webnovel

Istriku Hamil

"Ini gimana cara pakainya?" tanya Tiara kebingungan, tak berbeda dengan Arsha dan Ade yang juga tampak linglung.

"Mamah?" teriak Arsha heboh. Ia memanggil-manggil wanita itu untuk segera datang.

Nita pun melakukan kemauan putranya, ia mengajari Tiara untuk melakukannya. Setelah wanita itu kembali masuk ke dalam toilet, ia memeluk putranya.

"Kamu jangan mikir untuk segera menikah, ya. Mamah anggap ini semua kamu lakukan karena rasa peduli, bukan karena rasa ingin tahu dan ingin seperti mereka yang sudah menikah."

Arsha segera menjauhkan tangan ibunya. Keningnya mengerut. Ia menunjukkan rasa kekesalannya.

"Aku belum berniat menikah, Mamah. Pacar aja nggak punya, ya kali mau nikah."

"Ya tapi, kan…"

"Kalian berdua tuh ribut sekali. Apa gunanya ribut-ribut kalau aku sendiri tidak tau apa fungsinya benda itu. Apa itu?" sela Ade yang sedari tadi sudah sabar menunggu mereka akan memberi penjelasan padanya.

"Kita tunggu saja istrimu keluar," ucap Nita memberi jawaban yang kembali mengundang rasa penasaran yang teramat.

"Ehem," dehemnya sedikit kesal.

Beberapa saat menunggu, wanita yang sedari tadi mereka nantikan kedatangannya pun segera keluar. Wanita itu segera memberikan benda itu pada Nita yang sejak tadi telah menengadahkan tangannya.

Namun, benda itu malah direbut oleh Ade yang sudah sangat tidak sabar untuk mengetahui maksud dari semuanya. Ia malah tersenyum kecut, tatkala tidak paham.

"Apa-apaan ini?" sewotnya.

Nita segera merebut benda itu dan terbelalak melihat hasilnya. Ia menitikkan air mata saking bahagianya. Wanita muda itu segera ia rengkuh dan peluk dengan hangat.

"Garis dua. Akhirnya…"

"Apa-apaan maksudnya?" tanya Ade semakin heboh dan hampir gila. "Dia hamil?" lanjutnya setelah mencari tahu di mesin pencarian.

"Pokoknya kalian harus segera ke rumah sakit, periksakan Tiara apakah benar-benar hamil. Kalau iya … wah, akhirnya kita akan kedatangan satu anggota baru." Nita masih tak memberi izin pada Ade untuk menyentuh istrinya.

"Aku akan punya keponakan? Wah! Pengetahuanku benar-benar tidak sia-sia. Aku senang sekarang!" ucap Arsha segera berlalu dari sana untuk memberi tahu Aram saat ini.

"Jangan dulu, Ar!" teriak Nita. "Jangan sulitkan abang dan kakak iparmu. Kita harus pastikan dulu, jangan buat dia merasa kecewa. Kamu masih anak-anak, sekolah saja sana."

"Apa-apaan sih, Mah. Pake acara ngomongin aku anak-anak lagi. malas sekali!" Mood lelaki itu menjadi buruk sekali dan memutuskan untuk bersiap-siap sekolah.

"Kalian berdua ke rumah sakit dulu, ya? Ini, mamah siapin sarapan kalian. Eh tidak, Ade ambil sendiri saja, mamah cuma siapin untuk calon ibu kita saja…" Wanita itu tampak sangat bersemangat.

Ade menahan rasa cemburunya dan membiarkan sang tante melakukan apa dia mau, apalagi,jika hal itu berhubungan dengan keabikan istrinya sekarang ini.

***

Bobby hanya terdiam membisu ketika pagi sudah datang dan istrinya telah sibuk dengan urusannya sendiri. Wanita itu tengah mempersiapkan acara pindahannya.

Tatkala wanita itu masuk, ia segera menarik Nayra dan memeluknya. Ia tak membiarkan wanita itu untuk lepas darinya.

"Kita begini saja dulu, jangan larang aku untuk memelukmu. Kamu sudah menjadi milikku seutuhnya, Sayang. Ingat, ada anak kita di sini. Jangan biarkan dia terluka."

Bibirnya mengecup kening Nayra yang hanya bisa tersenyum.

"Mas, kalau memang itu benar, kenapa kamu nggak setuju untuk pindah bersamaku? Kamu maunya kita berjauhan, kan? Pakai acara pura-pura tidur segala," omel wanita itu teringat akan kejadian tadi malam.

"Sayang, aku benar-benar ketiduran dan terlelap sepanjang malam. Sudah ah, jangan begini. Kita perginya nanti saja." Bobby mencoba memberikan ketenangan dengan pelukannya yang dieratkan.

"Mas, tolonglah berikan aku keputusan terbaik. Jangan dibercandain seperti ini. Aku marah, kesal, dan kecewa sama kamu sekarang. lepasin aku, ah."

Bobby segera bangkit dari tidurnya membuat wanita itu sedikit takut. Ia berpikiran jika suaminya tengah menahan amarah padanya.

Wanita itu juga ikut bangkit, lalu berusaha menjauh dari Bobby yang malah semakin mendekatinya. Tatkala wanita itu berpikiran jika dirinya akan segera diserang, pria itu segera berlulut di hadapannya.

"Sayang, aku sangat lapar. Bisa kah kamu buatkan aku makanan sebelum kita pindah dari sini? Aku lapar." Meminta dengan cara yang sangat manja membuat wanita itu sejenak bingung.

"Aku tidak sedang bercanda, kamu juga tidak sedang mimpi, Sayang. Aku setuju untuk kita pindah sekarang. ayo, kita makan ke bawah dulu," ajaknya menarik tangan sang istri.

Keduanya berjalan melewati tangga membuat semua orang terfokus. Bobby semakin mengeratkan pelukannya di tubuh sang istri dengan manja membuat Emma sedikit kesal. Hal itu tampak jelas dari caranya menatap Nayra.

"Papa, Mama, aku cuma mau memberi tau kalau kami berdua tidak ada masalah dan akan pindah bersama. Aku tidak akan pernah melepaskan menantu kalian ini seperti yang pernah papa bilang."

Perkataan lelaki itu membuat Deddy merasa sangat bangga. Ia bahkan menepuk-nepuk bahu lelaki itu dengan perasaan senang.

Sementara Emma hanya tersenyum kecut. Ia menyendokkan makanan dan sengaja mendahulukan untuk Nayra.

"Mama, itu makanan pedas, nggak cocok dengan istriku. Untukku saja. mama kok bisa lupa, sih. Padahal aku sudah bilang dari kemarin," koment pria itu.

"Kamu lagi bentak mama?" tanya Emma sedikit kesal dan cemburu.

"Dia memang sudah mengingatkanmu, Ma. Kalau ada salah tuh minta maaf saja, tidak usah diperpanjang masalahnya." Deddy menyahut.

"Mama, maafkan suamiku." Nayra ikut nimbrung.

"Kamu sih pakai acara diam aja. Kalau memang nggak suka tuh dibilang, bukannya didiamin," kesal Emma.

"Ma, istriku bukan tidak suka, tapi tidak bisa makan makanan pedas. Sudahlah, kalau begini terus, aku jadi tidak berselera untuk makan. Tidak ada rasa penyesalan keluar dari rumah ini."

Bobby segera menarik istrinya untuk pergi dari sana. ia memerintah pembantu di rumah itu untuk mengantarkan makanan ke kamar saja.

"Sayang, terima kasih," ucap Nayra menggandeng tangan suaminya sembari menaiki tangga.

***

Ade masih dengan sabar menunggu dokter memeriksa keadaan istrinya. Dan setelah beberapa saat, acara menyentuh tubuh istrinya itu pun terselesaikan.

Dokter itu kemudian duduk dan mulai bicara dengan raut wajah datarnya.

"Sepertinya Anda sangat mencintai Bu Tiara."

"Dok?" ucap Tiara sedikit segan terhadap suaminya.

"Oh iya, itu jelas." Ade segera angkat bicara.

"Iya. Itu jelas sekali ketika Anda tidak mau Bu Tiara diperiksa oleh dokter pria. Baiklah, kita langsung ke intinya saja," ucap dokter tersebut.

"Apa terjadi sesuatu, Dok?" tanya Tiara lagi sebab tidak ada senyum di wajah dokter.

"Tidak. Hanya saja … selamat, anda sedang mengandung sekarang. sebaiknya, suami anda menjaga Anda dengan baik sekarang. Tidak hanya menjauhkan Anda dari sentuhan pria lain," sindir wanita itu membuat Ade memasang wajah bodo amatnya.

Ia segera memeluk dan memberikan ciumn bertubi-tubi di wajah istrinya.

"Tuhan, terima kasih telah memberiku istri dan anak. Aku akan menjaganya dengan baik dan akan selalu melindunginya."

Tiara dan dokter itu pun tersenyum kecut dengan tingkah Ade yang terbilang berlebihan. Tapi tak apa, hal itu terjadi karena rasa senangnya yang teramat.

"Istriku hamil…"

***