webnovel

I beg You.. Please Love me!!

Cerita ini adalah seri kedua dari pernikahan kontrak “MY PRECIOUS HUSBAND” bukan sebuah lanjutan dengan karakter yang berbeda.. Hidup Nada hancur seketika pada saat malam yang mencekam. Ia putus asa merasa membunuh dirinya sendiri adalah satu-satunya jalan keluar dari penderitaannya. Sampai pada saat ia ingin melompat dari jembatan penyebrangan ia dipertemukan dengan ibu penolong kehidupannya. Ibu merawat Nada dengan baik dan menjodohkannya pada anak laki-lakinya. Nada tentu saja menolak pada awalnya, tapi karena merasa hutang budi, mau tak mau ia menyetujuinya. Lalu sampailah ia pada pernikahan tanpa dasar cinta, ia senang bisa membalas budi tapi itu tidak cukup menutupi penderitaan yang dirasakannya setelahnya. Suami yang dinikahinya sangat membenci Nada, ia memperlakukan Nada dengan buruk dan merasa Nada merenggut semua kebahagiannya. lalu hal buruk lainnya menimpa Nada, dengan ketegaran hatinya ia menghampiri suaminya. Menatap sorot tajam yang selalu merendahkannya dengan hati-hati dan mengucapkan sebuah permohonan. “Aku...aku akan melepaskanmu, bertahanah hanya sampai aku melahirkan bayi ini. Hingga sampai pada saatnya kumohon.. kumohon bersikap baiklah padaku”

Cindelvi · 历史言情
分數不夠
36 Chs

Chap 16

"Devian belum bangun Nada?" Tanya Tetia menghampiri Nada yang tengah menyiapkan sarapan mereka. Sudah menjadi kebiasaan Nada masak untuk Tetia sewaktu ia tinggal dulu dan sebenarnya ia selalu melakukannya pada Devian juga, sayangnya pria itu tidak pernah mau menyentuh makanan yang Nada buat. Jadi Selepas terdiam beberapa detik, Wanita itu lantas menggelengkan kepalanya pelan.

"Sudah kok bu, sepertinya Devian masih mandi"

"Oh yasudah kalau sudah bangun, ibu pikir dia masih tidur" Nada menghentikan kegiatannya sejenak melihat Tetia lalu tersenyum.

"Iya bu, ibu duduk saja. Nada sebentar lagi selesai kok buat sarapannya"

"Hem.. ibu lanjutkan saja deh Nada, kamu bantu suami kamu saja, Deviankan tidak bisa mengikat dasinya"

"Eh..." Tetia mengerutkan keningnya melihat Nada yang nampak terkejut lantaran mendengar perkataannya, lalu Nada yang mengetahui kecurigaan ibu, ia segera berdehem mencairkan kegugupannya. "I-iya tahu kok bu" Sebenarnya ia memang tahu Devian tidak bisa menggunakan dasi dan selama ini Devian selalu menggunakannya dikantor, entah siapa yang memasangkannya, Devian selalu pergi tanpa mengenakan dasi dan pulang dengan dasi terpasang. Dilihat Nada yang diam saja, lantas ibu segera mendorong Nada agar ia segera pergi ke kamar. Jadilah mau tak mau Nada kini didepan kamar, yang kebingungan antara masuk atau tidak. Lalu tangannya dengan ragu meraih handle pintu dan membukanya perlahan. Maka setelahnya Matanya menangkap Devian yang tengah memasukan dasinya kedalam tas, menoleh melihat Nada sekilas.

"I-ibu menyuruhku membantumu mengenakan dasi..." suaranya pelan hampir tak terdengar

"Tidak perlu" sahut Devian singkat, ia kembali melanjutkan kegiatan paginya, Nada yang merasa tidak tahu harus bagaimana hanya berdiri melihat Devian yang kini sibuk memasang jam tangannya. Haruskah dia memaksa? Bagaimana kalau ibu bertanya? Bukankah Devian sendiri yang mengatakan mereka harus bisa bersandiwara? Didalam keterdiamannya Devian kembali bertanya dengan suara yang sama masih ketus dan dingin. "Apa lagi? Kenapa kau masih disana?"

"Eh.. ma-maaf aku.. aku.. aku keluar" ucapnya lirih mulai memutar tubuhnya, namun belum sampai membuka pintu, Devian memanggil namanya.

"Nada!"

"Ya?" Devian mengulurkan dasinya kearah Nada dan sukses membuat wanita itu tersentak. Entah kenapa dengan dirinya, Nada merasa pipinya tiba-tiba merona. Hanya karena Devian mengizinkannya memasangkan dasi, Nada jadi merona seperti ini?

"Kenapa diam saja? Katanya mau memasangkan dasi?" Sambung Devian memecah lamunan Nada yang secara otomatis mendekat lalu meraih dasi ditangan Devian, setelah dasi itu ditangan Nada, Devian yang memang tingginya melebihi Nada bahkan sangat tinggi menundukan sedikit tubuhnya, hingga wajah mereka kini saling berhadapan.

Keduanya sama-sama tertegun dengan kedekatan wajah mereka, bahkan rasanya wajah Nada semakin memerah lantaran ini kali pertama mereka bertatapan seperti ini. Oh ya Tuhan, jantung Nada berdetak dengan sangat cepat. Ia berharap dapat menyelesaikannya dengan cepat.

Disisi lain Tak jauh beda dengan Nada, Devian pun merasakan perasaan yang aneh, perasaan asing yang sulit untuk dijabarkan, terasa menggelitik khususnya di bagian perutnya apalagi saat tangan Nada mulai mengangkat kerah bajunya, lalu melingkarkan tangannya kebelakang leher Devian, dan mulai memasangkan dasinya. Rasanya semua gerakan Nada terasa sangat sensual dimata Devian, terasa Nada sengaja menggodanya dengan harum tubuhnya yang membuatnya mabuk kepayang. Ia tak sadar meneguk salivanya sendiri dengan kasar. Tidak ada suara apapun selain deru nafas keduanya, yang justru semakin memancarkan keintiman yang aneh bagi keduanya. Membuat Devian tidak sadar memajukan wajahnya perlahan, sampai suara Nada menarik semua akal sehatnya.

"Su-sudah Devian" Devian buru-buru menegakkan tubuhnya, ia hanya mengangguk ketika Nada akhirnya pamit meninggalkan kamar. Setelah pintu tertutup dengan sempurna lantas Devian mengusap wajahnya frustasi "Sialan apa yang ku lakukan tadi? aku hampir menciumnya?"

"Brengsek! Ah kenapa juga jadi gerah sekali rasanya"

✖️✖️✖️

Nada menunggu namanya dipanggil dari dalam ruangan dihadapannya, sembari mengusap-usap perutnya yang mulai menonjol, ia kini berada dikoridor rumah sakit seorang diri setelah tadi sebelum ia sampai di kediaman Devian perutnya terasa sakit kembali. Sebenarnya ini bukan hal pertama yang ia rasakan, bahkan sudah beberapa minggu ini ia merasa perutnya terus-terusan terasa perih, awalnya ia pikir itu efek kehamilan, tetapi rasanya janggal karena sakitnya terlalu sering muncul dan sangat menyakitkan. Apalagi tadi didalam perjalanan pulang, Devian yang tidak pernah peduli padanyapun sampai meringis melihat Nada yang merintih kesakitan di sepanjang jalan, hingga tidak tahan untuk tidak peduli dan akhirnya membawa Nada kerumah sakit yang sebelumnya ia sempatkan untuk menghubungi sahabatnya Kira, dokter cantik yang pernah merawat Nada dulu.

"Kenapa sering membuat ibu sakit nak? Apa kau tidak nyaman didalam sana?" Gumamnya pada janin dalam kandungannya, sejujurnya ada perasaan tak enak, saat perut Nada terus-terusan seperti itu. Sebagai seorang ibu Nada yakin ada yang salah dalam kandungannya. Tapi apa? Ya Tuhan, Semoga kandungannya baik-baik saja... Saat hendak berbicara lagi, nama Nada sudah dipanggil terlebih dahulu. Maka Nada menghentikan aktivitasnya dan masuk kedalam ruangan tersebut.

"Nada!!! astaga sudah lama tidak bertemu" sapa Kira terlihat begitu senang bertemu kembali dengan Nada, setelah mereka saling berpelukan. Nada memperlihatkan senyum manisnya merasa rindunya dengan wanita dihadapannya terbayar hari ini.

"Aku rindu sekali denganmu Kira. Rasanya seperti bertahun-tahun tidak bertemu" Kira terkekeh mendengar penuturan Nada, keduanya menjadi sangat akrab sejak Kira menjadi dokter pribadi Nada waktu lalu, dimana kondisinya sering menurun karena depresinya. Tetapi setelah menikah, bahkan Nada tidak pernah mengunjunginya untuk sekedar memeriksa kandungannya, Devian benar-benar mengurung Nada dengan tidak berperasaan. Dan Kira sebagai sahabat Devian tentu saja tahu bagaimana Devian bersikap dengan Nada, bahkan Kira sampai lelah sendiri menasihati pria itu

"Kau tampak kurus Nada. Apa Devian menyiksamu? Lalu dimana dia? Bukankah kau tadi bersamanya?"

"Tidak... De-Devian tidak pernah menyiksaku dan soal dirinya yang tidak ada disini itu karena tiba-tiba seseorang menghubunginya, mungkin rekan bisnisnya."

"Bukankah kau sedang kesakitan? Seharusnya dia menemanimu Nada, Aishhh Apa masih terasa sakit?" Nada menggelengkan kepalanya, tubuhnya di giring Kira untuk berbaring diatas ranjang.

"Tadi sakit sekali Kira, rasanya seperti ada yang memelintir bagian perutku, tapi saat sampai disini rasa sakitnya hilang, jadi saat ada seseorang yang menghubungi Devian, aku yang menyuruhnya pergi. Aku tidak tahu mungkin panggilannya penting"

Kira tampak tak suka dengan jawaban Nada, menurutnya mau itu penting atau tidak, istri harus menjadi prioritas utama. Devian sudah sangat keterlaluan dalam memperlakukan Nada, memang benar bayi dalam kandungan Nada bukan darah daging Devian, tapi hilang kemana hati nurani sahabatnya itu? Setidaknya untuk saat ini saja Devian bisa perlakukan Nada dengan baik, demi Tuhan Nada sedang sakit, dan kekesalannya semakin besar bahkan bercampur dengan rasa khawatir yang mendalam saat ia baru saja selesai memeriksa Nada.

"Bagaimanapun juga kau yang lebih penting! Apa rasa sakitnya sering? Kapan terakhir kali kau memeriksa kandunganmu Nada?"

"Apa ada masalah Kira?" Nada memilih bertanya dibandingkan menjawab, guratan yang tercetak di kening Kira membuatnya semakin cemas dengan kandungannya. Pikiran buruknya tiba-tiba mengisi seluruh otaknya.

"Aku tidak yakin, harus ada pengecekan lebih lanjut..."

"Kenapa harus?"

"Ada sesuatu di perutmu Nada, aku khawatir itu membahayakan janinmu"

"Kau membuatku takut..."

"Sejujurnya... aku juga takut mengatakannya, tapi Nada kemungkinan ini bisa saja salah, kau tahu aku bukan dokter kandungan, aku akan merujukanmu kepada kenalanku. Dia dokter kandungan ter—"

"Kandunganku baik-baik sajakan?"

"Y-ya tentu, tapi seperti yang ku katakan tadi kau harus menemui temanku dulu ya...." Nada menggenggam tangan Kira erat, obsidiannya menatap Kira lekat, tak dapat dipungkiri saat ini ia sangat takut.

"Se-sekarang Kira, aku ingin tahu sekarang, pertemukan aku dengan temanmu sekarang"

"Sebentar, kau tunggu disini ya.. aku akan menguhubunginya lebih dulu" Nada mengangguk pelan, setelah mengatakannya Kira meninggalkan Nada seorang diri dengan berbagai macam pikirannya, tanganya tiada henti mengusap perut Nada. Ia berharap semua akan baik-baik saja dan dugaan Kira merupakan sebuah kesalahan, tidak apa manusia itu sering melakukan kesalahan bukan? Lebih baik Kira salah dalam memeriksa kondisinya dibandingkan kenyataan buruk menimpa Nada. Terlebih ini menyangkut darah dagingnya, tidak... tidak boleh terjadi sesuatu yang buruk pada bayinya. Bagaimanapun Nada akan berjuang, ia tidak akan membiarkan calon bayinya mengalami hal buruk.

"Kau bisa menemuinya sekarang Nada. Ayo kuantarkan sekarang juga" kata Kira sekembalinya dari menghubungi temannya, maka dengan tergesa Nada bangkit dari duduknya, kemudian melangkahkan kakinya menuju tempat dimana ia harus memeriksa kandungannya. Dalam hatinya tiada henti ia memanjatkan doa agar bayinya tetap sehat, dan tidak ada sesuatu yang buruk terjadi padanya.