Hari demi hari berlalu, tanpa terasa waktu Fatimah di kampusnya saat ini hanya tersisa 3 bulan lagi. Setelah menjalani hari-hari yang sulit tanpa teman di sisinya, Fatimah memilih untuk fokus pada pendidikannya dan mengabaikan hubungan sosial yang seharusnya terjadi di masa-masa penting itu.
Walaupun begitu, Fatimah cukup di kenal sebagai mahasiswi yang ramah dan di senangi semua orang. Bahkan setiap teman seangkatan atau adik kelasnya bertanya, Fatimah selalu menjawab mereka dan tersenyum. Citra baik Fatimah juga di perkuat dengan prestasinya yang memang tidak di ragukan lagi, dalam 3 tahun terakhir Fatimah berhasil memenangkan puluhan lomba karya ilmiah dan juga essai yang memang cukup sulit untuk sebagian mahasiswa ataupun mahasiswi.
Tapi semua kesenangan itu tetap saja tidak begitu menyangkut di hati Fatimah, karna yang ia harapkan paling dekat dengannya itu ya teman baiknya sejak SMA. Hanya saja semua itu sudah tidak bisa lagi Fatimah paksakan, karna Putri lebih memilih untuk menjauh darinya sejak hari itu. Berkali-kali Fatimah mencoba mendekatinya dan ingin menjelaskan tentang apa yang terjadi, tapi Putri selalu menolak dan malah menatapnya tajam seakan-akan Fatimah adalah musuh terbesarnya.
Dan kini Fatimah berada di semester 8, sudah waktunya untuk mengerjakan tugas dan menerima penilaian terakhir dari dosen pembimbingnya. Acara wisuda dan pelepasan pun akan di lakukan beberapa minggu lagi, tentu saat-saat ini adalah yang paling di kenang oleh semua angkatan.
Fatimah menghela nafas panjang, kini ia berada di halaman belakang kampus. Suasana tenang di sana memang yang terbaik untuk menyegarkan pikiran, apalagi untuk Fatimah yang baru saja selesai menjalani sidang.
"Boleh aku ikut bergabung?" Tanya seseorang tiba-tiba.
Fatimah menoleh pada orang yang tiba-tiba datang itu, seketika Fatimah terkejut bukan main.
"Kamu? Boleh saja." Jawab Fatimah tidak yakin.
Orang itu pun duduk di samping Fatimah, sedangkan Fatimah malah terlihat tegang seperti bertemu dengan hantu di siang bolong.
"Sudah lama ya kita tidak duduk berdua seperti ini? Rasanya jadi kangen." Ungkap orang itu pada Fatimah.
Fatimah hanya mengangguk pelan, ia sangat ragu untuk mengeluarkan suaranya saat itu.
"Fatimah, boleh aku katakan sesuatu?" Izin orang itu pada Fatimah.
Fatimah menoleh pada orang itu yang juga sedang menatapnya, mereka saling menatap cukup lama menebak pikiran satu sama lain. Hingga akhirnya Fatimah menghela nafas panjang, dan memberikan izin padanya.
"Ya, ada apa?" Jawab Fatimah lebih santai.
Orang itu tersenyum tipis, lalu ia kembali menatap ke depan dan mengatakan apa yang ingin ia katakan sejak lama. Hanya saja ia terlalu gengsi untuk mengatakan semuanya, hingga yang terjadi pada mereka jadi semakin buruk dari yang sebelumnya.
"Maaf atas keegoisanku sebelumnya, aku selalu menganggap kamu sudah mengkhianati perasaanku. Aku marah, aku kesal saat kak Ali menyatakan perasaannya padamu. Aku pikir, aku yang lebih dulu menyukai kak Ali dan begitu juga sebaliknya. Tapi ternyata aku salah, kak Ali menyukai kamu. Mungkin aku kecewa, sangat kecewa. Tapi seseorang datang padaku dan mengatakan, perasaan itu tidak bisa di paksakan sesuai apa yang kita inginkan. Aku rasa dia benar, semakin perasaan itu di paksakan maka akan semakin menyakitkan. Akan lebih baik jika kita melepasnya dengan perlahan, karna cinta sejati tau kemana ia harus kembali." Ungkap orang itu yang tidak lain adalah Putri.
Mendengar perkataan Putri, Fatimah pun tersenyum haru. Ia tidak bisa lagi menahan emosinya, tanpa mengatakan apapun Fatimah langsung memeluk Putri dan menumpahkan air matanya dalam pelukan temannya itu. Sedangkan Putri malah tersenyum, lalu ia membelai punggung Fatimah untuk menenangkan gadis itu.
"Ternyata kamu jadi semakin suka menangis ya?" Tekan Putri meledek Fatimah.
"Semua ini juga karna kamu, kan aku jadi kebawa perasaan." Jawab Fatimah protes.
Putri terkekeh mendengar perkataan Fatimah, lalu mereka melepas pelukan itu dan kembali duduk tenang di kursi.
"Kamu tau, ada banyak hal sulit yang harus aku lalui tanpa kamu. Rasanya benar-benar sepi dan melelahkan, karna tidak ada satupun pendukung yang bisa membuatku semangat selain ibuku." Ungkap Fatimah apa adanya.
"Aku tau, karna aku juga memantau dirimu dari jauh. Aku tau apa saja yang sudah kamu lalui, tapi ya aku belum bisa melawan gengsiku untuk datang menemuimu." Jawab Putri dengan senyumnya.
"Dan sekarang kamu berhasil melakukannya, mengalahkan gengsimu lalu datang menemui aku." Balas Fatimah ikut tersenyum.
"Iya, karna aku juga sudah lelah dengan aksi kucing-kucingan kita. Terutama orang itu, dia selalu saja mendesak aku untuk berbaikan dengan kamu. Padahal dia tau kalau aku masih malu dan gengsi, tapi tetap saja menyebalkan." Jelas Putri pada Fatimah.
Mendengar penjelasan Putri itu Fatimah jadi penasaran, kira-kira siapa orang yang Putri maksud itu. Di dengar dari perkataan Putri, orang itu memiliki sifat yang baik dan mengerti situasi dengan baik. Dia juga tau masalah yang terjadi di antara Putri dan dirinya, tapi siapa? Merasa penasaran dengan cerita Putri tentang orang itu, Fatimah pun langsung bertanya.
"Ri, sejak tadi kamu mengatakan orang itu terus. Memang siapa orang itu? Dia pasti punya nama kan?" Tanya Fatimah ingin tau.
Seketika Putri tersenyum mendengar pertanyaan Fatimah, sedangkan Fatimah jadi semakin bingung dengan sikap teman lamanya itu.
"Ya dia cukup dekat dengan kita." Jawab Putri seadanya.
"Aku tau tentang itu, tapi yang aku maksud itu lebih detail Ri. Seperti siapa namanya? Dan kenapa orang itu mau membantu kita berdamai kembali?" Jelas Putri lebih rinci.
Putri kembali tersenyum tipis, lalu ia menatap Fatimah dengan serius. Hal itu tentu membuat Fatimah gelisah, karna ia takut jika ada sesuatu yang akan terjadi lagi.
"Kamu yakin ingin tau? Tapi aku rasa kamu sudah tau, bahkan sudah mengenalnya cukup dekat." Balas Putri dengan santainya.
"Yang benar? Masa iya aku sudah kenal? Siapa dong?" Gumam Fatimah berpikir keras.
Melihat Fatimah yang berpikir begitu keras Putri pun tersenyum puas, mengerjai teman itu memang paling menghibur deh.
"Ketemu tidak?" Tanya Putri setelah beberapa saat berlalu.
"Ah aku tidak tau, pikiranku terasa kosong seketika." Jawab Fatimah dengan wajah frustasinya.
Seketika Putri langsung tertawa melihat wajah kesal Fatimah, benar-benar lucu dan menggemaskan sekali. Rasanya sudah lama mereka tidak sedekat ini, sungguh momen yang tidak akan bisa di lupakan begitu saja.
"Dia temannya kak Ali, senior kita." Jawab Putri setelah tawanya terhenti.
Fatimah kembali berpikir, tapi ada cukup banyak teman Ali yang merupakan senior Fatimah dan Putri. Hingga akhirnya ia terpikirkan satu nama, teman yang sangat dekat dengan Ali.
"Kak Aziz?" Gumam Fatimah menebak.