webnovel

ABORSI?

"Sayang, kamu kenapa?" tanya Yunki yang sudah berada di hadapanku.

"Barusan aku bertemu dengan kak Yura," jawabku yang langsung memeluk erat tubuh suamiku, Yunki.

Yunki membalas pelukanku dan berkata. "Itu hanya mimpi sayang, apa mimpinya sedih atau bahagia?" tanya Yunki sambil menenangkan diriku.

"Bahagia tapi aku bingung," jawabku sambil melepas pelukan.

Yunki duduk di sampingku sambil merangkul pundakku. Yunki juga mengecup keningku dengan lembut.

"Bingung kenapa?" tanya Yunki.

"Kak Yura bilang kalau aku sedang hamil," jawabku sambil mengusap-usap perut rataku.

Yunki tersenyum. "Kalau gitu besok kita ke dokter kandungan ya?"

"Ih, tadi kamu bilang ini hanya mimpi!" aku sedikit menggerutu pada sang suami.

"Iya itu memang mimpi, tapi aku juga penasaran dengan perutmu ini!" Yunki kekeh ingin mengajakku ke dokter kandungan.

"Baiklah!" Hanya bisa pasrah dengan apa yang di katakan sang suami.

Selang beberapa menit kemudian. Aku dan Yunki melangkah keluar kamar menuju ruang makan, di sana sudah ada keenam anak-anak kami yang menunggu kami untuk segera makan malam.

Terlihat juga dari raut wajah mereka yang sudah sangat lapar dan merindukan masakan dari sang papa, Yunki.

Karena hari ini Yunki yang memasak kimchi dan daging untukku, sepertinya memang aku sedang mengandung karena tiba-tiba saja aku ingin makan masakannya Yunki.

Hah, sudah lah jangan membahas kandungan karena aku benar-benar tidak ingin membahasnya. Anakku sudah cukup banyak dan aku hanya ingin menikmati indahnya menjadi seorang istri dan seorang ibu.

"Mama, ayo! Aku lapar," ucap Winda saat diriku baru saja duduk di kursi.

"Iya sabar," ujarku sambil menatap ke arah meja makan. "Wah suamiku hari ini sedang mengadakan pesta apa?" Sedikit meledek Yunki saat melihat meja makan sudah penuh dengan berbagai masakannya.

"Sengaja karena kamu pasti merindukan masakan aku," ucap Yunki.

Karena tidak mau menunggu anak-anak lama, akhirnya kami memutuskan melanjutkan makan malam bersama.

Makan malam juga hening dan tidak ada suara apapun, hanya ada suara sendok dan garpu lainnya.

"Sayang, suapi aku," ucapku sambil melirik ke arah Yunki.

Ucapanku sontak membuat keenam anak-anak kami langsung menoleh padaku, mereka semua hanya mengulum senyum melihat tingkahku.

"Mau di suapi apa? Kimchi atau daging?" tanya Yunki sambil menatapku dengan lekat.

"Mau dua-duanya dong," jawabku sambil cengengesan.

"Siap nyonya!" Dengan cepat Yunki langsung menyuapi apa yang aku inginkan, dia benar-benar pria yang baik dan sangat menurut.

Selang beberapa menit kemudian. Kami semua selesai makan malam, keenam anak-anak kami langsung pergi menuju kamarnya masing-masing.

Aku dan Yunki masih berada di ruang makan dan masih duduk di kursi, aku membuka kulit buah jeruk dan mulai memakan jeruk satu persatu.

Yunki hanya melihat gerak-gerik aku tanpa mau mengganggu, sesekali juga dia mengulum senyum saat melihat tingkahku mirip anak kecil.

Karena aku makan jeruk sambil bersenandung bahagia dan mirip sekali seperti anak kecil. Setelah buah jeruk itu habis, aku menatap Yunki yang ternyata masih menatap ke arahku.

"Sayang, besok ke dokter jam berapa?" tanyaku pada sang suami.

"Sebelum ke kantor aja," jawab Yunki yang langsung mengambil ponselnya. "Aku mau hubungi dokter Hasan dulu," sambungnya.

Aku hanya menganggukkan kepalaku dan Yunki mulai menelepon dokter kandungan, dokter Hasan. Dokter itu adalah adik iparnya Bella, dia adalah adik dari pak Nandi.

Semenjak aku mengandung dan melahirkan anak Yunki, aku sudah menjadi langganan untuk berkonsultasi ke dokter Hasan. Karena pelayanannya dokter Hasan sangat baik, lalu Yunki juga merasa nyaman saat aku berkonsultasi dan melahirkan dengan dokter Hasan.

"Halo, selamat malam Dokter," sapa Yunki setelah teleponnya tersambung.

"Maaf Dok, malam-malam begini mengganggu. Apa besok saya bisa konsultasi ke rumah sakit?"

"Syukurlah kalau bisa, mungkin jam tujuh atau jam delapan lewat, aku akan sampai di sana."

"Baik Dok, terimakasih. Dan selamat malam," ujar Yunki setelah mengakhiri telepon itu.

Setelah menelepon dokter Hasan, Yunki menyimpan ponselnya di atas meja lalu dia menggenggam erat tanganku.

"Kalau memang kamu hamil lagi, kamu masih mau kan mempertahankan bayiku di dalam rahim kamu?" tanya Yunki sambil menatapku dengan serius.

"Tentu mau," jawabku. "Lalu kalau aku tidak mau, apa aku harus mengaborsi anak ini? Itu tidak akan mungkin," ujarku dengan sedikit kesal.

Entah apa yang ada di dalam pikirannya Yunki, dia seenaknya sekali menanyakan itu. Padahal dia tau kalau aku akan tetap mempertahankan anaknya walaupun sebenarnya aku kesal, karena Yunki selalu saja membuatku hamil lagi.

Namun, itu tidak masalah. Karena yang terpenting Yunki menghamili diriku bukan menghamili wanita lain, dan kalau sampai itu terjadi. Aku akan menjadikan wanita itu seperti potongan daging, hahaha mirip seperti psikopat kalau begitu.

Hem, sudah lah untuk apa aku membahas wanita lain. Aku sangat yakin jika Yunki tidak akan pernah terjerat godaan wanita lain, buktinya Nara menggoda Yunki saja tidak bisa.

"Jangan di aborsi, tidak baik!"

"Iya aku tau, siapa juga yang mau aborsi," ucapku yang masih kesal.

"Sudah jangan bahas ini!" Yunki terlihat tidak suka jika kami membahas aborsi, lagi pula untuk apa juga di aborsi. Karena kami sudah menikah secara agama dan negara, jadi kami harus mempertahankan semuanya.

Di sisi lain.

Hana dan Hani sedang sibuk dengan PR nya masing-masing, ternyata mereka lupa mengerjakan PR.

"Aduh mana pelajaran IPA lagi," ujar Hana yang sepertinya mengeluh dengan pelajaran itu.

"Benar, aku tidak suka IPA," sambung Hani.

Ternyata Hana dan Hani tidak menyukai pelajaran IPA, tapi mereka menyukai pelajaran bahasa Inggris. Sungguh, mereka benar-benar fans nya pak Nandi.

"Semoga mama dan papa sudah tidur," celetuk Hana.

"Benar, kalau tidak kita bisa kena omelan mereka," lanjut Hani.

Karena malas memperdebatkan masalah itu, mereka lebih memilih untuk mengerjakan PR nya setelah itu langsung tidur agar besok sekolah tidak kesiangan.

"Sepertinya aku haus," gumam Hana yang langsung meraih botol minumnya yang ada di atas meja belajarnya.

Aku dan Yunki sudah berada di dalam kamar, kami berdua bersantai terlebih dahulu di sofa sambil menatap tv.

Karena tidak baik setelah makan langsung membaringkan tubuh di atas kasur, jadi kami memilih duduk di sofa.

"Sayang, apa kabarnya Bella ya?" Tiba-tiba saja aku memikirkan sahabatku, Bella.

"Tidak tau, coba aja telepon." Sekilas Yunki melirik ke arahku dan kembali menatap tv yang sedang menayangkan berita terkini.

Aku mengambil ponselku yang ada di saku celana dan mulai mencari nama Bella dalam kontak dan ingin meneleponnya. Namun, sebelum aku meneleponnya aku mencoba membuka sosial media terlebih dahulu.

"Astaga, apa ini foto mereka berdua?" tanyaku setelah melihat unggahan di sosial media milik Juno.