Berada di cafe merupakan salah satu kegiatan yang sudah lama sekali tidak dilakukan Bella. Entah sudah berapa lama, Bella tidak mengingatnya. Hari ini dia sengaja mampir disana. Hanya untuk menikmati waktunya sendiri.
Tentu saja Bella tidak lupa memotret beberapa hal yang menarik perhatiannya. Pandangan Bella menyipit ketika melihat sesuatu yang tertangkap di kameranya. Memastikannya dengan benar, Bella lebih memilih mengkonfirmasinya sendiri.
Bella tidak berfikir dua kali menghampiri laki-laki yang mengenakan hoodie yang sedang meminum coffee tersebut. "Aku tidak menyangka bertemu kau disini." Bella berkaca-kaca. Apalagi ketika laki-laki itu menengadah dan menampilkan wajah pria itu yang tidak mungkin Bella salah mengenali. Wajah yang sering kali Bella tatap bahkan saat perceraian sudah merasuki mereka berdua.
Pria itu mengerutkan keningnya menatap Bella. "Maaf?"
Bella mendengus tidak percaya. "Hentikan semua sandiwara itu karena aku butuh kejelasan itu saja."
"Kejelasan yang seperti apa?" Dia masih tidak tahu dengan penjelasan apa.
Bella menggigit bibirnya pahit. "Galas! Aku mohon jangan main-main."
"Galas? Aku rasa kamu salah orang?"
"Hal klise apa itu? Kamu pikir aku percaya?"
Pria itu mengusap rambutnya. "Aku tidak tahu wajahku terlanjur pasaran atau tidak." Laki-laki itu berdiri. Mengambil donpetnya lantas meletakkan dihadapan Bella. "Tapi aku bukan Galas. Sungguh!" ucapnya memberikan ktpnya.
"Aku tidak punya kembaran setahuku."
Bella mengambil ktp itu mengerutkan keningnya dan memastikan lagi. Dia mengambil ponselnya dari dalam tas dan memastikan bahwa orang tersebut adalah hal yang sama. "Ah, acara relasi itu. Aku memang pernah menghadirinya. Kamu juga ada disana? Aku tidak ingat kamu yang berfoto disebelahku."
"Kamu benar-benar bukan Galas?"
Pria itu berdecak. "Seperti yang kamu lihat disana, aku Anka."
Bella menggigit bibirnya. Berharap bahwa semua yang laki-laki itu katakan omong kosong belaka. Tapi semuanya memang benar, tanda pengenal itu teramat membuktikan bahwa Galas memang bukan laki-laki itu. Pada akhirnya Bella tahu dia dibohongi selama ini.
"Aku minta maaf. Aku pikir ..."
"Tidak apa-apa. Mungkin situasinya bisa terjadi."
"Kamu punya petunjuk tentang laki-laki itu? Mungkin aku bisa bantu? Sepertinya dia orang yang penting untukmu sampai kamu menjatuhkan air mata hanya dengan melihatku."
Bella menghapus sisa-sisa air matanya. "Tidak perlu. Aku hanya salah orang."
Pria itu melirik Bella lagi. "Kamu yakin? Maaf tidak bermaksud berlebihan. Walapun seorang dosen, aku juga ahli dalam menggali informasi."
Ia memberikan kartu namanya. "Mungkin tidak sekarang, siapa tahu nanti kamu berubah pikiran …"
"Bella." Bella memperkenalkan dirinya menerima kartu nama Anka. "Aku permisi. Sekali lagi aku minta maaf atas kesalahpahamannya."
Anka menganggukkan kepalanya menatap Bella dengan senyum tipis pada laki-laki yang memiliki tinggi 180 cm itu. Hati Bella berkecamuk lagi. Dia sudah mulai mengabaikan Galas dalam beberapa hari belakangan. Namun pancingan itu membuat Bella tidak bisa berhenti berfikir.
Dia memberikan alamat pada sopir taksi pada tempatnya yang lama. Kesekian kalinya dia berniat mencari jejak Galas disana. Buku nikah atau semacamnya? Apakah Galas menyembunyikan keduanya? Oh! Bella juga yakin mamanya terlibat disana. untuk kali ini dia tidak memberikan rahasia ini pada siapapun. Bella mulai tahu segalanya pasti bersekongkol. Terbukti dengan mama yang memberikan foto yang salah untuknya.
Bella menggigit bibirnya. Sejenak dia merasa marah kepada semua orang. Disisi yang lain dia merasa kebingungan kenapa semua orang begitu melindungi Galas padahal mereka semua selalu mendukung hubungan Bella selama ini dengan Galas.
***
Neo memasuki kediamannya tersebut. menyusuri kenangan Bella disana dan beberapa jejak yang masih tersisa. "Kamu yakin membawa Bella ke apartemen Galas?" Ibuk sempat bertanya padanya ketika keputusannya itu. "Maaf, bukan maksud ibuk melarang kamu atau bermaksud menyinggung isteri kamu. Hanya saja ibuk merasa khawatir."
Neo memainkan bibirnya. "Ibu benar. Tapi tinggal di tempat yang tinggi impian Bella. Galas akan merombak beberapa hal agar Bella tidak terlalu kesulitan untuk mengenali tempat tersebut."
Ibu menarik nafasnya. "Baiklah! Terserah kamu."
Neo tersenyum kecut. Dulu Bella sering duduk di dekat balkon menikmati semilir angin. Neo yang baru pulang bekerja sering mendekap isterinya tersebut disana. "Galas, kamu selalu datang tiba-tiba. Bagaimana jika aku jantungan?"
"Tidak akan Bee. Dia memang berdetak cepat, tapi karena mencintaiku bukan?" goda Neo.
Bella berdecak. "Galas kamu menyebalkan. Aku serius tapi kamu selalu menjawabnya dengan candaan."
Neo tertawa. "Aku minta maaf!" ujarnya.
"Aku tidak memaafkan," ujar Bella tapi memeluk Neo. Berbanding terbalik dengan yang perempuan itu katakan. Biasanya Bella akan diam, seolah perempuan itu mengisi ulang energinya dengan memeluk Galas.
"Galas, aku lapar!" Bella berkata kemudian.
"Aku juga lapar." Neo menjawab dengan sebuah seringaian. Melumat Bella yang tidak ada habisnya seolah perempuan itu candu baginya.
Bella menggeram. "Galas, maksudku bukan lapar yang seperti itu."
Laki-laki itu tertawa. "Tapi aku lapar yang seperti ini."
Bella menggeram. "Galas,"
Neo menarik nafasnya sambil mengusap wajahnya. Seketika dia menyesali ketika dia nyaris melakukannya pada hampir setiap sudut apartemen tersebut. semuanya sekarang menjadi kenangan Neo tentang Bella. Tentang Bella yang mencintai seorang Galas.
Sebelum dia menjadi gila Neo keluar dari apartemen tersebut. Euh!!! Semakin hari semakin Neo sulit melepaskan Bella sepertinya. Susah sekali rasanya menjadi seorang duda. Sial sekali! Kenapa seluruh otaknya dipenuhi dengan Bella. Dia begitu terlanjur jatuh hati pada puteri tunggal Janu tersebut.
Pikiran Neo teralih ketika Bella yang nyata hadir berjalan ke arahnya. Keluar dari pintu lift. "Hai Bel, kamu …" kening Neo mengkerut ketika Bella mengabaikannya lagi. masuk ke apartemennya yang Neo tidak tahu harus apa.
Dia menggaruk kepalanya. Menjadi ragu apakah dia menerobos masuk atau menunggu Bella saja. sepertinya perempuan itu tidak baik-baik saja. Neo menggigit bibirnya. Tidak tahu harus yang mana yang dia syukuri. Ketika dia sudah berhasil keluar sebelum Bella datang atau lebih mengkhawatirkan perempuan itu saat ini.
Bella keluar setelahnya dengan mata yang sudah berair serta memerah. Perempuan itu menggeram menahan amarah. "Bell,"
Bella langsung meraung begitu Neo menariknya ke dalam pelukannya. Kali ini perempuan itu tidak memberontak. Ia hanya histeris dalam dekapan Neo. Neo tidak tahu apa tapi jika seperti itu pasti ada kaitannya dengan Galas lagi. pria itu menggigit bibirnya. Benar-benar ketakutan jika Bella membencinya lagi. Neo tidak punya banyak keberanian.
"Bel, mau es krim?" setelah beberapa saat Neo menawarkannya pada perempuan itu.
"Mau. Kamu punya yang rasa coklat."
Neo tersenyum tipis. Tentu saja punya. Dia mulai mencicipi segala macam makanan kesukaan Bella dalam beberapa waktu belakangan ini hanya untuk memupus sedikit kerinduannya kepada Bella.