Keesokan harinya, Alina mulai mengajar seperti biasanya. Mencatat materi yang diberikan nya di papan lalu menerangkan pada anak-anak didiknya.
"Apakah ada yang ingin bertanya?"
Semua siswi menggeleng. Materi yang diajarkan Alina hari ini tidak terlalu sulit. Jadi wajar saja jika mereka sudah memahaminya.
Setelah jam mengajar nya habis. Alina beranjak keluar dari kelas. Ketika ia tengah berjalan di lorong sekolah, seorang guru datang menghentikan nya.
"Bu Alina" Panggilnya sambil tersenyum sopan.
"Iya Bu Rika, ada apa?"
"Anda dipanggil keruang kepala sekolah"
Alina terdiam sejenak dan berpikir. Kenapa tiba-tiba kepala sekolah memanggil nya?
"Baik Bu Rika, saya akan segera kesana"
Alina pergi keruangan nya untuk meletakkan buku-buku yang ia bawa. Lalu ia pun bergegas ke ruang kepala sekolah.
Tok..tok..
"Masuk!"
Alina dengan sopan membuka pintu. Dan mendatangi wanita paruh baya yang sedang duduk menatap beberapa dokumen dimeja nya.
Ia mengenakan kerudung besar dengan kacamata tebal. Badannya sedikit berisi dan wajahnya bisa terbilang cantik di masa mudanya.
"Ibu memanggil saya?"
Wanita tua itu menutup dokumen ditangan nya. Menatap kearahnya ia tersenyum sopan dan mengangguk.
"Silahkan duduk Bu Alina"
Alina menarik kursi dan duduk. Ia menatap beberapa saat kepada ibu kepala sekolah. Entah kenapa ia menangkap tatapan wanita itu sedikit rumit. Ia dapat mendengar beberapa kali wanita itu menghela nafas berat. Secara keseluruhan, Jelas terlihat seperti seseorang yang sedang memikirkan sebuah keputusan yang sulit.
"Bu Alina dengan berat hati saya harus mengatakan ini..."
Alina menegang. Kenapa itu rasanya terdengar tidak baik?
Ibu kepala sekolah tampak ragu melanjutkan kata-katanya. Ia berpikir bahwa sama sekali tidak mudah untuk mengatakan nya pada Alina, Apalagi ia adalah salah satu pengajar terbaik dan berkompeten.
Tapi apa daya, ia terdesak melakukan ini dan tidak punya pilihan lain. Menatap Alina beberapa saat, ia bertanya-tanya 'kenapa gadis ini menyinggung seseorang yang tidak dapat ia singgung?'
"Anda tidak dapat mengajar lagi di tempat ini"
Alina mendengar pernyataan itu, tidak dapat menyembunyikan rasa tidak percaya di wajahnya.
"Maaf Bu, tapi kenapa?"
Apakah mungkin itu berkaitan dengan cutinya yang berturut-turut beberapa hari yang lalu? Tapi semua itu ia lakukan sesuai prosedur. Bahkan ia masuk lebih awal sebelum masa cutinya habis di samping itu ia juga menerima kerugian dengan pemotongan gaji.
Tapi kenapa?...
"Maaf Bu Alina, kami sudah menerima pengajar baru yang menurut atasan yayasan itu jauh lebih berkompeten dari anda. Saya sama sekali tidak mempunyai wewenang untuk menolak apa lagi ini juga saran dari pihak komisaris sekolah"
Menghembuskan nafas berat, wanita itu memperbaiki kedudukan kacamata nya. Dengan tampang menyesal ia mengatakan.
"Maka dengan berat hati saya harus mengambil keputusan ini, menerima pengajar baru tersebut dan memundurkan anda"
Alina dengan tenang mengangguk. Walau hal ini sangat mengguncang nya. Terkadang, orang-orang biasa seperti nya disingkirkan begitu saja adalah hal yang mudah. Seperti meniup debu dari kaca.
"Baik Bu, tidak masalah! Saya mengerti"
Melihat sikap tenang Alina, wanita itu semakin merasa bersalah dalam hatinya. Tapi apa daya, meskipun sebagai kepala sekolah tapi masih ada posisi yang lebih tinggi di atasnya.
"Ini adalah gaji terakhir anda"
Alina dengan tenang mengambil amplop tersebut. Di balik wajahnya yang tampak biasa saja, sebenarnya ia berpikir keras harus mencari pekerjaan di mana setelah ini? Yang ia minati sejak dulu adalah guru. Hanya itu profesi yang di senangi nya. Ia tidak memiliki pengalaman dalam lapangan kerja yang lain. Mungkin ia dapat membuat surat lamaran untuk mengajar di sekolah lain. Tapi sekolah khusus perempuan yang ia ketahui nya hanya ada di kota Z.
"Anda masih muda dan sangat berpengalaman. Saya yakin banyak sekolah- sekolah diluar sana yang bersedia menerima anda"
Mendengar pujian tulus itu, Alina hanya mengangguk sopan dan tersenyum seadanya. Meskipun itu lebih terdengar kalimat sederhana untuk menghibur nya. Alina cukup menghargai nya.
"Terimakasih Bu! Kalau begitu saya permisi"
Pada akhirnya tepat pada jam istirahat, Alina sudah membereskan barang-barangnya. Wajahnya yang terlihat tenang, tidak dapat menutupi kekecewaan dan kesedihan yang ia rasakan. Padahal ia baru saja datang kembali untuk mengajar. Tapi siapa yang tau kalau ini akan menjadi hari terakhir nya?
Maya yang merasa tidak terima ia di keluarkan begitu saja, terus mengomel-ngomel sejak tadi.
"Kenapa dunia ini begitu tidak adil untuk orang-orang kecil seperti kita?" Keluh Maya sambil memasukkan barang-barang Alina kedalam kotak.
"Seenaknya saja mengeluarkan kamu, sehebat apapun pengajar baru itu bukan berarti kau berhak dikeluarkan begitu saja" Katanya lagi, sambil mengambil lakban untuk menutup rapat kotak itu.
"Percaya atau tidak, dia pasti memiliki koneksi!"
Alina hanya mampu tertawa ringan tak berdaya. Hidup ternyata sangat berat untuk orang-orang yang tidak mempunyai kekuasaan apapun. "Kalau begitu aku kembali" Katanya, terdengar lesu.
"Apakah kau akan kembali ke kota Y?"
"Yah, aku tidak memiliki apapun yang harus dilakukan disini. Jadi aku memutuskan untuk kembali ke kota Y. Dan untuk kedepannya, mungkin aku hanya fokus untuk mengurus nenek ku saja" Ia tidak tau sampai kapan itu. Mungkin sampai ia dapat menemukan sekolah khusus perempuan seperti yang ada di kota Z ini.
Maya menarik Alina lembut ke pelukannya. Tangannya menepuk punggungnya pelan sambil berkata.
"Alhamdulillah kau ini istri seorang CEO sekarang, kalau tidak aku tidak tahu harus mengkhawatirkan mu seperti apa"
Alina mendengar itu hanya diam, ekspresi di wajahnya sama sekali tidak berubah. Pelukan keduanya terlepas. Alina pun pergi kedepan halaman sekolah bersama Maya yang membantu mengangkat barang-barang nya.
Sesampai di sana, mereka melihat siswi- siswi berkerumunan. Seperti sedang menonton sesuatu. Beberapa dari mereka bahkan bergosip di jalan.
"Ah siapa tuan di dalam mobil itu? Aku tidak tahu jelas jenis mobil, tapi aku dapat menebak itu mobil mahal milik pengusaha kaya"
"Lihat disana! Tuan pemilik mobil keluar"
"Masya Allah ia sangat tampan"
"Apakah ia seorang CEO muda?"
"Ah, aku sangat ingin calon imam masa depan ku nanti seorang bos besar perusahaan"
Maya yang tanpa sengaja mendengar celotehan mereka tak sanggup menutupi senyum cerah nya. Ia pun dengan gatal menyenggol bahu Alina.
"Lihat! Siswi-siswi ini mereka masih bermimpi, sedangkan kau sudah mendapatkan nya"
Alina hanya melirik sekilas pada Maya dengan tatapan tanpa ekspresi.
"Huh, aku sungguh iri dengan mu" Katanya lagi.
Tapi Alina terlihat tidak peduli. 'Itu bukanlah suatu hal yang harus ia syukuri!'
Karena anak-anak itu berkerumunan di halaman depan, Alina dan Maya merasa kesulitan untuk bergegas mencapai gerbang sekolah.
Sebenarnya siapa yang datang sampai anak-anak ini tampak begitu tergila-gila?
"Aduh anak- anak ini, apa sih yang mereka lihat sampai seheboh itu?" Gerutu Maya yang akhirnya meletakkan kardus berat di tangannya, ke tanah.
Alina yang merasa penasaran, perlahan berjinjit untuk melihat siapa yang ada di halaman depan.
Melihat mobil Roll Royce hitam yang tidak lagi asing di matanya. Alina sempat mengira kalau itu adalah Zayyad. Tapi bagaimana mungkin pria gynophobic seperti nya melangkah ke sekolah khusus perempuan ini?
"Wah..tuan itu kemari!"
"Benar-benar.. dia kemari!"
Seseorang berjalan dengan santai membelah kerumunan. Mengenakan setelah jas hitam yang menonjol kan sepasang bahu nya yang tegap.
Wajahnya yang halus seputih susu, tampak menarik di bawah sinar terik matahari. Ada earphone bluetooth di salah satu telinga nya dan ia tampak sedang berbicara lewat itu.
"Iya pak, sepertinya saya sudah menemukan keberadaan Bu Alina"
"Baik pak, saya akan menghampiri nya segera"
Alina yang berdiri di kejauhan merasa tidak asing dengan sosok itu. Sedangkan Maya di sampingnya sudah membulatkan matanya lebar-lebar, dengan bibir tak terkontrol ia berbicara sembarangan.
"Bukankah itu sekretaris yang digosipkan gay dengan suami mu? Aku pernah melihat wajahnya di majalah dan itu sangat tampan. Dilihat secara langsung, aku sadar ia memiliki kulit yang halus seperti bayi"
Tepat setelah Maya mengatakan itu, Bakri baru saja berdiri dihadapan mereka. Ia sempat mendengar beberapa kata terakhir dari gadis itu, tak sanggup untuk tidak terbatuk.
"Uhuk..uhuk"
Bakri tidak tau, apakah itu kalimat yang pantas dianggap sebagai pujian untuk seorang pria? Kulit halus seperti bayi? Tanpa sadar, ia mengelus belahan pipinya, dalam hati ia bertanya.
'Apakah ini sungguh sehalus bayi?'
Alina yang mendengar nya, mengangkat tangannya untuk menutup separuh bibirnya yang nyaris hampir tertawa. Sahabat nya ini terkadang jika sudah berbicara, itu suka terlalu jujur.
Menurunkan tangannya dari menutup mulut, Alina mengangkat kepalanya dengan tegas kearah Bakri. Mengkerut kan dahinya, ia menegaskan pertanyaan melalui tatapan matanya kearah pria itu 'Untuk apa kau disini?' .
Bakri yang sudah mengerti dengan arti dari tatapan itu dan sudah cukup terbiasa dengan sikap tak bersahabat Alina, ia hanya tersenyum sopan dan berkata.
"Bu Alina, pak Zayyad dan saya datang untuk membawa anda kembali ke kota Y"
Alina menatap beberapa saat pada Bakri sambil mencerna apa yang baru saja dikatakan nya.
'Dia dan Zayyad datang untuk menjemput ku kembali?' Mau tak mau ekspresi wajahnya seketika berubah. Alina berkedip beberapa kali kearah Bakri dan tertawa.
"Pftt.."
Bakri tidak tahu kenapa Alina mendadak tertawa.
"Zayyad datang kemari dengan mu untuk menjemput ku?"
Sungguh lelucon ini mengocok perutnya sampai sakit. Seorang CEO yang sibuk dan gynophobic sepertinya bahkan punya waktu untuk menjemputnya di kota Z? Terlebih lagi mendatangi sebuah tempat yang di penuhi oleh perempuan seperti ini.
Rasanya tidak mungkin!
___