webnovel

ACCIDENT

Dito sadar saat ini dirinya sedang berada di mana. Ia memijat pelipis serta mengucek matanya yang terasa buram. Pria itu mendapati sosok istrinya dengan paras tegang. Sesekali Ira mengusap kemudian mencium punggung tangannya.

"Eh, Mas. Udah bangun?" Ira kaget saat melihat mata Dito terbuka.

"Siapa yang bawa aku ke sini?"

Dito masih bisa mengingat dengan jelas, bahwa ia pingsan di dekat mobil karena mengalami sakit kepala yang teramat sangat. Namun, dia tidak mengerti kenapa dirinya bisa berada di rumah.

"Karyawan café, Mas. Tadi aku udah panggil dokter pribadi buat cek kesehatan Mas. Jadi, gak perlu ke rumah sakit deh," balas Ira.

Syukurnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Dito hanya mengalami sakit kepala biasa dan perlu beristirahat untuk kembali pulih.

"Makan dulu ya, Mas. Aku udah masakin sup ayam nih,"

Ira meraih semangkuk sup yang berada di atas meja nakas. Ia juga membantu suaminya untuk memasukkan makanan tersebut ke dalam mulut.

Setelah selesai, Ira kembali menarik selimut sebatas leher Dito. Dia membiarkan pria itu melanjutkan istirahatnya. Selang beberapa jam kemudian, Ira pun ikut merebahkan diri di atas ranjang untuk menuju alam mimpi.

Jam membidk angka 11 malam dan Dito terbangun, karena merasakan getaran panjang di saku celananya. Perlahan Dito membuka ponsel tersebut dan melihat nama Indy tertera di atasnya.

"Mau apa dia?" Dito bergeming dalam hati.

Lelaki itu tak lagi merasakan pusing di kepalanya. Hanya saja tubuhnya masih terasa sedikit lemas. Dito memilih untuk keluar kamar agar pembicaraannya dengan Indy tidak ketahuan. Sebelum itu, Dito benar-benar memastikan terlebih dahulu keadaan Ira.

"Ada apa, Sayang?" Dito berbisik-bisik. Kepalanya berputar ke sana dan ke mari untuk berjaga-jaga.

"Mas, datang ke rumah dong,"

"Hah? Malam-malam begini?" Dito terkejut dengan permintaan Indy.

"Aku kangen Mas,"

"Besok ya, Sayang. Mas bisa dicurigai kalau gak pulang,"

"Aku maunya sekarang, Mas,"

Dito mencoba untuk membujuk Indy agar tidak memaksakan keinginannya. Malangnya, perempuan itu tak mau memahami keadaan Dito dan terus memaksa pria tersebut.

"Ah, iya-iya. Mas ke sana sekarang,"

Hingga pada akhirnya Dito lebih mementingkan ego Indy ketimbang dirinya sendiri. Dito tak ingin terjadi pertengkaran diantara keduanya.

Dito pun mengganti pakaian kerjanya dengan baju biasa. Seharian ini dia belum ada mandi. Dito menuju toilet umum yang berada di belakang rumah agar tidak ketahuan oleh Ira ketika pria itu mandi. Setelah selesai, Dito kembali ke kamar untuk mengambil ponsel. Sayangnya, bersamaan dengan itu Ira pun tersentak. Dia merasa ada sosok yang mondar-mandir di area kamar.

"Mas?"

Ira membangkitkan tubuh ketika tahu bahwa orang itu adalah Dito. Seketika benaknya dipenuhi tanda tanya. Dito kelihatan begitu rapi dan harum.

Dito terkejut bukan kepalang. Padahal dia sudah berjaga-jaga agar Ira tidak sampai bangun. Nantinya, Dito akan pulang sebelum subuh. Sialnya rencana itu harus hancur karena dirinya ketahuan.

"Mas mau ke mana? Ini tengah malam, Mas," ucap Ira setelah melihat jam yang berada di dinding kamar.

Dito sudah terbiasa hidup dengan kebohongan. Karenanya, mudah bagi Dito untuk mengelabui Ira. Dito pun membuat alasan agar wanita itu percaya.

"Sayang. Mas harus ke rumah temen malam ini, karena istrinya meninggal." Dito mencoba berbohong.

"Oh, ya? Teman yang mana, Mas?"

"Kamu gak kenal, Ira. Temen bisnis. Mas pergi sekarang, ya. Kasihan dia,"

"Aku temeni ya, Mas. Ini udah malam dan aku gak mau Mas kenapa-napa. Lagian Mas kan masih sakit," kata Ira yang begitu mengkhawatirkan kondisi sang suami.

"Gak usah, Sayang. Kamu istirahat aja, ya. Mas gak lama kok. Nanti Mas pasti telpon kalau udah sampai di sana." Dito menyapu ubun-ubun istrinya. Dia juga ikut mendaratkan bokong di ranjang.

"Mas, yakin?"

"Iya, Sayang. Mas berangkat dulu, ya,"

CUP!

Dito menempelkan bibirnya di dahi Ira. Hal itu ia lakukan supaya Ira merasa lebih tenang dan tidak menaruh curiga. Setelah itu, Dito menuju garasi dan langsung mengendarai mobilnya.

Di perjalanan Dito mengalami rasa kantuk yang begitu berat. Bahkan, untuk melihat jalanan saja pun rasanya sangat sulit. Indy benar-benar telah mengganggu waktu istirahat Dito. Baginya, wanita itu terlampau egois, tapi Dito tak dapat meninggalkannya.

Dito semakin tidak konsentrasi saja, sementara rumah Indy masih berjarak 15 kilometer lagi. Hingga akhirnya Dito tertidur dalam keadaan berkemudi. Tanpa sadar mobilnya kian menjorok ke kiri dan menabrak sebuah pohon. Dito kembali terbangun saat merasakan getaran dahsyat.

BRAK!!!

Tak pernah Dito bayangkan jika hari ini ia akan mengalami sebuah kecelakaan. Mata Dito belum terbuka dengan sempurna, tapi dia sudah kembali pingsan. Dito tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Yang diingatnya hanyalah batang pohon yang berada sangat dekat dengan kaca mobil.

***

Sudah dua hari Dito terbaring di ranjang pasien. Kecelakaan kemarin membuat ia cidera dan mengalami koma. Tepat pada jam delapan pagi, Dito pun membuka matanya. Alangkah bahagia rasa hati keluarga Dito.

"Akhirnya kamu sudah bangun, Nak,"

Samar-samar Dito melihat bayangan Alin dan Yugi yang memerhatikannya. Dito juga mendapati Ira yang tiada henti merengkuh pergelangan tangan Dito. Detik berikutnya, Dito teringat dengan kekasihnya. Bagaimana kabar Indy? Apakah wanita itu menunggunya?

"Aku di rumah sakit?" tanya Dito. Ia menyisir seantero ruangan bewarna putih tersebut.

"Iya, Sayang. Kamu kecelakaan dua hari lalu," balas Alin.

"Papa dan Mama sejak kapan ada di sini?"

"Setelah dapat kabar kalau Mas kecelakaan, aku langsung telepon Mama dan Papa, Mas. Kenapa semua ini bisa terjadi, Mas?" Air mata Ira perlahan luruh. Tidak menyangka jika keluarganya akan ditimpa musibah.

"Mas juga gak tahu,"

Dito meraba bagian kepalanya yang ternyata dibungkus oleh perban. Wajar saja. Benturan akibat kecelakana itu membuat Dito kehilangan banyak darah. Untungnya pihak rumah sakit memiliki stok darah untuk pasien yang membutuhkan.

"Biarkan Dito istirahat dulu. Seharusnya kita bisa lega, karena Dito sudah sadar." Yugi memberi saran. Ia tak mau putranya dibebankan oleh banyak pertanyaan.

Alin dan Ira tidak membantah perkataan Yugi. Mereka berhenti mengobrol dan memanggil dokter untuk mengecek perkembangan Dito. Mereka berharap jika Dito akan besabar dalam menghadapi musibah ini.

***

Di tempat lain, Indy menanti-nanti kekasihnya yang tiada kunjung memberi kabar. Sejak dua malam lalu Indy menghubungi nomor Dito, tapi tak ada jawaban. Mobil dan ponsel Dito berada di tangan polisi. Benda-benda itu bisa diambil setelah pihak keluarga Dito mengurus semuanya.

Karena sudah tidak sabar menunggu kabar, akhirnya Indy memberanikan diri untuk menemui Dito di café. Tidak peduli apa kata para karyawan di sana. Lagi pula, Indy juga khwatir kenapa Dito hilang kabar.

Indy belum memiliki kendaraan. Oleh karena itu, dia selalu mengendarai transportasi online. Saat sedang memainkan ponsel di tepi jalan, benda itu mendadak dirampas oleh orang tak dikenal. Indy menjerit sejadi-jadinya. Kedua kakinya diajak untuk mengejar para perampok tersebut.

"Berhenti kalian!" Indy berteriak seraya melayangkan lengan di udara.

***

Bersambung