Matahari telah menyelesaikan tugasnya yaitu menyinari bumi, sekarang giliran bulan menjalankan tugasnya yaitu menerangi bumi. Di sebuah rumah yang lumayan besar. Terlihat ada dua mobil asing terparkir depan rumah mereka.
Pemilik kedua mobil? sudah berada dalam rumah yang mereka datangi. Mereka semua tampak berbicara serius sekali. Sebut saja itu adalah rumah keluarga Wilson yang kedatangan tamu dari keluarga Watson.
"Panggil Emily, William!" seru Damar pada sang anak.
William yang mendengar itu langsung saja menoleh ke arah Damar dan menatap Damar dengan kesal. "Kenapa harus aku sih Pa."
"Cepat William!" seru Damar.
William dengan sangat malas memanggil adeknya. Oh tidak, William tidak menganggap Emily adalah adeknya.
"Mohon tunggu sebentar, ya," kata Damar pada sang tamu.
"Iya," ujar mereka.
Tok ... Tok ... Tok ...
Tak membutuhkan lama, Emily membuka pintu kamarnya dengan kacamata yang bertengger di hidungnya. William yang melihat Emily melamun sebentar.
"Gila nih anak, ngapa jadi keliatan dewasa gini." batin William memandang Emily tanpa berkedip.
Emily melihat itu berdecak pelan. "Ckk."
"Ada apa?" tanya Emily membuyarkan lamunan William.
William tersadar lamunannya lalu manatap malas ke arah Emily. Ah tidak, William mengakui kecantikan Emily saat ini yang tanpa polesan make up sedikit pun di wajahnya. "Lo dipanggil ke bawah."
Emily yang mendengar itu menaikkan satu alisnya. "Untuk?"
William berdecak mendengar pertanyaan yang di lontarkan Emily padanya. "Ckk. lo banyak tanya. Mending ke bawah."
Setelah mengatakan itu pada Emily, William langsung saja turun ke bawah. Sedangkan Emily yang melihat itu bedecak pelan. "Ckk."
Emily menutup pintu kamarnya, ia keluar dari kamarnya yang masih memakai kacamata miliknya. Lebih tepatnya kacamata sang pemilik tubuh asli. Keisya mendapatkan itu di laci kamarnya tadi.
Liza melihat William turun tanpa Emily bersamanya. "Di mana Emily?"
"Sebentar lagi turun." tutur William langsung duduk disamping Damar.
Tap
Tap
Tap
Suara tepakan kaki seseorang membuat mereka yang berada di ruang keluarga melihat siapa itu.
"Ada apa memanggil ku?" tanya Emily to the point.
Tidak ada yang menjawab pertanyaannya.
William yang melihat Emily datang menyuruhnya untuk duduk terlebih dahulu. "Lo duduk dulu."
Lagi. Emily berdecak pelan tapi masih di dengar oleh mereka semua. "Ckk."
Emily duduk di samping Liza, ah bukan tepat di samping Liza sedikit jauh dari tempat Liza. "Ada apa?"
"To the point banget lo," timpal William.
"Langsung intinya saja. Saya sedang sibuk," papar Emily dengan aura dingin miliknya.
"Sibuk apa lo? Lo aja di kamar terus," balas William.
"Apakah saya harus memberi tahu apa yang saya kerjakan pada anda tuan William terhormat. Anda tidak penting untuk saya!" seru Emily.
William terdiam setelah mendengar perkataan Emily, itu sukses membuat hati William terasa sakit.
"Kenapa hati gue sakit dengar lo bicara seperti itu." batin William melihat ke arah Emily.
"Ada apa?" tanya Emily kembali
Sudah ketiga kali ia bertanya tapi tidak ada menjawab pertanyaannya tersebut.
"Papa sudah bilang padamu tadi siang kalau Nak Darel akan melamarmu Emily," ucap Damar.
Emily memutarkan bola matanya malas. "Terus."
"Sekarang keluarga Darel datang kesini untuk melamar kamu," timpal Liza.
"Ooh," jawab Emily malas.
Dirinya sangat malas malam ini, moodnya sudah jelek. Padahal tadi sebelum keluar kamar, moodnya sangat bagus sekali.
Darel melihat ke arah Liza dan Damar secara bergantian. "Om, Tante, kedatangan saya dan kedua orangtua saya kemari untuk bersilaturahmi. Di samping dari pada itu saya rasa Om dan Tante telah tahu mengenai kedatangan keluarga saya ke sini. Keberanian saya ini juga didasari rasa sayang saya pada anak Om dan Tnate. Mohon doa restu untuk hubungan kami berdua. Walaupun Emily belum menyukai dan cinta pada saya. Tapi saya akan pastikan Emily akan jatuh dalam pelukan saya."
Emily yang mendengar itu kembali memutarkan bola matanya malas. "Lo tidak akan bisa, sudah ku bilang bukan."
Mendengar itu, Darel langsung saja menoleh ke arah Emily lalu menjawab perkataan Emily dengan sangat tegas. "Gue bisa, kita lihat nanti."
Emily yang mendengar itu, berdecak pelan. Darel benar-benar sangat keras kepala menurutnya. "Ckk keras kepala, terserah lo. Nantinya lo jangan merasa sakit hati dengan gue. Karena gue tidak akan mudah memberikan hati gue sama lo yang hanya orang asing bagi gue."
"Emily, gue tidak akan sakit hati nantinya. Gue akan buat lo cinta sama gue," balas Darel.
"Terserah, gue sudah memperingati lo," kata Emily.
Damar melihat ke arah Darel. "Kami sebagai orangtua Emily menerima lamaran kamu Nak Darel."
Emily mendengar perkataan Damar langsung memandang Damar.
"Orangtua katanya, baik di luar saja kau tua bangka. Kita lihat nanti apa yang akan ku lakukan padamu tua bangka." batin Emily dengan senyum smrik miliknya.
Tapi tidak ada yang melihat senyum smriknya. Emily langsung menetralkan kembali senyumnya tadi menjadi datar kembali.
"Sekarang pasang cincinnya pada Emily, Nak." ucap mama Darel memberikan sebuah kotak yang berisi cincin pada anaknya.
Keluarga Darel telah mengetahui semua tentang keluarga Emily. Mulai dari Emily yang tidak ada menyukainya, Emily yang suka membully di sekolah. Semua tingkah Emily, keluarga Darel telah mengetahuinya. Itu semua karena cerita Darel.
Darel diam-diam mencari asal usul mengapa Emily dibenci oleh keluarga kandungnya sendiri. Keluarga Darel sangat kasihan pada Emily. Keluarga kandung nya mengucilkan anak kandung nya. Orangtua Darel melihat Emily dengan tatapan kasihan.
Darel telah berada di depan Emily yang sedikit menunduk untuk memasang kan cincin pertunangan mereka di jari manis Emily.