Jam menunjukkan pukul sebelas siang, hari ini beruntung tidak banyak matkul ( mata kuliah ) di kaji sehingga bisa pulang lebih siang dari biasanya. Aku merapikan setiap barang yang kubawa kedalam tas begitu dosen berjalan keluar dari kelas.
"San, ngemall yuk!" ucap Hellen yang duduk di belakangnya. "Lo gak kerja kan hari ini ?" tanya Hellen lagi.
Sandrina membalikan tubuhnya menghadap pada Hellen. "Boleh, tapi si Dea gimana ? Dia kayaknya belum keluar kelas deh, tadi bilangnya dia kuliah sampai jam satu hari ini"
Hellen mengibas tangan santai dengan senyum cuek. "Santai ajalah, Dea mah kalau dia ajak ngemall pasti gak akan nolak, biar dia yang cari caranya gimana yang penting kita bilang aja ke Dia dulu, biar gak di katain gak setia kawan"
Sandrina mengangguk-angguk setuju, dia mengambil ponselnya yang tergeletak. "Yaudah gua wa dia dulu"
"Oke!" jawab Hellen dengan semangat, gadis itu memang gak pernah absen kalau soal ngemall, bisa di bilang bahkan selama seminggu bisa tujuh hari dia mampir ke mall, belanja keperluan dari yang penting sampai yang gak penting. Apalagi kalau soal fashion baju, celana, rok dan aksesoris lainnya, dia pasti all in banget untuk belanja, gak heran diantara Aku dan Dea, dia itu yang paling fashionable. Bahkan seandainya saja orang tua Hellen membebaskan gadis itu memilih jurusan, sudah pasti yang akan diambil adalah jurusan berbau fashion, bukan malah arsitek yang gak ada hubungannya sama sekali.
"Kita ke kantin aja dulu ya, laper banget soalnya, sekalian nunggu si Dea bales wa"
"Iya iya, gua juga udah laper banget dari tadi pagi gue belum makan, gara-gara si Mbok gak masa, Kampret!"
Hellen dan Sandrina berjalan keluar dari kelas yang ternyata sudah sepi, berdiri tepat di depan lift yang tertutup, Hellen sibuk bermain ponsel sementara Sandrina menunggu pintu lift terbuka.
"Eh! Lo gak kerja hari ini, emangnya bokap lo gak marah ?" Hellen bertanya dengan mata yang tetap fokus pada ponsel.
"Enggak, bokap gua emang suruh gue kerja, tapi gak berarti gua bisa bolos kuliah, kalau waktunya kuliah ya gue boleh libur kerja"
Hellen mengangguk paham. "Emangnya lo kerja dimana sih ? Dikantor bokap lo ?"
Ting! Pintu lift terbuka lebar, Sandrina dan Hellen cepat-cepat masuk sebelum keduluan dengan mahasiswa yang juga menunggu, lift tersebut pun seketika penuh sesak.
"Gue kerja di Yayasan bokap gue, Ya jadi ketuanya gitu…"
"Yayasan ? Emang bokap lo punya yayasan apaan ?"
"Yayasan pendidikan"
"Oalahh… Nah, terus kalo lo gak kerja itu gimana ? Masa ditinggal begitu aja"
Sandrina menggeser tubuhnya yang terhimpit. "Ada guru yang ditunjuk jadi asisten gue, dia yang ngatur semisal gue gak masuk kerja"
Kedua perempuan itu tampak tak nyaman karena lift yang begitu penuh, sulit bernapas di tambah hawa panas yang membuat tidak nyaman. "Anjir! bau badan siapa sih ini !? gak mandi berapa tahun deh bau banget!" gerutu Hellen sambil menahan napas dan memejamkan mata.
Sandrina tersenyum geli dan beberapa orang langsung menatap kearah Hellen dengan tatapan yang tajam, Sandrina seketika berhenti tersenyum. "Lo kalo ngomong jangan asal jeplak!" bisik Sandrina lalu mencubit pelan pinggang Hellen.
Hellen menunduk saat tatapan tajam nan sinis tertuju padanya. "Abisnya bau banget sumpah! Gue gak tahan"
Ting! Pintu lift kembali terbuka di lantai satu tempat kantin berada setelah melewati beberapa lantai, Sandrina dan Hellen buru-buru keluar dari lift, Hellen menutup hidungnya saat gadis itu berjalan keluar dari lift membuat seisi lift itu menatap kearahnya.
"Kalo gak mau bau bikin lift sendiri sana"
Tepat saat pintu lift tertutup, Hellen dan Sandrina menatap sorot mata tajam dari seorang pria tak di kenal kepada mereka berdua, ditambah ucapan pria itu yang begitu ketus juga sarkas.
"Apa lo bilang ?!"
Hellen baru akan memberi pelajaran pada pria tersebut tapi pintu lift keburu tertutup dan Sandrina juga langsung menahannya. "Lepas San, orang kayak gitu tuh yang mulutnya harus di cabein!" ujar Hellen.
"udah-udah gak usah di tanggepin, Btw tuh cowok kece loh… Haahahah" selepas mengatakan itu Sandrina langsung berjalan lebih dulu meninggalkan Hellen yang berdiri dengan mulut ternganga tidak percaya.
"Heh tunggu! Emang dasa nih cewek gak bisa liat cowok ganteng dikit pasti bawaan begitu"
Hellen menyusul Sandrina yang berjalan sambil tertawa cengengesan, mencubit pipi gadis itu. "Auww sakit Len, nih si Dea balas katanya OTW"
Hellen merangkul leher Sandrina. "I See, sudah gue duga itu anak gak mungkin nolak kalau di ajak Happy-happy"
Kantin berada di lantai satu, bersebrangan dengan taman baca kampus mereka, karena sangking laparnya Sandrina dan Hellen mereka langsung memesan dua menu sekaligus dan duduk di dekat jendela besar yang menampilkan taman dan orang-orang yang sedang membaca atau mengerjakan tugas diatas rumput hijau dan pohon-pohon rindang.
"Pokoknya nanti gue harus dapetin tuh tas!" gumam Hellen dengan wajah ambisius tepat di hadapan Sandrina.
"Gila lo ya, mau ngimpulin berapa banyak tas di kamar lo heh ? gak sekalian tuh lo buka toko tas branded, lumayan buat tambah uang jajan atau traktir gue"
"Enak aja! Lagian lo kan udah punya calon suami, minta traktir sama dia dong, kan Kaya tuh dia, pengusaha muda sukses!"
Sandrina memutar mata jengah. "Bisa gak ngomongin soal itu ? Gue udah enek banget ya sama tuh orang"
Hellen tertawa sumbang. "Hehe sorry deh, eh! Btw kemarin malem, pas kita selesai dari acara si Kris minta nomor gue"
"Hah ?! Mau ngapain dia minta nomor lo ? terus lo kasih ?"
Sandrina memperhatikan Hellen dengan mata menyipit, melihat tingkah aneh temannya yang sekarang menunjukan wajah bersemu malu, membuatnya bergidik ngeri merasa geli. "Lo kasih ya ?! Iyuhhh…"
"Heh! kenapa iyuh lu!? emang salah kalau gue kasih nomor telepon gue ?"
Sandrina menarik setenga bibirnya keatas, melipat kedua tangannya di depan dada sambil menyender dan memperhatikan Hellen. "Ya gak salah kalo lo kasih ke cowok yang bener, masalahnya itu cowok gak bener, playboy!" terang Sandrina kesal dengan kebodohan Helllen yang dengan mudah memberikan nomornya kesembarang pria.
"Tau dari mana lo dia playboy ?!"
"Lo nih bego apa polos sih ? Lo bilang kemarin ke gue kalo semua cowok yang kerjaannya tiap malem hangout ke club, party-party itu cowok yang gak bener dan lagian… Lo liat internet, udah banyak banget dia kena kasus dating sama banyak perempuan, mulai dari cewek biasa, dokter sampai model papan atas!"
Hellen tampak tercengang, tapi itu cuma sesaat karena setelahnya wajah cantik itu menampilkan senyum dingin nan licik. "Yaudah tinggal mainin balik kalau dia mainin gue, Hidup ini gak usah dibikin ribet, lagian gue juga gak ada niat serius walaupun gue kasih nomor gue ke dia"
"Ck! Iya juga ya, lagian kalo di pikir-pikir lagi lo sama dia sama-sama cocok, Dia playboy, Lo playgirl" ucap Sandrina sambil tergelak.
"Sialan lo!"
Tak berapa lama pesanan mereka datang, Dea belum juga muncul padahal ini sudah hampir setengah jam berlalu.
"Eh iya, lo emangnya yakin mau terima perjodohan lo sama Rafan ?"
Sambil memakan makanannya, Sandrina mengangguk tanpa ragu. "Lo yakin ? Lo gak mau pikirin ulang ?" tanya Hellen sekali lagi.
Entah ini perasaan tertarik atau hanya penasaran, tapi aku benar-benar ingin menerima perjodohan itu, lagi pula kalau di pikir ulang pernikahan ini tidak terlalu buruk untukku, setidaknya kalau aku menerima perjodohan ini dan menikah, aku bisa sedikit mengurangi tekanan hidup yang selama ini selalu aku terima dari papah, aku yakin papah tidak akan lagi menyudutkan ataupun memaksa aku harus menjadi seperti apa yang dia mau, aku juga bisa memulai untuk mengambil keputusan sendiri untuk hidupku tanpa papah perlu ikut campur.
"Bukan gue gak setuju, tapi lo kan gak kenal dia seperti apa, kenapa gak coba mengenal dulu ?"
"Gue udah sewa orang buat selidikin dia kok, lo tenang aja. Lagian, hidup orang seperti kita itu nikah karena di jodohkan kan udah biasa Len, santai ajalah" ucapan Sandrina membuat Hellen hanya bisa menggeleng tidak habis pikir dengan jalan dan pikiran hidup Sandrina,
Tidak ada pembicaraan lagi diantara keduanya, sampai suara telepon milik Sandrina membuyarkan mereka. "Siapa ?" tanya Hellen.
Sandrina mengintip nama kontak yang memanggil. "Ayu…" jawab Sandrina menggantung dan langsung mengangkat panggilan itu.
"Halo, Kenapa Yu ?"
Selepas gadis itu menutup panggilannya, Sandrina langsung ijin pamit dan meminta maaf karena tidak bisa ikut pergi bersama Hellen dan Dea hari ini, tidak di jelaskan oleh Sandrina apa yang membuat gadis itu terlihat terburu-buru ingin pergi.