webnovel

I beg You.. Please Love me!!

Cerita ini adalah seri kedua dari pernikahan kontrak “MY PRECIOUS HUSBAND” bukan sebuah lanjutan dengan karakter yang berbeda.. Hidup Nada hancur seketika pada saat malam yang mencekam. Ia putus asa merasa membunuh dirinya sendiri adalah satu-satunya jalan keluar dari penderitaannya. Sampai pada saat ia ingin melompat dari jembatan penyebrangan ia dipertemukan dengan ibu penolong kehidupannya. Ibu merawat Nada dengan baik dan menjodohkannya pada anak laki-lakinya. Nada tentu saja menolak pada awalnya, tapi karena merasa hutang budi, mau tak mau ia menyetujuinya. Lalu sampailah ia pada pernikahan tanpa dasar cinta, ia senang bisa membalas budi tapi itu tidak cukup menutupi penderitaan yang dirasakannya setelahnya. Suami yang dinikahinya sangat membenci Nada, ia memperlakukan Nada dengan buruk dan merasa Nada merenggut semua kebahagiannya. lalu hal buruk lainnya menimpa Nada, dengan ketegaran hatinya ia menghampiri suaminya. Menatap sorot tajam yang selalu merendahkannya dengan hati-hati dan mengucapkan sebuah permohonan. “Aku...aku akan melepaskanmu, bertahanah hanya sampai aku melahirkan bayi ini. Hingga sampai pada saatnya kumohon.. kumohon bersikap baiklah padaku”

Cindelvi · 历史言情
分數不夠
36 Chs

Chap 33

Kata orang: beruntunglah ia dicintai begitu tulus tanpa alasan, sebab ketika ia punya alasan mengapa ia mencintai maka ketika alasan itu tak lagi ada, cinta itupun turut lenyap terbawa arus. Rafael mendesah gusar menatap Nada yang terbaring lemah didepannya. Ia tak pernah melangkahkan kakinya kemanapun semenjak Nada terbaring lemah diranjangnya. Sekelibat perkataan dokter yang telah memeriksanya memenuhi ruang penuh ingatannya, kata-kata yang bagai belati itu seolah terus mengoyak hatinya per tiap kata.

Rafael tidak pernah mengerti kenapa rasanya sesakit ini, apakah karena wanita itu atau karena rasa bersalahnya? Mengetahui fakta perempuan yang terbaring lemah dihadapannya tengah mengorbankan nyawanya demi bayi yang dikandungnya, membuat Rafael semakin tertimpa rasa bersalah yang teramat menyakitkan. Kenapa Nada sampai seperti itu? Bukankah ia punya pilihan untuk tidak melanjutkannya, seharusnya ia melakukannya bukan? Bayi itu bukan bayi yang diinginkannya, bayi itu hasil dari kebejatan dirinya yang seharusnya ini menjadi momen terbaik untuknya melepas aib yang melekat pada dirinya.

Tapi lihatlah! Nada tidak melakukannya, ia justru tetap mempertahankannya kendati ia harus mempertaruhkan nyawanya. Ada apa dengan perempuan itu?, dia bodoh atau bagaimana? Jadi apa itu yang dikatakan orang-orang berhati malaikat? Seorang ibu yang mempertahankan bayinya meskipun ia tahu kemungkinan ia dapat bertahan tidak ada sama sekali? Demi Tuhan, Rafael tidak dapat menjabarkan perasaannya. Semua terasa mendadak dan mencekat, baru saja ia mendapatkannya, kali ini lawannya tidak pernah ia sangka. Jika merebutnya dari Devian semudah menjentikan tangan tapi dengan Tuhan? Ya Tuhan, Rafael mohon kuatkan perempuan itu!! Rafael tahu ia hanya manusia kerdil di dunia yang kecil ini, tidak ada cara untuk mempertahankan Nada disisinya selain memohon pada yang kuasa.

"Eunghhh" Nada melenguh memecah lamunan Rafael yang dengan sigap mendekat.

"Apa kau merasa sakit Nada? Katakan padaku dimana kau merasakannya?" Tanya Rafael beruntun, ia tidak mampu menyembunyikan kecemasannya saat dilihatnya Nada tampak sangat pucat.

"Pu..sing"

"Bisakah kau bangun sedikit? Kau harus minum obatmu supaya bisa meredakan rasa sakitnya—" tak sampai ia menyelesaikan kalimatnya tiba-tiba pintu terbuka dengan keras, keduanya lantas terlonjak. Dan didetik berikutnya Rafael telah terjungkal akibat tarikan serta dorongan keras di tubuhnya.

"Brengsek!!!!" Pekikan itu disertai bunyi dentuman keras di tubuh Rafael. Ia tidak sempat memahami situasi, bagaimana Devian kini bisa berada di kediamannya tengah menghajarnya disertai beberapa orang yang mengepungnya. Tapi kemudian ia hempaskan pikiran itu, menahan tangan Devian yang hendak meninjunya kembali, membalas pukulan Devian tak kalah kerasnya.

Devian tersungkur, namun ia tidak melepaskan Rafael begitu saja. Devian segera bangkit untuk kembali memberikan pukulan-pukulan yang ia tahan sejak lama. Kemarahannya pada adik tirinya sudah diambang batas, berhari-hari ia tak dapat menemukan Nada mampu membuatnya menjadi kacau dan hilang akal sehatnya.

"Beraninya kau menculik istriku!!!" Satu pukulan kembali ia layangkan pada wajah Rafael. "Sialan!!!! Bedebah tengik!!!" Lagi satu pukulan ia layangkan. "Kau yang merebut miliku!!" Rafael membalasnya ketika Devian lengah. Keduanya mempertaruhkan semuanya demi seorang wanita, tidak ada yang mau mengalah, tidak peduli siapa yang menjadi lawannya bahkan seorang saudara tiri sekalipun, ini bukan sekedar cinta buta, bagi mereka Nada memang pantas diperjuangkan yang awalnya wanita itu mereka sakiti kini mereka perjuangkan mati-matian.

Namun agaknya perkelahian ini sudah bisa dibayangkan, tubuh Devian yang lebih besar mampu mengungguli adiknya, Rafael bahkan terlihat sangat mengenaskan, dengan wajah yang tak berbentuk lagi karena bengkak dan lebam, ia hampir saja kehilangan nyawanya jika saja Reyhan tak segera datang untuk melerai keduanya.

"Devian!!! Cukup kau bisa membunuhnya!"

"Memang itu tujuanku sialan!" Desisnya tertahan, tangannya masih mencekik Rafael.

"Arghh bajingan ini. Lepas bodoh!!!!" Reyhan menarik Devian kuat, ia mencengkramnya dari belakang. Membuat Rafael dapat menggeser tubuhnya, ia meraup banyak udara seolah hal itu tidak bisa ia dapatkan lagi esok hari. Dadanya terasa panas, cekikan Devian benar-benar mengerikan.

"Reyhan brengsek lepaskan!!! Biar kubunuh pria tengik itu"

"Cukup Devian! Kau sudah keterlaluan!"

"Dia menculik istriku!"

"Lalu kau ingin membunuhnya? Lihat Nada! Dia ketakutan karenamu!" Mendengar nama Nada, Devian sontak berhenti, matanya segera teralihkan melihat Nada begitu mengenaskan terpojok dan meringkuk disudut ruangan. Tangannya tampak menutup telinganya. Devian yang sedari tadi diliputi kemarahan mendadak tenang. Ia kembali meminta Reyhan melepaskannya, dan pria itu tak punya alasan lagi untuk menahan Devian.

Devian menghampiri Nada, perlahan diturunkan tubuhnya sejajar dengan istrinya, tangannya bergerak mengelus pucak kepala Nada, membuat perempuan itu mengadah menatap suami yang ia rindukan dengan mata yang berembun. "Devian.." panggilnya lirih melihat Devian yang sebenarnya tak kalah mengenaskan, sudut bibirnya sobek, wajahnya juga dipenuhi lebam meski tak sebanyak Rafael.

"Ya sayang.. Maaf aku terlambat menjemputmu" sahutnya tak kalah lirih, Nada menggeleng pelan, mengisyaratkan bahwa ia tidak peduli yang terpenting baginya adalah sekarang ia bisa melihat suaminya lagi, seketika ia merasa tenang dan merasa aman lalu dengan gerakan lambat dan begitu hati-hati Devian mengangkat tubuh Nada kedalam pelukannya, Devian menggendongnya dan Nada secara otomatis melingkarkan kedua lengannya di leher Devian.

"Kau urus sisanya" ucapnya dingin, tepat saat kakinya sudah diujung pintu. Reyhan tak menjawab hanya anggukan yang tak dapat dilihat lagi oleh Devian sebab ia telah meninggalkan ruangan itu. Beralih pada Rafael, Reyhan mendengus, tangannya berkacak pinggang, sedikit meringis kala melihat luka-luka Rafael "Kau seharusnya tahu akan berurusan dengan siapa Rafael. Meski dia kakakmu, Devian terlalu gila untuk kau lawan"

Rafael tak menjawab, tubuhnya sudah tidak bisa ia gerakan. Seluruh tubuhnya terasa sakit, Ia benci mengakuinya tapi ia memang harus akui, Devian bukan lawannya.

✖️✖️✖️

"Nada.." Ibu Tetia menghampiri Devian yang baru saja datang dengan Nada dalam gendongannya, perempuan itu tampak pucat dan lemas membuat Tetia merasa sangat bersalah.

"Ya Tuhan apa yang terjadi denganmu Nada? Devian ada apa denganmu? Kenapa kau terluka?"

"Mama lihatkan? Ini karena mama membiarkan bajingan itu menculiknya" hardik Devian

"Jaga bicaramu Devian dia adikmu"

"Adik tiri kalau mama lupa"

"Kalian berkelahi? Apa Rafael baik-baik saja?"

"Tentu tidak baik-baik saja, aku hampir membunuhnya"

"Devian!!! Mama tidak pernah mendidikmu tak berperasaan seperti ini. Ya Tuhan kenapa kalian seperti ini" air mata Tetia turun begitu saja, hatinya hancur melihat kedua anaknya bertengkar seperti ini. Bagaimana bisa kedua saudara, anak yang ia rawat bersama, saling menyakiti satu sama lain?

"Devian harus kekamar ma, Nada butuh istirahat. Mama lihat saja Rafael sendiri. Ada Reyhan yang mengurusnya disana" setelah berkata seperti itu ia melewati Tetia tanpa menanti jawaban. Ia tidak peduli dengan panggilan Tetia yang menyerukan namanya dan membawa wanitanya ke kamar. Devian membaringkan Nada dengan hati-hati diatas ranjang. Nada yang awalnya tertidur, mendadak terbangun setelah Devian berhasil membaringkannya diatas ranjang.

"Devian!!" Panggilnya ketakutan. Devian segera duduk disamping Nada membawanya kedalam pelukannya.

"Sst aku disini sayang"

"Ja-Jangan tinggalkan aku..."

"Tidak!! Tidak akan lagi Nada. Aku janji akan menjagamu, kali ini tidak akan ada yang berani menyakitimu lagi. Jadi Jangan takut lagi hmmm" Nada mengangguk pelan bersamaan dengan mengeratnya pelukan.

"Apa dia menyakitimu?"

"Ti-tidak tahu, dia tidak melakukan apapun. Tapi aku tetap takut padanya" Devian menangkup wajah Nada, mengangkatnya agar ia bisa menatapnya.

"Benarkah?"

Nada kembali mengangguk, lalu Devian mengecup kening Nada, begitu lembut seolah jika Nada vas antik yang begitu rapuh, kasar sedikit saja maka ia bisa hancur berkeping-keping.

"Maaf aku terlambat menjemputmu"

"Tidak apa"

Nada memaksakan diri untuk tersenyum, hatinya masih dilanda ketakutan.

"Istirahat ya? Kau benar-benar tampak pucat, aku sudah menghubungi Kira, sebentar lagi dia datang" setelah mendapat anggukan lagi, Devian membawanya tidur, dekapannya tak lepas, ia memeluk Nada yang tubuhnya masih bisa ia rasakan getarannya. Meski tampak tenang, Devian tahu istrinya masih diselimuti rasa takut. Dengan lembut, ia mengusap-usap punggung Nada. Membuat Nada kembali terlelap karena lelah. Tapi jauh dari itu, ia merasa sangat aman dan nyaman. Pelukan Devian seolah mengobati rasa sakitya.