Daniel menatap lurus Salsabila ia tak menyangka jika istri kedua nya akan selalu mengikuti kemana dirinya pergi.
"Kamu yang ngapain di sini? Uda kamu duluan aja ke apartemen aku pasti balik kok." Daniel mengusir perempuan itu.
"Suami macam apa kamu tega mengusir istrinya sendiri. Ingat ya dalam kandungan ini adalah bayi kamu jangan coba-coba berbuat aneh-aneh Niel." jawab Salsabila tidak terima.
Mendengar keributan di ruangannya Cathleen membereskan semua berkas termasuk mematikan layar laptop di depan.
Segera mungkin ia menyambar tas kecil miliknya berjalan ke arah mereka.
"Sorry gue mau keluar." bernada dingin itu membuat Daniel bergidig ngeri.
Salsabila juga Daniel menoleh menatap ke arah Cathleen membuka jalan selebar-lebarnya. Dengan celat Daniel mengikuti langkah Cathleen.
Ia sudah di izinkan untuk kembali ke apartemen mereka Daniel tidak akan menyianyiakan kesempatan tersebut. Namun, Salsabila mencegah untuk mengikutinya.
"Mau kemana sayang? Uda capek-capek gini masa ayang mau biarin aku sih." ujar Salsabila manja.
Pria itu menghela napasnya kasar jika sudah seperti ini dia tidak bisa berbuat apa-apa.
"Hai," Daniel menoleh pada Cathleen mendengar perempuan itu menyapa pria di sebrang sana.
Cathleen menghampiri David. Pria itu dengan bebas bisa mengelus perut buncit istrinya. Terlihat kepalan tangan yang memutih membuat Daniel terbakar api cemburu.
Daniel tidak bisa diam saja ia melihat pria itu semakin kurang ajar pada istrinya tidak peduli pada Salsabila ia menghampirinya dengan cepat.
"Woi!" teriak Daniel membuat Cathleen dan David tengah tertawa dan bercanda itu menoleh pada sumber suara.
Daniel akan kembali melayangkan pukulan pada David akan tetapi pria itu sekarang bisa menyela bahkan menghindari pukulannya.
"Apa sih Niel, bikin malu aja deh. Kalau mau pulang ya pulang aja sana sama istri kamu." Cathleen berlalu meraih lengan David.
Masuk ke dalam mobil David pria itu nampak bingung dengan tingkah istri pertamanya.
Sementara David kini memberikan tepuk tangan pada sahabatnya Cathleen.
Prok..
Prok..
"Luar biasa, gue salut sama lo Cath." katanya sambil mengemudikan mobil.
"Ya, gue capek aja. Punya suami kaya dia. Otak nya gak tau di taro dimana bisa-bisanya menikah diam-diam parahnya lagi hamil dan sahabat gue sendiri." tawa Cathleen ringan.
"Apa gak bisa lo lepas dari dia?"
Deg.
Entah perasaan apa tapi menurutnya ini adalah pertanyaan jebakan bagi Cathleen. Berusaha meyakinkan diri bahwa David tetap lah sahabatnya tidak bisa lebih.
Cathleen menjawab seadanya. Dalam ajaran agamanya seorang wanita tengah hamil tidak boleh di nikahi atau pun di ceraikan membuat David mengangguk mengerti.
Keadaan cukup canggung beberapa menit. Namun, David bisa mengendalikan kondisi tersebut mencair seperti biasa.
Beberapa menit berlalu mereka sampai di sebuah restoran sederhana mampir di rasa bumil selalu lapar terus dan benar saja perempuan itu bahagia bukan main.
Pasalnya semenjak hamil selera makan Cathleen menjadi dua kali lipat naik.
Cathleen memesan banyak menu untuk dirinya dan calon buah hati di dalam perut. Sementara David pria itu hanya melihat tingkah ibu hamil seantusias itu ketika memesan makanan membuatnya gemas.
David hanya memesan satu menu saja dan satu minuman.
"Gue bahagia liat lo ceria kaya gini Cath." hanya dalam batinnya David mampu berbicara seperti itu.
***
"Sa! Aku mau satu malam saja nginep di sana. Kamu jangan egois kaya gini dong dia juga istriku dan dia punya hak atas aku!" hardik Daniel mencari keributan.
"Sudah aku bilang kan Niel! Aku tidak mau berbagi. Ceraikan dia biarkan dia sama laki-laki itu." Salsabila tidak mau kalah.
"Kalau aku bisa menceraikan dia, sudah aku ceraikan kamu! Sayangnya kalian sedang sama-sama mengandung anakku. Jadi aku tidak bisa menceraikan baik itu kamu atau pun Cathleen. Sudahlah... Aku pusing Sa, biarkan aku ke rumah ibuku sebentar." Daniel berlalu dari apartemen Salsabila.
Pria itu tidak peduli dengan istri kedua nya. Entah mengapa semenjak menikahi Salsabila pria itu seakan mendapatkan bertubi-tubi masalah juga perkelahian.
Pertengkaran dengan para istrinya semakin hari semakin menjadi tidak ada ketenangan yang Daniel dapatkan dari keduanya.
Daniel menginjak pedal gas melajukan kendaraan nya dengan kecepatan tinggi agar sampai lebih dulu di rumah sang ibu.
Ia tahu jika istri pertamanya tengah pergi dengan laki-laki lain. Perasaan cemburu menguar di seluruh tubuh Daniel akan tetapi ia tak mampu untuk berbuat apapun.
Ting..
Tong..
Seorang maid membukakan pintu. Daniel masuk begitu saja ia merindukan pelukan ibunya di saat seperti ini.
Namun apa yang dia lihat ibu nya begitu antusias pada sosok laki-laki lain bersama istri pertamanya.
"Bu?" panggil Daniel. Wanita setengah paruh baya itu menoleh. Ekspresinya kembali datar tidak seperti tadi pada saat menyiapkan camilan untuk pria lain.
"Hai, ada apa kamu ke rumah ibu. Nak?" tanya Dahna tanpa peduli. Ia melanjutkan memberikan beberapa camilan yang baru ia buat.
Dahna memang selalu antusias jika teman dari mantunya itu datang ke rumahnya. Pasalnya pria itu selalu memberikan sogokan berupa makanan atau pun barang kesukaan dia.
Dahna pun tidak melarang Cathleen untuk berteman dengan siapa saja karena pengkhianatan lebih sakit dari apapun juga.
Ia juga seorang wanita dan dirinya paham betul sakitnya di duakan oleh karena itu selama Cathleen tidak berulah yang aneh-aneh Dahna menerima siapapun teman Cathleen baik perempuan maupun laki-laki sekali pun bukan teman satu profesinya.
"Apa aku ganggu waktu ibu?" Daniel kembali bertanya.
Selesai menyajikan dia tas meja dan menyuruh David untuk mencicipi camilan nya dia menghampiri sang putra dan membawa nya keluar apartemen.
Sementara Cathleen wanita hamil itu tengah berada di kamar mandi di kamarnya.
"Ada apa sih, Niel?" tanya Dahna kemudian.
Tiba-tiba saja tanpa basa basi Daniel memeluk sang ibu penuh kerinduan dan kehangatan. Ibu mana yang tidak tersentuh melihat anaknya seperti ini.
"Bu, maafin aku. Aku bodoh telah menikahi Salsabila dan membuatnya hamil anak aku. Tapi, aku lebih bodoh membiarkan istriku di manjakan oleh pria lain. Jelas-jelas janin yang ada di kandungan nya darah daging ku." Daniel tak kuasa mengatakan nya pria itu menangis dalam pelukan sang ibu.
Hiks..
Hiks..
Dahna mengusap punggung Daniel apa yang di alaminya kali ini sungguh berat. Namun, semua ini juga salah dirinya sendiri terlalu egois dan memilih untuk selalu keluar rumah jika bertengkar dengan istrinya.
Banyak perempuan lain yang dengan sengaja ingin menghancurkan bahkan mereka tak segan melihat penderitaan kita mereka tertawa dengan lepas.
Drrrrt...
Drrrttt..
Drrrttt..
"Dokter Daniel, anda segera di panggil Dokter Xavier."
Deg.
Panggilan itu terputus begitu saja tanpa Daniel mengiyakan atau menolaknya. Ia sudah tahu siapa yang memanggil dirinya.
Wajah Daniel seketika pucat pasi tidak tahu apa yang akan di sampaikan Dokter tersebut pada dirinya.
"Siapa, Niel?"