webnovel

IYD

Dua orang menerima tawaran perjodohan dengan tujuan yang berbeda. Seorang CEO muda yang di rumorkan gay terpaksa menerima perjodohan demi menghapus rumor buruk tentangnya. Seorang wanita yang memutuskan untuk tidak menikah terpaksa menerima perjodohan demi membahagiakan neneknya. Demikianlah jalan takdir mereka hingga terikat dalam ikatan sakral pernikahan. Ini adalah kisah seorang pria gynophobic yang berakhir di tangan seorang misandris. Di mana 'ketakutan' bertemu dengan 'kebencian'. _Zayyad Kafa_ Berharap memiliki keluarga kecil yang bahagia, menjadi pria normal, memiliki keturunan, menikah hanya sekali dan untuk selamanya. _Alina_ Tidak ingin menikah. Hanya menyayangi tiga wanita dalam hidupnya. Membenci pria dan tak kira umur. Mengorbankan kebahagiaan untuk yang tersayang. Dan berpikir untuk bercerai setelah semua nya berakhir. Bagaimana nasib pernikahan mereka... Akankah berakhir dengan kata 'perceraian' hingga ikatan mereka terputus -sad ending- atau mungkin 'penerimaan' hingga ikatan keduanya -happy ending- ??? ___ Note: Untuk kelanjutan 'IYD'dapat dibaca di Webnovel. Silahkan ketik judul 'Ikatan Yang Ditakdirkan' di pencarian dan kalian akan menemukannya di sana. Sudah ada ratusan chapter lebih ^_^

Happy_autumn · 现代言情
分數不夠
34 Chs

2. Tawaran Perjodohan Di Rumah Sakit

Alina sudah sampai di rumah sakit.

Dan dalam perjalanan menuju ruang tempat neneknya di rawat meninggalkan dua pria asing di belakangnya.

Ia tidak peduli apakah mereka akan mengikuti nya atau tidak.

Membuka pintu, ia melihat seorang wanita tua duduk separuh bersandar di ranjang rumah sakit. Ada selang infus yang menusuk nadinya yang menonjol di balik kulitnya yang keriput.

Tubuhnya terlihat sedikit kurus.

Ia tampak sedang tertawa dengan seorang lawan bicara yang duduk di kursi dekat tempat nya berbaring.

Itu adalah seorang pria tua yang berpakaian santai. Separuh rambutnya sudah memutih. Sama seperti neneknya, pria tua itu juga tertawa.

Menatap kosong kearah mereka. Alina menyembunyikan ketidaksukaan nya pada pria tua asing itu.

'Kenapa begitu banyak pria yang ditemuinya sejak tadi?' Batin Alina.

"Nenek!"

Alina berjalan kearah ranjang tempat wanita itu berbaring dan memberikannya pelukan.

"Ah! Cucuku.. akhirnya kau datang"

Wanita tua itu menepuk punggungnya lembut. Alina menenggelamkan wajahnya lebih jauh dalam dekapan. Merasakan hangat serta mencium aroma tubuh tuanya yang sangat ia rindukan.

"Nenek siapa pria tua itu?" Bisik nya kemudian di telinga wanita tua itu.

Pelukan keduanya pun terlepas.

Wanita tua itu tersenyum lembut padanya. Melempar pandangan kearah pria tua yang duduk di kursi. Senyumnya semakin lebar dan antusias.

Alina diam-diam mengepalkan tangannya. Sambil menekan gejolak emosi ketidakpuasan nya.

"Irsyad kenalkan ini dia cucuku, Alina"

"Alina? Nama yang indah"

Pria tua itu tersenyum lebar kearahnya. Alina segera membuang wajah.

Karenanya pria tua itu merasa sedikit canggung.

Melihat itu, wanita tua itu hanya mampu tersenyum pahit dan memaklumi nya dalam hati.

"Alina bersikap sopan!"

Mendengar teguran seperti itu dari neneknya. Alina semakin tidak suka dan memasang wajah masam.

"Alina ini sahabat lama nenek, ayo perkenalkan dirimu pada tuan Irsyad"

Alina hanya diam. Wajahnya sama sekali tidak melirik pada pria tua itu.

Matanya yang tajam hanya menyoroti neneknya dengan penuh tuntutan.

"Nenek kurasa kau sudah melakukan nya"

Kata Alina lugas. Bibirnya melengkungkan senyum yang tidak seperti senyum.

Menanggapi kelakuan cucunya itu. Ia hanya mampu tersenyum tak berdaya dengan hati yang menyimpan rasa luka untuk cucunya.

Setelahnya suasana ruangan menjadi hening. Bunyi jarum jam yang terus berputar, menggema di udara.

"Ekhem!"

Pria tua yang bernama Irsyad itu berdeham untuk memecah sedikit keheningan.

"Ini sudah larut! Cucu mu juga sudah ada disini. Kalau begitu aku pulang dulu"

Kata Irsyad sopan. Ia perlahan bangkit dari duduknya.

"Tapi kita belum memperkenalkan mereka?"

Memperkenalkan?

Merajut sepasang alisnya, Alina memiliki firasat buruk.

Malam ini ia di jemput oleh pria asing yang tidak di kenalnya. Melangkah dalam kamar rumah sakit, neneknya tampak sangat bersemangat membicarakan sesuatu dengan rekan lamanya.

Ini tidak akan menjadi kisah perjodohan antar kedua sahabat lama seperti yang ada di dalam drama atau novel romantis kan?

Alina tidak pernah menonton drama ataupun membaca cerita romantis.

Tapi ia memiliki seorang sahabat yang sangat senang menceritakan hal-hal itu padanya. Itu adalah Maya yang sangat menyukai hal-hal manis seperti itu yang untuknya sedikit memuakkan.

"Ah! Aku hampir saja lupa" Irsyad memukul jidatnya dan tertawa.

"Haha..kita sudah tua, itu sangat wajar"

"Sepertinya ia diluar, aku akan memanggilnya sebentar"

Setelah pria tua itu pergi.

Alina melemparkan tatapan intens pada neneknya.

"Apa ada sesuatu yang sedang nenek rencanakan?"

Mendengar pertanyaan cucunya, mata tuanya membulat takjub. Ia tidak akan pernah mengira cucunya akan begitu langsung.

"Iya"

"Apa itu?"

Wanita tua itu mengambil tangan Alina yang terasa sangat halus seperti sutra dan putih seperti susu. Jempolnya mengusap lembut permukaan punggung tangannya.

Menerima perlakuan seperti itu, mau tidak mau Alina luluh. Tatapan nya yang sejak tadi penuh ketidakpuasan, perlahan melembut.

"Nenek sudah tua! Dan kau sudah berumur 27 , tapi masih saja belum menikah. Nenek tidak mau kau menjadi perawan tua"

"Jadi?" Menaikkan salah satu alisnya, Alina bertanya.

Walau sebenarnya ia sangat mengerti kemana arah pembicaraan itu.

"Nenek berniat untuk menjodohkan mu dengan seorang pria mapan dan tampan. Bagaimana menurut mu?"

Alina baru saja membuka mulutnya untuk berbicara. Dan bersamaan dengan itu pintu terbuka memunculkan dua orang pria.

Itu adalah Irsyad yang sudah kembali membawa seseorang yang baru saja dilihat Alina.

Seorang pria mengenakan jas putih bersih yang kompatibel dengan kulit putihnya yang segar.

Wajahnya terpahat sangat menarik dengan sepasang alis yang tidak terlalu tebal dan juga tidak terlalu tipis, hidungnya mancung sangat menyenangkan mata, bibirnya yang tipis sedikit coklat keunguan. Dan sepasang matanya yang bewarna coklat itu berlawanan dengan rambutnya yang hitam pekat.

Alina dapat merasakan tatapannya yang terasa jauh dan kosong. Sekilas pria itu terlihat acuh tak acuh tapi di perhatikan lebih jauh, tampak seperti menyembunyikan tekanan dalam dirinya.

"Alina, kenalkan ini cucu ku Zayyad"

Irsyad memperkenalkan Zayyad padanya.

Alina hanya melirik sekilas. Menemukan Zayyad yang hanya diam. Pupil mata coklatnya tampak sedikit bergetar. Tak tau apa itu gugup atau tidak.

"Ah, Jadi ini adalah Zayyad yang kau ceritakan padaku? Dia sangat tampan! Bagaimana menurut mu Alina?"

Bibir tipis Alina berkedut.

"Em!" Alina mengangguk.

Wanita tua itu merasa senang dengan respon cucunya. Walau hanya mengangguk, tapi itu untuk membenarkan pernyataannya bukan?

"Aku memaklumi kondisi mata tua mu nenek"

Tapi siapa yang tau? Pernyataan Alina selanjutnya merusak harapan kecilnya.

Menolak untuk menyerah begitu saja. Wanita tua itu kembali berbicara. Kali ini ia ingin mencoba lebih jauh memuji Zayyad di hadapan Alina.

"Zayyad jadi kau seorang CEO muda di perusahaan keluarga mu sekarang? Ku dengar perusahaan itu sangat meningkat--"

"Kakek aku permisi!"

Tapi siapa yang mampu menebak? seorang yang ternyata Zayyad terlalu jauh dan asing. Tanpa basa-basi lebih jauh, ia mengangkat kakinya untuk keluar.

Alina sedikit terkejut melihat sikap acuh tak acuh pria itu terhadap neneknya.

Apakah pria itu juga sudah tau tentang rencana yang sudah di atur untuk mereka?

"Erina maafkan sikap cu-"

Irsyad baru saja mengatakan maaf untuk mewakili cucu lelakinya yang tidak sopan. Ia belum menyelesaikan kalimatnya hanya untuk di sambut oleh gelak tawa Erina.

"Ha..ha..."

Alina yang melihat neneknya tertawa sedikit mengkerut kan dahi. Ia sama sekali tidak mengerti kenapa neneknya tertawa. Apakah tadi itu cukup lucu untuk ditertawakan?

Pria yang bernama Zayyad itu tidak melakukan lelucon sama sekali. Ia dengan berani secara terbuka mengacuhkan neneknya.

Disamping neneknya yang terus saja tertawa.

Alina menggali kukunya lebih jauh kedalam daging. Mengetatkan rahangnya, ia berusaha keras mengontrol emosi kebenciannya.

"Erina kenapa kau mendadak tertawa?"

Irsyad yang merasa heran terus bertanya.

"Tidakkah keduanya mirip satu sama lain?"

Irsyad merenungkan kata-kata itu sejenak.

Ia memikirkan Alina yang acuh tak acuh terhadapnya dan Zayyad yang baru saja acuh tak acuh terhadap Erina.

'Apakah ini yang Erina maksud?' Irsyad bertanya dalam hatinya.

Alina yang mendengar perkataan neneknya tidak mampu lagi memendam gejolak emosi nya.

Sudah merasa sangat panas dan tidak ingin meledak di tempat itu. Alina pun segera berkata.

"Nek, aku ke toilet sebentar!"

___