Tanpa peduli Verlyn terus berjalan menuju kelas. Tiba-tiba di tikungan lorong ponselnya berbunyi, Verlyn pun mengangkatnya.
"Hal--- Apa?! Riyal di culik?! Aku pulang sekarang, Mbo!" seketika Verlyn berlari untuk segera masuk ke dalam kelas untuk mengambil kunci motornya di dalam tas. Setelah meraih tasnya ia kembali lagi berlari. Teman sekelasnya hanya memperhatikannya tanpa peduli pada apa yang terjadi dengan Verlyn. Belum sampai Verlyn ke tikungan lorong menuju batas gerbang, tiba-tiba seseorang menabraknya.
Bruk!
"Lo lagi lo lagi! Gue nggak ada waktu buat---"
Belum sempat Verlyn memarahi Zarrel yang menabraknya, Zarrel sudah berjalan begitu saja meninggalkannya.
Verlyn segera berdiri dari posisinya yang jatuh terduduk dengan sambil mengomel jengkel. Seraya berjalan ke motor matic-nya lalu keluar area sekolah. Seperti Zarrel, Verlyn pun sama dicegat oleh guru pengawas yang jaga di depan gerbang. Setelah menjelaskan apa yang terjadi Verlyn pun melesat pergi ke rumah, memastikan barangkali Riyal masih ada di sekitar rumah.
"Kak Verlyn!" teriak seorang bocah bersamaan dengan ditutupnya jendela mobil dengan paksa. Verlyn yang mengenali suara itu segera memutar balik motornya demi mengejar mobil yang berisikan Riyal di dalamnya. Tidak sulit untuk mengejar mobil dalam keadaan jalanan yang cukup lengang saat ini. Hanya saja kecepatan yang dipompa oleh kedua kendaraan itu begitu jauh berbeda. Sesekali Verlyn harus mengurangi kecepatannya agar tidak terpental saat melewati polisi tidur yang jejer tiga. Tiba-tiba saja mobil hitam itu berbelok ke kanan ke sebuah jalan yang sangat jarang dilewati orang, tapi sayang sebelum Verlyn membelokan motornya ke kanan tiba-tiba saja ada seorang ibu-ibu bawa motor yang berbelok ke kiri dari sisi kanannya. Maka tabrakan pun terjadi, untung saja tidak begitu parah. Namun, sangat disayangkan ibu-ibu itu harus belanja kembali dikarenakan barang belanjanya tumpah ke jalan semua. Verlyn yang bisa bangun dengan luka lecet di lututnya segera menuntun motornya ke pinggir jalan sembari mencoba menghidupkan motornya kembali. Tapi gagal, sepertinya motornya ikut cedera. Ditambah ibu-ibu tadi mengampirinya dan memarahi Verlyn. Sedang yang dimarahi hanya mendengarkan tanpa peduli.
****
Dua hari yang lalu.
"Kenapa, Mba Ella, mau begitu saja menitipkan Riyal sama orang yang baru, Mba, lihat?" tanya Verlyn yang sekarang duduk di taman rumah sakit memakai kursi roda ditemani suster Ella yang sering dipanggilnya mbak.
"Itu karena mbak yakin kalau dia itu orang baik, Dek. Lagipula dia juga anaknya dokter Ranty, dokter yang dikenal sangat ramah pada orang-orang di rumah sakit ini," jelas suster Ella dengan sesekali mengusap kepala Verlyn.
"Tapi aku sekarang sudah jauh lebih baik, Mba. Aku pengen Riyal kembali bersamaku lagi dan menempati rumah baru kita yang dulu sempat gagal ditempati,"
"Iya, nanti dibicarakan lagi sama Zarrel, ya. Oh iya, mbak dapat kabar dari pihak polisi katanya para pelaku yang buat kamu jadi seperti ini sudah ditangkap oleh pihak polisi. Tapi, ada satu orang lagi yang masih belum diketahui siapa karena yang satu ini rupanya terpisah dari dua pelaku saat kabur,"
"Setidaknya dua pelaku utama sudah ditangkap, Mbak. Terus gimana dengan kasus fitnahanku di sekolah, Mbak?"
"Untuk hal itu mereka sudah tahu kalau semua adalah Azzar yang buat. Apalagi saat dengar kabar kalau Azzar dan Terrena ditangkap atas kasus kamu yang ini. Sudah, kamu jangan pikirin macam-macam lagi, sekarang fokus untuk pemulihn kamu dan kembali bersekolah, ya."
"Em... oke, Mbak!"
"Karena kamu anak yang cerdas dan sering membanggakan sekolah dengan karya seni yang kamu buat, maka kamu dinyatakan tetap naik kelas meski dalam setahun tidak mengikuti KBM. Kamu tenang saja dengan nilai-nilai kamu."
Verlyn hanya tersenyum mengangguk seraya memeluk suster Ella yang selama ini sudah membantunya. Ia tahu karena suster Ella adalah pemilik dari SMA BORNEO. Tepatnya sekolah itu diberikan kepada suster Ella dari papanya suster Ella, tapi karena suster Ella lebih senang berada di rumah sakit maka ia sangat jarang untuk mengontrol kegiatan sekolah secara langsung. Makanya sangat mudah untuk suster Ella mendapatkan info dari sekolah Verlyn bahkan mengatur sistemnya khusus untuk Verlyn sekalipun. Ia sudah menggap Verlyn seperti adiknya sendiri.
_
___________________________
"Mama! Kenapa bisa, Mama, lakukan ini semua, Ma? Kenapa, Mama, tega melakukan hal yang segila itu? Di mana hati nurani, Mama?" ucapku setelah mendengar semua penjelasan yang dilontarkan mama dengan sesenggukan lantaran menangis.
"Maafin mama, Nak. Maafin mama. Mama sudah menyesal melakukannya. Tapi, mama melakukan ini semua agar papa kamu tahu kalau mama itu mampu mengidupi kamu dengan layak,"
"Tapi, nggak harus begini juga, Ma. Mama bisa dapatkan uang halal dari gaji mama sebagai seorang dokter. Walaupun tidak sebesar seperti yang mama harapkan, tapi setidaknya itu halal dan jauh dari risiko bahaya seperti ini, Ma. Sumpah, aku nggak nyangka mamaku bisa menjadi seperti ini. Mama---"
"Lapor sersan! Dua Narapidana di bawah umur yang berhasil ditangkap kemarin tiba-tiba melarikan diri dari lapas!"
"Apa? Jangan bilang mereka adalah Azzar dan Terrena?" ucapku pada satu polisi yang tiba-tiba melapor.
"Itu benar, namanya Azzar dan Terrena!"
"Lihat, Ma. Semuanya jadi kacau karena, Mama. Aku harus pergi. Aku harus mencari Verlyn sekarang, sesuatu pasti terjadi padanya." kataku kemudian dengan berlari keluar.
"Hati-hati, Nak!"
Aku berlari ke mobilku dan segera mengidupkannya lalu mencari Verlyn ke rumahnya. Karena sebelum ke kantor polisi aku yang belum terlalu jauh dari gerbang sekolah sempat mendengar kalau Verlyn izin pulang ke rumah, selanjutnya aku tidak tahu lagi karena mobilku sudah menjauh.
__________________________
"Verlyn, kamu di mana, sih?" Saat ini aku sambil mencari Verlyn di jalanan yang kemungkinan di lewati menuju rumahnya. Aku tahu rumahnya karena sempat diajak Riyal untuk melihat rumahnya. Tiba-tiba langit yang memang sudah mendung dari tadi menumpahkan muatannya dengan cukup lebat. Verlyn bawa jas hujan, nggak ya? Tadi dia kenapa buru-buru sekali pulang ke rumahnya? Perasaanku jadi semakin tidak enak sekarang.
Aku memarkirkan mobilku ke depan minimarket untuk beli minuman. Setelah keluar aku melihat Verlyn menderek motornya dalam keadaan yang mengenaskan. Ia kehujanan dan kaki yang agak pincang.
"Verlyn!" Verlyn mengabaikan teriakanku. Entah ia tidak mendengar karena hujan atau sengaja.
"Verlyn, kamu kenapa? Apa yang terja---"
"Bukan urusan lo! Minggir!"
"Sekarang hujan, Ver! Kamu bisa sakit kalau terus dalam keadaan seperti ini," ucapku yang kini sudah ikut hujan-hujanan dengannya.
"Verlyn! Ikut aku, ya? Motor kamu biar taruh di sini saja, nanti biar aku suruh pak Samba buat urusin, tenang aja dia satpam rumahku, kok."
Meski Verlyn tidak merespon ucapanku, tapi ia mengikuti permintaanku untuk masuk segera ke dalam mobil. Aku segera membawanya ke rumah untuk mandi dan ganti baju.
"Thanks!" ucap Verlyn yang kini sudah mengganti bajunya dengan bajuku.
"Nggak perlu. Nih, minum dulu!" sahutku dengan memberikan segelas coklat panas untuknya. Verlyn segera mengambilnya dan minum dengan perlahan.
"Aku obati, ya!" ucapku yang tidak disahut oleh Verlyn. Sudahlah, sebaiknya segera aku obati dulu saja lututnya. Dia pasti kesakitan, tapi mukanya pandai banget buat ekspresi muka biasa. Ck, Verlyn.
_____
Hujan yang turun begitu lebat tidak sedikitpun menandakan kalau akan segera reda. Semakin lama semakin larut jarum jam yang berputar. Tak terasa sudah hampir magrib. Verlyn kini tertidur di sofa panjang dengan kepalanya yang berada di paha Zarrel. Keduanya tampak tertidur pulas dalam posisi masing-masing.
Verlyn yang bangun lebih dulu segera mengucek matanya memperjelas apa yang terlihat di depannya saat ini. Dalam diam ia memperhatikan wajah Zarrel yang dalam keadaan tidur pulas dengan bantal leher yang setidaknya membuatnya nyaman.
"Kayak pernah lihat, nih, wajah, tapi di mana, ya?"
Sembari matanya melirik kesana-kemari untuk mengingat-ingat, Verlyn terjengkit kaget ketika melihat jarum jam yang sudah menunjukan pukul tujuh malam. Hampir saja gerakannya yang tiba-tiba itu membangunkan Zarrel.
Drrrrtttt
Drrrtttttt
Drrtttt
'Private number calling'
"Hallo?"
" Riyal gue bunuh kalau lo nggak segera mati di tangan gue! " tanpa sengaja Verlyn menekan icon loadspeaker yang membuat Zarrel terkejut bangun begitu mendengar suara yang di samarkan dengan gas helium itu.
"Verlyn, siapa itu?! Apa yang terjadi sama Riyal?!"
"Oh, ternyata di sana ada anak dokter pengkhianat itu! Asal lo tahu ya, Verlyn. Bukan cuma kita aja yang jadi dalang dalam tragedi satu tahun yang lalu itu. Tapi----"
"Awgh! Lo apa-apaan, sih? main dorong-dorong gue segala! Jadi mati kan hp gue! Lo nggak tahu apa, gue baru saja dapat info tentang Riyal dari duo psiko ini?! Riyal di culik sama mereka!"
"Mereka siapa?!"
"Azzar dan Terrena!"
...