap membantu temannya, dia diam seribu bahasa karena nggak berani liat Dipta yang sedang marah.

"Otak di pake, nggak mungkin gue maling singkong, rendah banget!" Bentak Dipta sambil nunjuk Hening. Bayu dan Nur menatap ibunya Hening.

Susi yang paham dengan arti tatapan itu mengedikkan bahu, "biar aja. Liat siapa yang menang, kalo di lerai makin menjadi."

"Nggak usah bentak-bentak juga! Denger ya anak monyet, siapa pun akan curiga dan langsung beraksi kalo liat orang asing ada di ladangnya. Itu bentuk pembelaan atas harta yang dia punya, jadi aku nggak salah!"

Susi dan dua sahabat Hening cuma bisa mendesah melihat Hening yang lebih garang dari korban yang di jorokkinnya. Tangan Dipta mengepal kuat, pingin kali rasanya dia mutilasi si Hening.

Makhluk yang paling di bencinya di muka bumi ini ya Hening! Nggak pakek titik ataupun koma.

Hening berkacak pinggang dengan dagu terangkat, "lagian aku nendangnya pelan. Kamu jatuh bukan karena tendanganku, tapi karena kamu terlalu lemah."

"Apa lo bilang?!" Dipta menarik hidung Hening sekuat tenaga, hanya ini yang bisa di lakukannya karena Hening seorang perempuan.

Hening menjerit kesakitan, tangannya memukuli tangan Dipta dengan kuat. Tapi sayang nggak ngaruh di Dipta, dia semakin menarik hidung Hening sampe gadis itu terikut kedepan.

Dipta sedikit membungkuk, "lo liat aja pembalasan gue. Satu kampung bakal tau suara ngorok lo. Udah gue rekam, jadi siap-siap malu sampe mampus!" Bisiknya dengan pelan, mirip suara iblis.

Mata Hening membelalak mendengar itu, suara ngoroknya di rekam? Kalo mas Dimas dengar gimana?

'Tenang ... kamu harus tenang! Jangan temakan sama ucapan anak monyet ini. Bisa aja dia bual, jangan tunjukkin kalo kami panik' ucap dewi batin Hening yang datang sebagai penenang.

"Bu ... tolongin Hening, nggak napas dia." Bayu kasian lian bestienya. Tapi, mau nolongpun nggak berani, takutnya dia jadi sasaran si Dipta.

Mana perutpun udah keroncongan akibat aroma masakkan ibunya Hening. Mau makan luan, nggak mungkin.

"Alah ... biar aja. Capek ngadepin mereka berdua." Acuh Susi yang milih menyusun piring buat mereka makan.

"ANJINGGGGGGGGGG!" Teriak Dipta sekuat tenaga karena aset masa depannya di tendang Hening. Dia sampe jatuh tersungkur bahkan berguling sambil memegangi miliknya.

Bayu dan Nur cengok melihat itu.

"Hancur masa depan," gumam Nur. Dia menatap iba Dipta. Mau nolong takut di tendang.

Sementara itu Hening menghirup udara dengan rakus sambil megangin hidungnya yang merah kaya orang flu akut.

Abah yang datang dari arah belakang, menatap aneh putri dan adennya. Dia mendekati istrinya lalu bertanya apa yang terjadi, dengan lugas Susi menjelaskan dengan bantuan Nur sebagai saksi.

Gadis itu mengangguk setiap kali di butuhkan sebagai dukungan pernyataan ibunya Hening. Penjelasannya nggak lebih nggak kurang.

Banyu menghela napas pelan lalu memanggil kedua anak itu untuk makan siang. Dipta menggeram kesal dan berusaha berdiri, menahan sakit yang masih sangat terasa.

Oh ... Tuhan kalo asetnya rusak nggak ada gunanya dia idop. Menatap tajam Hening dia melewati gadis itu dengan menubruk keras bahu Hening sampe gadis itu jatuh.

"ABAH!" Adu Hening.

Banyu mendekati putrinya lalu membantunya berdiri. Dia menuntun putri kesayangannya itu untuk duduk di sampingnya.

Jangan sampe dekat sama Dipta.

Bayu dan Nur bersorak dalam hati karena waktunya makan tiba. Jarang-jarang dapat menu mewah kaya gini.

Dipta melengos menuju tempat air, dia mencuci muka dan tangannya. Kalo nggak takut nahan lapar seharian, ogah dia ke ladang.

Menutup pintu kamar mandi, dia buang air kecil. Syukurnya aset negara baik-baik aja, nggak bengkok apalagi patah.

'Cewek sialan!' Batinnya geram.