webnovel

Pria tampan yang tertidur

Jack masih segan mengatakannya padaku. Aku juga ingat Soledad mengatakan Puteranya itu tidak menyukai Jeannice. Pasti ada sesuatu pada Jeannice yang membuatnya tak suka. Entah apakah itu menyulitkan Anthony atau menyulitkannya, mungkin ini adalah hal penting yang bisa saja menjadi poin penting untuk menyusuri kenyataan pada masalalu mereka. Untukku, Aku harus tahu siapa itu Jeannice dan hubungan apa yang Dia miliki dengan Charlotte. Apakah benar, Charlotte menjadi dalang dari runtuhnya hubungan cinta mereka.

"Jack..?" kuulangi lagi permintaanku.

"Aku.. tidak tahu apa – apa" jawabnya, kutahu Dia mengelak.

"Tapi Kau dengan jelas memberitahuku, ini bukan urusanmu.. itu artinya kau tahu sesuatu bukan?" tanyaku.

Tangannya membasuh mulutnya yang berminyak karena keringat. Dia tak nyaman. Aku tahu, tapi setidaknya aku ingin sedikit saja informasi mengenai Jeannice. "Ah, sial.. kenapa Aku harus selalu terbawa masalah Anthony sih" umpat Jack. Aku menatap Soledad dan Soledad balik menatapku. Wanita itu kemudian menatap kembali puteranya. "....Apa ini ada hubungannya dengan…?"

"Mom" Jack seakan memperingatkan Ibunya, bahwa ada hal yang seharusnya tak Dia urus. Soledad terlihat bersalah dengan wajah menunduk, matanya bahkan tak mau menatapku. Mungkin tak seharusnya Aku memaksa. "Oke… cukup. Bila itu tak ingin Kau bahas. Aku takkan memaksa" tukasku. Seorang Pria tak bisa dipaksa.

Jack terdiam, tanpa melihatku. Kedua tangannya kembali bertolak pinggang. "Dia hanya ingin mabuk. Kurasa itu saja perkara yang ingin kutahu.

" Ya, sangat seadanya untuk tak mau terlibat. Dia tahu bila mengatakan sesuatu yang salah, bisa jadi saat bangun nanti Anthony akan menghantamnya. "Allright then.. thanks" Setidaknya Aku harus berterima kasih padanya. Setidaknya.

"Karena Suamimu sudah pulang, Aku dan Jack sebaiknya undur diri" tukas Wanita paruh baya itu tiba-tiba.

"Cepat sekali?"tanyaku.

"Well…" Soledad melihat Jack. "Sepertinya Aku dan Mom lebih baik undur diri saja." Sambung Jack. Itu adalah kata-kata biasa yang akan keluar dari Anak laki-laki yang melihat Ibunya menunggu keputusannya.

"Ya…" jawabku, yang segera menatap Anthony yang terbaring teler. "Kalau begitu, Kami pergi…" Kata Soledad, dengan satu tangannya yang melambai sekali. Aku bangkit dari tempat tidur. "Mari kuantar"

"Tidak. Tak perlu. Jaga saja Anthony" tukas Soledad.

"Tak ada yang perlu kujaga. Anthony itu teler" timpalku. Aku ingin mengantar Wanita yang telah baik, dan mau memasak untukku.

"Dia mungkin akan mencarimu, daritadi Dia menyebut namamu.." Sahut Jack.

"Menyebutku?"tatapanku langsung kualihkan pada pria itu yang telah tertidur tanpa tahu apa yang kami bicarakan itu. Aku kemudian melihat kedua orang itu. "Hati-hati di dijalan" ucapku.

"Ya... Kami pamit.." jawab Soledad.

"Ya.., sampai jumpa…. Ohya, apa besok kita akan bertemu lagi?" tanyaku pada Ibunya Jack itu. "Tentu, kita akan bertemu besok" Soledad mengatakannya dengan senang. "Oke, sampai ketemu besok"

"Sampai ketemu besok juga Megan" sahut Jack. "Yeah…" jawabku, sambil melihat Mereka bergerak pergi.

Cklek!

Dan tinggallah Aku dan Anthony dikamar ini lagi. Aku berbalik, dan menatap Pria yang tertidur itu. "… Dia tertidur seperti bayi" Aku menyeret langkahku untuk berjalan, dan duduk disampingnya. Tanganku maju dengan sendirinya untuk sampai pada kening kepalanya. Dia sedang tidur, mungkin tidak masalah bila Aku membelainya.

Jari jemariku mulai membelai wajahnya. Untuk pertama kali hal itu kulakukan. Aman sekali rasanya, bila Pria ini tertidur. Dia seperti Pria biasa, yang sangat sayang bila tak dicintai. Mungkin bila Sayangnya Aku tidak pernah terlibat hubungan cinta yang dalam, sehingga Aku tak bisa merasakan rasa cinta yang dalam yang mungkin dimiliki Anthony dan Jeannice. Bagaimana bisa Jean begitu penurut selama melakukan hubungan seperti itu? Aku melipat kedua tanganku di pinggangku. Di utus Charlotte, dan membuat Pria ini mati kutu, karena jatuh cinta dengan dalam padanya. Aku penasaran kenapa Jeannice mau menerima perintah itu dengan baik. Tidakkah Dia sedikit menaruh rasa cinta pada Anthony?

Hmmm..

Aku tidak boleh masuk terlalu dalam. Hanya mencari tahu saja, cukup seperti itu. Dia punya kisah cinta yang sempat Dia tentang diatas kasur kami waktu itu. "Tidak ada cinta sejati dimana sebuah hubungan intim tercipta dari suka sama suka, dan harus dengan pasangan sejati" Aku mengulang lagi kata-kata Anthony yang masih terpahat di dalam benakku itu.

ANTHONY BODOH. Bila Dia berkata jujur padaku, tentang masalalunya, kurasa Aku takkan sesimpati ini padanya. Caranya menggodaku selama ini adalah untuk menciptakan jarak yang jelas denganku. Aku bukan seseorang yang istimewa untuknya. Baginya Aku hanya seseorang yang butuh uang, dan hanya menganggunya saja sebetulnya. Sementara bagiku, Aku hanya perisai untuknya.

Dua tahun adalah waktu yang cukup lama untuk berinteraksi dengannya.

Aku berkata Aku penjaganya, tapi Aku juga harus masuk pada kehidupan pribadinya. Semoga selama menikah, Aku tidak jatuh cinta padanya. Tidak, kuusahakan tidak jatuh cinta padanya, karena… tidak saja. Kuharap Wanita Pianis yang akan dijodohkan denganya, adalah yang terbaik. Sekalipun Pria itu telah merampas milikku yang berharga, Aku akan memaafkannya. Aku mungkin.. akan memaafkannya. Menurut orang-orang, Dia adalah Pria yang baik. Banyak orang yang dekat dengannya.

Grep.

Tangan Anthony tiba-tiba memegang tanganku. Kuat. Beberapa detik setelah itu, anehnya Aku baru terkaget. Hampir saja jantungku mau copot. Karena kukira, Dia akan bangun dan mengerjaiku lagi. Ternyata Dia masih tertidur. Genggamannya erat, dan besar. "Mengangetkan saja" umpatku, memegang dada tengahku. "Hampir juga kukira Dia

Tangannya begitu besar. Baru kusadari tangan ini adalah jari-jemari besar, dengan pembuluh darahnya yang menonjol. Ini pertama kalinya tanganku dipegangnya dengan benar. Lembut dan besar. Aku tak tahu, genggaman kami akan terasa menenangkan seperti ini, seperti para pasangan yang sesungguhnya. Mungkin, bila Dia lembut padaku dari awal, itu akan berbahaya untukku. Melihat tubuhnya saja, terkadang Aku tak berdaya. Saat ini pun, saat Pria itu baru saja menutup mulutnya kembali, Dia terlihat seperti bayi besar yang rapuh.

Ini adalah momen terbaik untuk menatap Pria ini, dibanding harus berurusan dengannya ketika bangun. Hmmh. Aku jadi ingat malam pertama kami. Apa yang Dia pikirkan ketika menggauliku tanpa pikir panjang? Apa waktu itu hanya karena pengaruh alkohol sesaat? Atau Dia memang Pria baik sekaligus Playboy?

"Hah… Anthony…. Berapa banyak hal yang kau sembunyikan dari hidupmu?" Aku membelainya lagi, dan kutemukan kulit kepalanya berkeringat. Aku jadi terpikir untuk mewaslap badannya. Dia teramat berkeringat.

"Sepertinya Kau tidak akan terbangun sampai pagi… Karena kutahu Kau pria baik, maka Aku akan membantu membuka bajumu.." Tukasku sembari menggoyangkan jari telunjukku. Rasa simpatiku untuknya, mungkin terbuka sedikit untuknya. Dan, setidaknya Aku harus lebih baik padanya.

***

Bersambung..