webnovel

I beg You.. Please Love me!!

Cerita ini adalah seri kedua dari pernikahan kontrak “MY PRECIOUS HUSBAND” bukan sebuah lanjutan dengan karakter yang berbeda.. Hidup Nada hancur seketika pada saat malam yang mencekam. Ia putus asa merasa membunuh dirinya sendiri adalah satu-satunya jalan keluar dari penderitaannya. Sampai pada saat ia ingin melompat dari jembatan penyebrangan ia dipertemukan dengan ibu penolong kehidupannya. Ibu merawat Nada dengan baik dan menjodohkannya pada anak laki-lakinya. Nada tentu saja menolak pada awalnya, tapi karena merasa hutang budi, mau tak mau ia menyetujuinya. Lalu sampailah ia pada pernikahan tanpa dasar cinta, ia senang bisa membalas budi tapi itu tidak cukup menutupi penderitaan yang dirasakannya setelahnya. Suami yang dinikahinya sangat membenci Nada, ia memperlakukan Nada dengan buruk dan merasa Nada merenggut semua kebahagiannya. lalu hal buruk lainnya menimpa Nada, dengan ketegaran hatinya ia menghampiri suaminya. Menatap sorot tajam yang selalu merendahkannya dengan hati-hati dan mengucapkan sebuah permohonan. “Aku...aku akan melepaskanmu, bertahanah hanya sampai aku melahirkan bayi ini. Hingga sampai pada saatnya kumohon.. kumohon bersikap baiklah padaku”

Cindelvi · 历史言情
分數不夠
36 Chs

Chap 32

"Mau sampai kapan kau keras kepala Nada?" Perempuan yang baru saja diserukan namanya mendengus mengacuhkan. Ia terlihat suram dengan lingkar mata yang tercetak diwajah cantiknya. Sudah tiga hari pria itu mengurungnya dikamar ini dan tiga hari itu juga ia kesulitan untuk tidur bahkan tidak nafsu untuk mengisi perutnya. Nada sampai mengabaikan fakta juga bahwa ia tengah hamil muda.

"Nada" Rafael mendekat, bersamaan itu juga Nada beringsut menjauh, ia memang sudah tidak mudah pingsan berhadapan dengan Rafael, tapi rasa takutnya tak juga meredam meskipun selama tiga hari ini Rafael selalu melakukan pendekatan dengan sangat lembut.

"Ja-jangan" ucapnya lirih kala tangan Rafael mengudara hendak menyentuhnya, bayang-bayang kekerasan yang dilakukan pria itu dulu masih menggerogoti pikirannya, pun Rafael kendati perasaannya sakit atas penolakan Nada, Rafael tetap melakukan aksinya, ia mengusap kepala Nada dengan amat lembut seolah jika ia sedikit saja bersikap kasar maka Nada bisa saja hancur lebur. Senyum kecut tercetak menyadari getaran tubuh perempuan itu.

"Jangan takut padaku lagi, aku tidak akan menyakitimu"

"Lepaskan aku" Rafael menghela nafas, Nada masih berisikeras pergi darinya. "Tidak akan, sebelum kau memaafkanku"

"Ka-kalau begitu, A-aku sudah memaafkanmu" untuk sesaat Rafael terhenyak, tapi kemudian ia kembali tak berekspresi "Tapi kau masih takut padaku, kau bahkan tak berani menatapku. Sebelum kau bisa melakukannya, kau tidak akan kemanapun"

"Kenapa kau kejam sekali?"

"Aku tidak kejam, aku hanya ingin memperbaiki segalanya. Tidakkah kau mengerti? Aku ingin menebus semua dosaku, tolong beri aku kesempatan Nada"

"Aku tidak bisa, bahkan sekalipun aku memaksa, hatiku menolaknya. Aku...aku sudah memaafkanmu, apa lagi yang kau inginkan?" Mendengarnya senyum kecut lagi terbit diwajah tampannya, apa yang ia Inginkan? Memangnya apalagi kalau bukan memiliki Nada, jika Rafael tidak mencintainya, untuk apa ia repot-repot mencari perempuan itu beberapa bulan ini seperti kesetanan. Kesulitan tidur sebab dihantui rasa bersalah, kesulitan makan karena memikirkannya, dan hancur kala mengetahui kakaknya yang memilikinya. Tidak! Rafael menolak kenyataan pahit itu.

"Kau jadi milikku Nada" gumamnya pelan membuat Nada mendongak tanpa sadar memandang obsidian kelam dihadapannya. Untuk pertama kalinya mereka berhadapan dengan intens dengan jarak begitu dekat. Hingga Nada mampu merasakan hembusan hangat di wajahnya. "Aku bukan barang, berhenti mengikrarkan kepemilikan! Aku bukan milikmu—"

"Dan bukan milik Devian kalau begitu" potong Rafael cepat. Nada berkelit marah "Aku istrinya" Rafael menggeram, gemelatuk giginya terdengar menahan angkara "Aku tidak ingin marah-marah denganmu. Percayalah aku bukan orang yang baik ketika marah, jadi jangan pernah mengatakannya lagi"

"Aku memang istri Devian, berapa kalipun kau menolaknya, fakta itu nyata adanya"

Rafael tersenyum miring, ia mengusap pipi Nada yang bergetar, kendati sebenarnya ia senang bukan main karena ada kemajuan Nada tak menghindarinya lagi "Kalau begitu hanya tinggal buat kau jadi istriku saja"

"Kau gila"

"Memang! Dan itu semua karenamu, aku gila karenamu Nada. Setelah malam itu, aku seperti orang gila mencarimu kemanapun, berharap kau baik-baik saja setelah apa yang kulakukan padamu—

"Aku tidak baik-baik saja!"

"Aku tahu maafkan aku, aku ingin menebus semuanya, percayalah Nada aku bukan pria brengsek seperti yang kau bayangkan, perasaanku sama hancurnya setelah berbuat hal keji itu kepadamu, perasaan bersalah ini menghantuiku terus. Saat itu aku mabuk, aku tengah kalut dengan masalahku, dan butuh pelampiasan, saat itu kau disana, dihadapanku berdiri dengan cantiknya begitu menggoda dengan pakaian basah yang menelingkupi tubuhmu. Aku gelap mata, dibawah pengaruh alkohol, aku semakin gila dan menginginkanmu—

"Hentikan!!!! Cukup aku tidak ingin mendengarnya! Kau menjijikan" Nada menutup telinganya, ia tidak ingin mendengar apapun, kenapa Rafael begitu tidak tahu dirinya menceritakan itu, kenapa juga Nada harus mengerti? Ia hancur, hidupnya hancur, ia tidak mau mengerti keadaan pria yang telah memperkosanya.

Rafael mendesah, memejamkan matanya sesaat, harus bagaimana lagi ia menjelaskannya? Kemudian Diraih kedua tangan Nada, ia menggenggamnya, diletakan di depan dadanya, Rafael berharap Nada merasai degub jantungnya, juga perasaan tulusnya bahwa ia sungguh-sungguh menyesal.

Awalnya Nada menolak tapi lalu ia menyerah. "Maafkan aku. Lebih baik jangan membahasnya dulu, aku datang karena ini jam makan siang, kau selalu menolak makanan. Apa yang kau inginkan? Bukankah ibu hamil suka menginginkan sesuatu yang spesifik? Apa ya mereka menyebutkannya? Ah ngidam?" Meski Nada tak menggubris bahkan kelewat ketara mengacuhkannya, Rafael tetap berceloteh.

"Aku ingin pulang" Sahut Nada pelan, menghentikan Rafael. "Lupakan! Lebih baik kau makan nasi saja, kau terlalu kurus, aku akan menyuruh Paman membawakannya" Nada menggeleng, kali ini ia menyebut nama Rafael, membuat pria itu tertegun senang, meskipun kalimat selanjutnya menghilangkan rasa senangnya dengan cepat. "Rafael aku ingin pulang"

"Devian pasti mencemaskanku" ada guratan tak suka diwajah Rafael ketika Nada menyebut nama Devian, sebab menurutnya sedari awal Nada adalah miliknya. Dan Nada hanya boleh memikirkannya "Dia bahkan tak mencarimu, kenapa kau masih peduli padanya"

"Ka-karena dia suamiku"

"Tapi aku ayah dari bayi yang kau kandung. Aku jauh lebih penting darinya, dan yang seharusnya menjadi suamimu adalah aku" Nada bungkam ia tak membuka suaranya lagi, dan Rafael masih terus mengusap pucak kepalanya

"Sekarang kau harus makan Nada, kau sudah beberapa hari ini sulit makan. Kasihan anak kita, meski kau tak suka kau harus memikirkan kesehatannya" mendengarnya memanggil anaknya 'anak kita' Nada mengerling tak suka

"Anakku"

"Apa?"

"Dia anakku!!" Rafael kembali mendengus, makanan Nada sudah berada ditangannya.

"Ya Nada anakmu dan anakku juga. Buka mulutmu, kau harus makan!" Nada menggeleng lemah, egonya masih tinggi, ia tidak ingin menuruti pria yang sudah menghancurkan hidupnya. Pun Rafael tahu bahwa perempuan itu sangat membencinya hingga enggan mendengar perkataannya. Tapi demi Tuhan, bayi dalam kandungannya butuh makan, anak itu merupakan darah dagingnya, sejak pertama kali Rafael mengetahuinya ia sudah jatuh cinta dengan keberadaan bayi itu. Dan sebagai calon seorang ayah, ia tidak akan membiarkan calon ibunya menyakitinya.

"Sedikit saja Nada, tidakkah kau kasihan dengannya? Jangan keras kepala dan makanlah"

"Tidak!!!" Nada menepis piring ditangan Rafael hingga berhamburan. Ia kembali meringkuk menenggelamkan wajahnya kedalam lututnya. Rafael mengusap wajahnya kasar, hampir saja ia berteriak jika Nada tidak tiba-tiba saja meringis memeluk perutnya.

"Na-nada kau kenapa?"

"Pe-perutku... akhhh sakit sekali tolong!!"

✖️✖️✖️

PRANGGGGG

Kepingan Kaca dari gelas yang baru saja dilemparkan Devian berhamburan di atas lantai, mengeluarkan cairan merah pekat dengan aroma alkohal yang tajam menguar diseluruh ruangan. Tetia yang berada tepat dihadapannya ikut meloncat menghindari kepingan itu agar tak mengenai kakinya.

"Katakan padaku ma!!! Dimana Nada?" Ungkapnya pelan, nafas Devian memburu dengan dadanya yang ikut naik turun.

"Devian.. mama sudah katakan mama tidak tahu sayang. Mama juga mencemaskannya!!"

"Aku tahu dia bersama Rafael ma, katakan padaku dimana Rafael menyembunyikannya?"

"Mama tahu, tapi mama tidak bisa menghubunginya lagi. Rafael kembali menghilang" Devian mengusap wajahnya frustasi, kemana lagi dia harus mencari Nada. Orang-orang suruhannya sudah mencari kemanapun, tapi Rafael terlalu sulit ditemukan. Seolah pria itu menghilang ditelan bumi, Devian mendesis ia tahu Rafael terlalu terbiasa tak ditemukan, itulah sebabnya juga ia tidak pernah ditemukan saat ia pergi dari rumah.

"Ingat ma!!! Sampai terjadi sesuatu dengan Nada, Devian tidak akan memaafkannya! Meskipun dia adiku sendiri" ancam Devian, Tetia hanya bisa diam, memandang sendu kepergian Putera sulungnya dalam kondisi kacau begitu. Ia tidak menyangka kejadian seperti ini akan terjadi di keluarganya. Tapi memang tidak akan ada yang tahu bagaimana kedepannya bukan?, ya Tuhan sekarang Tetia bingung harus bagaimana menghadapinya, keduanya anak Tetia. Ia tidak bisa memihak pada salah satunya, namun ia merasa Devian lebih berhak atas Nada meskipun bayi dalam kandungannya merupakan buah hati Rafael, Devian jauh lebih berhak atas istrinya.

"Nada.."