webnovel

I beg You.. Please Love me!!

Cerita ini adalah seri kedua dari pernikahan kontrak “MY PRECIOUS HUSBAND” bukan sebuah lanjutan dengan karakter yang berbeda.. Hidup Nada hancur seketika pada saat malam yang mencekam. Ia putus asa merasa membunuh dirinya sendiri adalah satu-satunya jalan keluar dari penderitaannya. Sampai pada saat ia ingin melompat dari jembatan penyebrangan ia dipertemukan dengan ibu penolong kehidupannya. Ibu merawat Nada dengan baik dan menjodohkannya pada anak laki-lakinya. Nada tentu saja menolak pada awalnya, tapi karena merasa hutang budi, mau tak mau ia menyetujuinya. Lalu sampailah ia pada pernikahan tanpa dasar cinta, ia senang bisa membalas budi tapi itu tidak cukup menutupi penderitaan yang dirasakannya setelahnya. Suami yang dinikahinya sangat membenci Nada, ia memperlakukan Nada dengan buruk dan merasa Nada merenggut semua kebahagiannya. lalu hal buruk lainnya menimpa Nada, dengan ketegaran hatinya ia menghampiri suaminya. Menatap sorot tajam yang selalu merendahkannya dengan hati-hati dan mengucapkan sebuah permohonan. “Aku...aku akan melepaskanmu, bertahanah hanya sampai aku melahirkan bayi ini. Hingga sampai pada saatnya kumohon.. kumohon bersikap baiklah padaku”

Cindelvi · 历史言情
分數不夠
36 Chs

Chap 24

"Oh ya Tuhan Rafael!! Mama kangen" Tetia dengan mata berlinang lari dari tempatnya menghampiri Rafael yang berdiri di depan sana. Perempuan itu lantas segera memeluk erat anak bungsunya yang sudah lama tidak ia jumpai dan kini akhirnya ia bisa melihat Rafael bahkan memeluk lagi tubuh tegap itu. Pun juga Rafael membalas pelukan ibunya, ibu yang selama ini sudah merawatnya dengan baik meskipun ia bukan anak kandungnya. "Rafael juga ma" Ujar Rafael lalu pelukan mereka terlepas, Tetia masih dengan air matanya yang keluar memukul pelan dada bidang Rafael "Da-dasar anak nakal! Kenapa tidak pulang-pulang hem.. sudah tidak sayang lagi dengan mama?"

Rafael terkekeh melihat ibunya yang sesegukan menangis seperti anak kecil, memang sudah beberapa tahun ini Rafael menghilang dari kehidupan Tetia juga kakak tirinya. Hal ini semua dilakukannya karena perasaan bersalah dengan keluarga itu, meskipun kesalahan bukan sepenuhnya miliknya tetap saja Rafael merasa ialah penyebab hancurnya keluarga Tetia.

"Selama ini kau dimana Rafael? Mama mencarimu kemanapun tapi tetap tidak bisa menemukanmu" Tanya Tetia memberikan segelas minuman dingin untuk Rafael. Sekarang keduanya sudah didalam rumah, Rafael menyesap minumannya lalu tersenyum.

"Dimanapun" Rafael menghendikan bahunya "Rafael tidak pernah menetap di suatu tempat lebih dari dua bulan. Maaf ma, Rafael tidak bisa bertemu dengan mama. Kak Devian, ah maksud Rafael Devian pasti tidak suka jika aku menemui mama"

"Devian tetap kakakmu Raf, kau masih bisa memanggilnya kakak" Rafael kembali tersenyum, ia menatap iris teduh Tetia.

"Aku tahu, hanya saja tidak akan mudah untuk kembali seperti dulu. Yang terpenting Rafael senang mama dan Devian sehat selalu"

"Kau ini.. mama sedih kalau kalian bertengkar seperti ini. Tidak bisakah kalian berbaikan? Kakakmu juga baru saja menikah Rafael.. kau seharusnya ada di acara pernikahannya" Rafael meletakkan gelas diatas nakas, pandangannya fokus tertuju pada Tetia, topik yang sedari tadi ia tunggu akhirnya dikeluarkan juga. "Kalau Rafael datang, acara itu mungkin saja batal" ungkap Rafael dengan arti kalimat yang berbeda dengan Pandangan Tetia. Sebab jika ia datang sudah dipastikan Rafaelah yang akan menikahi perempuan itu.

"Bisa saja Devian justru sibuk menghajarku dibandingkan fokus dengan pernikahan?" sambungnya dengan kekehan, ia belum ingin maksud tujuannya diketahui oleh ibunya. Sampai ia bisa mendapatkan perempuan itu Rafael tidak akan membiarkan Devian juga Tetia mengetahuinya lalu menggagalkan rencananya untuk memiliki Nada. Tiba-tiba saja tangannya terkepal.

"Mungkinkah? Ahh tidak akan terjadi Raf, mama tahu bagaimana Devian menjaga citranya. Kau harus bertemu dengan Nada, dia gadis manis, bertutur kata lembut. Mama senang sekali Devian bisa menikahinya" jelas Tetia tanpa tahu ekspresi Rafael yang berubah, rahang pria itu mengeras, hatinya panas mendengar wanitanya dimiiki pria lain.

"Ya mungkin" gumam Rafael dengan senyum kecut. "Aku jadi ingin bertemu dengan kakak iparku. Wanita mana yang beruntung memiliki ibu mertua seperti mama"

"Kau ini.. paling bisa mengatakan hal-hal manis seperti itu." Rafael juga Tetia tertawa, keduanya tampak menikmati kebersamaan mereka. "Jadi bisakah ibu mengatur pertemuanku dengannya? Mengingat Devian sangat tidak menyukaiku, kurasa dia tidak akan mengizinkannya"

"Kamu benar, tapi tidak usah khawatir ibu akan mengaturnya. Kita kerumah Devian saat dia tidak ada" lalu dengan senyum yang terkembang diwajahnya, Rafael mengangguk senang, tanpa curiga sedikitpun Tetia juga membalasnya, kemudian keduanya saling menceritakan kehidupan masing-masing saat mereka tak bersama. Dan topik yang paling membuat Rafael bersemangat tentu saja mengenai perempuan itu, yang menjadi istri Devian bernama Nada. Dan fakta-fakta yang baru ia ketahui tentang Nada semakin menguatkannya untuk bertemu dengannya. Bagaimanapun caranya Ia harus memilikinya, tidak peduli istri kakaknya sekalipun, Rafael yakin perempuan pada saat malam dimana ia melakukan hal bejat itu adalah istri Devian yaitu Nada.

✖️✖️✖️

"Aku harus pulang Clara! Aku sudah terlalu lama disini." Devian menepis tangan Clara yang melingkar di lengannya, sudah beberapa jam, wanita itu mencegahnya pulang, dan sudah beberapa jam juga Devian membujuknya dengan segala macam drama yang ia lewati sejak tadi. Saat seperti ini Clara benar-benar sangat menjengkelkan, ia harus pulang sebab sudah 1 minggu ini ia tak pulang. Setiap kali ia hendak pulang Clara selalu mengancamnya, dari mulai berkata yang tidak-tidak sampai mengancam melakukan bunuh diri dihadapannya. Devian sampai pusing sendiri menghadapi emosi Clara yang sering berubah-ubah.

"Tidak!! Kau baru menginap disini seminggu Devian.. aku masih merindukanmu.."

"Astaga Clara kita bisa bertemu lagi nanti. Aku harus pulang, aku sudah terlalu lama meninggalkan Nada sendirian" Clara melepaskan cengkramannya, matanya memerah menahan amarah pun juga dengan wajahnya yang putih. "Kau mulai mempedulikannya Devian!!" Devian memijit pangkal hidungnya, ia merasa drama akan kembali dimulai. "Karena itu permintaannya!! Itu syarat yang harus kulakukan jika ingin terbebas dengannya. Kau ingin bersamaku dengan restu ibuku bukan? Maka jangan kau halangi aku untuk melakukannya. Kecuali jika kau memang ingin menyerah dengan hubungan ini!" Bola mata Clara bergetar, tentu saja ia mau sebenarnya tanpa restupun ia tidak peduli asalkan bersama dengan Devian ia tidak membutuhkan restu siapapun. Terlebih hubungannya dengan ibu Devian sangat tidak baik. Tapi Devian tidak, ia begitu menyayangi ibunya, pengalaman menyakitkan dengan ayahnya dahulu membuat Devian begitu menjaga perasaan ibunya, dan jelas saja itu menjadi penghalang hubungan mereka. Sialan!! Clara lagi-lagi harus mengalah... sama seperti saat ia harus mengalah membiarkan Ibunya menikahkan Devian dengan perempuan sialan itu..

"Kau berjanji akan kembali?" Devian tersenyum mengusap kepala Clara, lalu mengecup keningnya singkat "tentu saja" maka setelah berkata begitu, mau tak mau Clara mengangguk membiarkan Devian pergi dari hadapannya dengan perasaan kesal tak terkira, tangannya terus mengepal, otaknya terus berpikir bagaimana caranya melenyapkan wanita itu dan mendapatkan Devian sepenuhnya.

✖️✖️✖️

Nada kembali mematut dirinya di depan cermin, memoleskan lipstik berwarna nude di bibirnya, menjadikan wajah pucatnya sedikit lebih berwarna. Tadi baru saja Tetia menghubunginya untuk mengajak Nada makan siang bersama, Nada yang memang tidak ada kegiatan akhirnya menerima ajakan Ibu Devian. Meskipun sebenarnya ia terlalu malas kemanapun, seminggu ini Devian tidak pulang kerumah, setiap pulang kantor Ia menuju kediaman Clara. Katanya Clara sedang tidak ada jadwal syuting, jadi Devian ingin menemani masa liburannya. Lantas tanpa bisa menolak Nada hanya bisa mengatakan ya, meskipun hatinya terluka, ia sudah berjanji akan membiarkan Devian dengan wanita lain. Diraihnya botol obat-obatan diatas meja riasnya, ia memandangi obat itu, sebab hanya memandanginya saja Nada jadi tersadar dengan cepat dan mengingat tujuannya.

"Padahal dia mengatakan akan makan malam dirumah, aku bahkan sudah memasaknya dengan sepenuh hati. Tapi terima kasih sudah mengingatkanku! Aku tidak berhak atasnya. Aku juga akan meninggalkannya. Jadi buatlah aku tetap sehat, agar aku bisa merawat bayiku seorang diri" gumam Nada dihadapan botol itu, ia tersenyum miris menyadari baru saja berbicara dengan botol. "Nada kau benar-benar seperti orang gila!" Gumamnya lagi sembari memasukan botol-botol itu kedalam tasnya.

Bunyi bell yang terdengar membuat Nada buru-buru merapikan semuanya, ia kembali memastikan penampilannya sebelum ia berjalan keluar kamarnya lalu menuju pintu utama. Setibanya didepan pintu, Nada membuka perlahan pintu itu dan mendapati wajah tersenyum Tetia dihadapannya, Nada membalasnya sampai senyuman itu menghilang saat wajahnya mendongak lalu melihat sosok yang selama ini ia coba kubur jauh-jauh dalam ingatannya.

Wajah Nada berubah takut bercampur marah, air matanya menggenang dipelupuk matanya, dengan cepat ia kembali menutup pintu rumahnya yang segara ditahan pria itu. Tetia yang dihadapannyapun sampai terlonjak dengan sikap Nada dan perlahan tersingkir dengan tubuh besar Rafael yang tengah mencegah pintu Nada agar tertutup. Ia tidak mengerti dengan situasi ini, dan memandang bagian belakang Rafael yang berusaha mendorong pintu didepannya dan masuk kedalam. Pikirannya bertanya-tanya sebenarnya apa yang terjadi? sampai suara teriakan Nada menyadarkannya.

"PERGI!!!!!!!!!!!!"