webnovel

Rindu

Malam ini hujan kembali mengguyur ibu kota bersamaan dengan suara dentuman petir yang menyambar lantang. Nayla duduk dengan perasaan cemas di sofa ruang tamu yang telah usang dimakan usia. Bagaimana tidak cemas, pasalnya ibu nya belum juga pulang padahal waktu pulang ibunya sudah dari 3 jam yang lalu.

"Kemana sih Bu, kok jam segini belum pulang-pulang? Malah hujan lebat lagi!"

Tak lama setelah itu, terdengar suara ketukan pintu membuat Nayla terlonjak kaget. Bukan apa-apa Nayla hanya merasa was-was aja karena dirumah sendiri.

"S..siapa?"

Tak ada jawaban, yang ada suara ketukan pintu semakin kuat membuat Nayla semakin merasa ketakutan. Ini pertama kalinya ia di rumah sendirian, biasanya jika ibunya lembur atau pulang telat Ayla selalu ada untuk menemaninya sampai ibu nya pulang atau bahkan bisa nginap langsung dirumah Nayla. Maklum mereka sudah sahabat dari kecil.

"Oy Nay, bukain! Dingin banget tau." Teriakkan dari luar itu membuat Nayla menghela napas lega, itu suara Nanda dan ia sangat hafal suara yang belakangan ini membuat ia hampir gila. 

"Nay, Lo nggak tuli kan?"

Nayla langsung melangkah kan kaki nya menuju pintu, namun sebelum tangannya membuka pintu Nayla menarik nafas terlebih dahulu untuk menetralisirkan rasa yang bergejolak secara tiba-tiba. Setelah cukup tenang, Nayla memasang muka sejudes mungkin seperti biasanya saat berhadapan dengan Nanda.

"Ngapain Lo malam-malam kerumah gue?" Entah kenapa kata-kata itu lolos begitu saja dari bibir Nayla. Memang benar adanya bahwa mulut dan hati tidak pernah sejalan dalam urusan cinta.

"Lo mau nya ngapain? Ngapel? Atau.. " Nanda menjeda ucapannya sambil mengedipkan matanya,"Menjalankan Sunnah rasul? Kebetulan ini malam Jum'at Nay."

"Lo kira gue cewek apaan ha?"

"Ya Lo cewek gue lah, kan Lo yang bilang kemaren? Lo lupa ya sa-yang?"

Blush, rona merah keluar dari pipi Nayla. Ucapan Fano tadi mampu membuat ia harus kembali menenangkan gejolak dalam dada. Mengapa hatinya terlalu lemah jika berhadapan dengan Nanda? Baru dibilang gitu aja udah dag dig dug seperti agar-agar. Gimana kalau dihalalkan mungkin langsung loncat ni hati dari tempatnya.

Nanda tersenyum ketika melihat Nayla yang langsung mati kutu. Entahlah rasanya ia cukup terhibur melihat tingkah Nayla yang seperti itu. Tanpa ia sadari bahwa sesuatu yang ia rasa lucu itu adalah tabungan luka untuk orang lain di kemudian hari.

"Gue kesini cuma mau nganterin buku buat Lo doang kok, disini banyak banget materi yang harus Lo pahami." Nanda memberikan bingkisan buku yang ia bawa ke Nayla, "untuk jadi pemenang Lo harus banyak belajar Nay karena segala sesuatu harus ada usaha untuk mendapatkan nya."

"Termasuk dapatin Lo? Kalau iya seperti itu gue akan berusaha sambil selalu berharap cewek yang Lo tunggu nggak akan pernah muncul kembali." 

"Yaudah gue duluan ya, jangan lupa mimpiin gue dalam tidur Lo ya sa-yang."

Setelah mengucapkan itu, Nanda melangkah kan kakinya meninggalkan Nayla yang terdiam di depan pintu menatap punggung Nanda yang semakin hilang ditelan gelap nya malam beserta hujan yang deras.

Ia memegang pipinya yang terasa memanas akibat ucapan Nanda, "Semoga aja rasa gue ini nggak akan dikecewakan sama lo. Lo harus tanggung jawab Nan atas rasa yang semakin hari semakin tumbuh akibat ulah Lo."

"Nay."

Nayla terlonjak kaget, ketika ada suara wanita yang memanggil nya. Iya wanita yang memanggil nya  itu adalah ibunya. Nayla melihat kondisi ibunya yang basah akibat hujan.

"Ibu. Kok baru pulang sih? nggak biasa-biasa nya pulang jam segini mana nggak ngasi tau Nay dulu lagi."

Ibu melangkah kan kakinya masuk ke dalam rumah membuat Nayla mengekori ibunya untuk mendapatkan jawaban dari rasa cemasnya sejak tadi.

"Tadi pas mau pulang hujan nya deras banget Nay, ya jadi ibu tungguin deh sampai reda. Untung aja tadi ibu ketemu sama cewek cantik jadi diantar nya ibu pulang. Kalau ibu liat dia seusia kamu kayaknya atau lebih tua setahun dari kamu gitu deh pokoknya."

"Siapa Bu?" Tanya Nayla yang merasa aneh pasalnya ditempat kerja ibunya itu tidak ada wanita cantik seusianya atau setahun lebih tua darinya karena yang kerja disitu rata-rata laki-laki dan ibu-ibu saja.

Ibu menghentikan langkah kakinya di depan kamar, "Nggak tau ya Nay, ibu lupa nanyain namanya karena terlanjur terpesona sama kecantikan nya. Tapi dia cantik banget kayak preity zinta yang pemain film Bollywood itu loh. Mirip banget lubang pipinya."

Entah kenapa ada rasa aneh setelah mendengar penuturan ibu tadi. Bukan karena Nayla merasa dirinya tidak cantik atau ibunya terlalu berlebihan memuji wanita itu tapi hatinya seperti merasa beda dari biasanya. Nayla menggelengkan kepalanya dengan cepat menepis semua asumsi di otaknya.

"Gue nggak boleh berpikir yang nggak-nggak, Next time jika Tuhan mengizinkan gue untuk bertemu dengan wanita itu, gue akan berterimakasih banyak sama dia karena telah mengantarkan malaikat gue pulang dengan selamat. Kelak akan gue balas jasa Lo yang telah baik itu."

"Terus kemana orang nya Bu. Kalau ibu dianterin kok ibu bisa basah sih?"

"Udah pulang Nay. Gimana nggak basah orang mobil nggak bisa masuk kesini. Ibu turun didepan situ."

"Oh iya, Nay lupa kalau mobil nggak bisa masuk kesini." Jawab Nayla sambil menunjukkan deretan gigi putihnya.

"Udah ah Nay, ibu mandi dulu ya basah ni gara-gara kena hujan tadi."

Tak ada jawaban, Nayla hanya mengangguk sebagai jawaban dan kemudian kembali masuk kedalam kamar untuk belajar. Ibunya sudah pulang dengan selamat jadi tak ada lagi yang mengganggu nya untuk konsentrasi dalam belajar.

Sedangkan ditempat lain, Nanda melajukan motor nya menerobos derasnya hujan yang belum tau kapan akan redanya. Dengan gerakan cepat Nanda menekan rem di persimpangan jalan keluar dari rumah Nayla karena melihat sosok wanita menggunakan kursi roda memasuki sebuah mobil berwarna hitam. Jarak mereka terlalu jauh hingga Nanda cuma bisa melihat sekilas wanita itu sebelum pintu mobil tertutup.

"Nadia."

Setelah memastikan majikannya masuk kedalam mobil, supirnya membuka bagasi belakang mobil untuk menaruh kursi roda dan setelah itu dengan cepat mengitari mobil untuk segera pergi dari situ.

Nanda menggeleng kan kepalanya menepis semua dugaan dan kembali meyakini hati bahwa wanita yang ia lihat tadi itu bukan Nadia meski wajahnya sekilas terlihat mirip. 

"Apa segitu inginnya aku kembali bersama kamu seperti dulu lagi sampai melihat orang lain aja mirip kamu. Lagian tidak mungkin kan kamu menggunakan kursi roda, ada-ada aja sih aku ini."

Nanda tersenyum menertawakan dirinya sendiri, "lagian kalau itu emang beneran kamu pasti kamu langsung jumpai aku yang sudah tak tahan menanggung rindu selama 2 tahun. Aku rasa aku sudah gila atas rindu yang terus datang tanpa temu ini."

Setelah tak terlihat lagi mobil berwarna hitam dari pandangan nya, Nanda langsung menarik tali gas motornya dan melaju dengan kecepatan diatas rata-rata. Ia ingin segera sampai rumah, ingin cepat-cepat istirahat. Mungkin saja halu nya tercipta karena rasa lelah dan hujan yang terkenal untuk mengenang.

"Semoga kamu disana baik-baik aja, yakinlah bagaimanapun aku disini tetap masih ku jaga hati ku untuk mu. bukankah dulu kita pernah berjanji untuk tetap bersama meski rintangan apapun mencoba memisahkan kita? Dan janji beserta komitmen itu yang masih ku jaga sampai detik ini Nad. Pulang lah! banyak cerita yang harus kita bagi, banyak canda dan tawa yang harus kita tukar beserta rindu yang terus ingin bertemu seperti candu."