Elias Hyde, tokoh utama fanfiksi ini, duduk dengan tenang di bangku taman. Pakaiannya saat ini adalah baju kemeja kotak-kotak warna biru gelap lengan pendek yang tidak dikancing diatas kaos oblong polos hitam, dan celana krem panjang sebagai bawahan.
Dari penampilannya yang cukup santai, dan lokasinya saat ini duduk, sudah menjelaskan tujuan Elias pergi. Tangannya dengan santai memainkan ponselnya, mencari-cari setiap informasi mengenai perkembangan kultur pop di dunia.
Dari negara-negara populer seperti Jepang dan Amerika dengan karya mereka yang mendunia, hingga ke negara yang tidak begitu populer.
Dari pengamatannya sendiri, tidak banyak yang sama dengan karya di Bumi asalnya. Ada beberapa seperti game genre MMORPG plesetan dari Ragnarok, game plesetan dari Final Fantasy—jelas siapa penciptanya—dan game duel plesetan dari Street Fighter atau Mortal Kombat.
Sejujurnya mereka seru, cukup untuk memuaskan hasrat wibu miliknya yang sudah berkarat di dunia lain—namun dimana Pokemon? Dimana Undertale? Dimana Minecraft?! Dimana Fate franchise yang rumit?
Mereka bahkan tidak memiliki Naruto, One Piece, dan Pemutih disini… Tidak ada yang namanya Goku di dunia ini!
Dunia ini benar-benar kacau… tidak hanya dari dunia itu sendiri, tapi juga penduduknya yang kekurangan ACGN. ACG yang paling bagus yang pernah Elias tonton adalah Arahato. Tapi, mengesampingkan hal itu, pop up berupa pesan dari salah satu temannya muncul di grup. Itu Raiden Mei.
Elias membaca pesan itu dengan cermat. Emosinya sangat kompleks sekarang, karena melihat foto kiriman Mei dengan seseorang di sampingnya.
Orang itu bukan berasal dari Jepang, terlihat jelas dari ciri fisiknya, sementara Mei duduk di sampingnya dengan senyuman manis. Ini benar-benar membuat Elias berpikir dalam diam.
'Segala sesuatu yang kita lakukan akan selalu memiliki konsekuensinya. Tidak peduli sekecil apapun. Sebab-akibat tidak pernah beristirahat selama dunia juga masih berjalan.' Elias merenung, setelah menjawab pesan Mei.
"Bahkan jika segalanya berjalan sesuai harapan, bisa jadi harapan itu menyebabkan riak yang memusnahkan harapanmu yang berikutnya di kemudian hari…"
"Apa yang kau bicarakan?" Kiana bertanya dengan kebingungan. Dia baru saja sampai dan sekarang Elias sudah menggumamkan kata-kata filosofis seperti Aris–apapun itu.
Pemuda itu melirik si Putih. Gadis cantik memang benar-benar cocok menggunakan pakaian jenis apapun bukan? Kiana menggunakan jaket hijau di atas kaos hitam bergambar, dengan celana pendek yang menunjukkan kakinya yang ramping. Pakaian itu benar-benar menggambarkan kepribadian Kiana Kaslana yang ceria dan hiperaktif.
Semua tokoh penting didunia ini benar-benar bisa membuat Elias terpana dan terpesona. Contohnya adalah si kepala putih. Mata merah tuanya dan mata biru muda Kiana saling berpandangan.
"Kau sangat imut dengan pakaian itu."
"K- Kenapa kamu tiba-tiba memuji begitu!" Elias memuji penampilan Kiana dengan blak-blakan seolah-olah hal biasa, membuat Kiana tersipu mendengarnya.
"Bukan apa-apa, kau hanya sangat menawan."
Kiana segera memeluk tubuhnya sendiri, lalu memandang Elias dengan curiga. "Pasti ada sesuatu yang kamu rencanakan denganku dasar bajingan…"
"Kau benar-benar tidak menyukainya bukan… padahal aku cuma berkata jujur bahwa kamu cantik." Pemuda itu menghela nafas dengan tertekan.
"Y-yah… k-ku pikir itu baik-baik saja." Kiana mengalihkan pandangannya ke samping, berniat menyembunyikan pipinya yang kembali mengeluarkan semburat merah, sambil memainkan satu sisi rambutnya yang bergaya dua kepang besar. Tapi tentu saja tidak bekerja untuk Elias. "Tapi jangan tiba-tiba begitu…"
Elias tersenyum, sungguh menyenangkan melihat gadis-gadis ini tersipu. Dan Kiana adalah individu yang menyenangkan untuk digoda.
"—Ahem!" Mei menatap keduanya dengan wajah yang tegas. Itu sudah menjadi sebuah tanda yang cukup jelas bagi Elias, jadi dia menghentikannya.
"Mei-senpai." Kiana dengan cepat mendekat ke arah Mei dengan senyuman, yang dibalas dengan senyuman lain. Benar-benar sebuah surga melihat dua senyuman manis dari gadis-gadis cantik.
Elias benar-benar orang yang beruntung sejak lahir, bukan? Bisa mengenal dua perempuan yang imut dan cantik—lalu berjalan bersama keduanya, ini adalah sebuah fenomena yang tidak mungkin bisa dialami olehnya di planet bumi…
Mata merah tua pemuda itu memandang keduanya, lalu ke orang terakhir yang bersama dengan Mei. "Boleh kita tahu siapa teman baru kita ini?"
"Benar." Mei memandang gadis mungil di sampingnya. Sudah jelas siapa gadis itu sejak Elias melihat boneka kelinci kuning di pelukannya dan ekspresi datar lucu yang dia tunjukkan. Dan sekarang, dia melihatnya lebih dekat.
"Nama Bronya adalah Bronya Zaychik. Senang bertemu denganmu," katanya dengan nada netral tanpa emosi.
Seperti biasanya, Kiana dengan bersemangat memperkenalkan dirinya. "Namaku Kiana Kaslana!"
Perhatian segera tertuju pada satu-satunya laki-laki di kelompok itu. "Namaku Elias, Elias Hyde. Senang bertemu denganmu."
"Da[1]. Bronya juga senang bertemu dengan Elias dan Kiana."
Cara bicaranya yang unik memang sesuatu sekali… butuh waktu untuk membiasakannya.
Elias melirik ke arah ketiganya. "Karena Bronya ada disini, kenapa kita tidak sekalian saja mengajaknya, bagaimana menurut kalian?"
"Bagus! Aku setuju." Kiana dengan cepat setuju.
Mei juga menganggapnya layak. "Hmm, itu ide yang bagus, Elias. Bronya-chan, apakah kamu mau ikut kami pergi makan bersama?"
"Bronya akan senang karena diajak Mei Nee-sama dan teman-teman." Bronya mengangguk padanya.
…
Keempatnya mencapai restoran yang mereka tuju. Ketika mereka masuk, interior yang cukup luas tapi minimalis masuk ke dalam perhatian mereka.
Mereka segera mengambil tempat duduk di salah satu meja berlantai tatami dengan posisi Elias dan Kiana bersebelahan sementara Mei dan Bronya di seberang.
"Selamat datang. Mei-chan, Elias, dan teman-teman. Aku pemilik tempat ini, kamu bisa memanggilku Rumiko-san seperti Mei-chan." Rumiko-san menyambut mereka di sana. Matanya menyapu kelompok empat orang itu, lalu menghela nafas ketika kembali ke arah Elias.
"..." Itu membuat Elias terdiam.
Entah sesuai firasatnya atau tidak, Elias merasa Rumiko-san memiliki beberapa imajinasi tentang keempatnya di dalam kepalanya.
Tanpa membahas apapun setelah itu, dia menoleh ke arah Mei, "Mei-chan, bisa kamu memperkenalkan dua teman barumu ini?"
Mei dengan senang hati menjawab wanita itu, dia melirik ke arah sisi kanan Elias. "Dia adalah Kiana Kaslana, kami satu kelas di Senba."
"Senang bertemu denganmu Rumiko-san, namaku Kiana Kaslana!"
"Senang bertemu denganmu juga Kiana-chan." Rumiko tersenyum melihat Kiana. Itu mengingatkannya pada masa lalunya ketika dia masih SMP. Sifatnya benar-benar mirip dengan Kiana saat itu.
Mei kemudian beralih pada gadis mungil di sampingnya. "Dia adalah Bronya Zaychik. Kami baru saja bertemu tadi. Dia sedang berlibur di Jepang sekarang."
"... Bronya senang bertemu dengan nyonya Pemilik. Mei Nee-sama sangat baik kepada Bronya." Bronya berbicara dengan nada netral yang biasanya.
"Aku juga senang bertemu denganmu, Bronya-chan. Mei-chan memang gadis yang baik hati."
Rumiko melihat Bronya punya sifat yang sangat tenang, berbanding terbalik dengan Kiana yang lebih banyak menunjukkan emosinya. Tapi Rumiko jelas tahu gadis ini tidak punya perasaan buruk kepada Mei.
"Jadi, apa yang kalian inginkan?"
"... Bronya ingin mencoba nabe, nyonya Pemilik." Bronya yang pertama membalas setelah berpikir sejenak, "Bronya pernah mendengar kalau Nabe enak dimakan saat musim dingin."
"Nabe? Oke. Itu juga salah satu top menu di musim ini. Bagaimana dengan yang lain? Karena nabe disini ada yang berukuran sedang dan besar, jadi kalian bisa makan sama-sama."
Ketiganya mengangguk, saat Elias berkata, "Tentu, kami tidak keberatan soal itu. Aku juga belum pernah makan nabe sejak bersekolah disini. Nabe yang besar, tolong."
"Baiklah, satu nabe ukuran besar segera datang!"
"Jadi Bronya, apakah ini pertama kalinya kamu di Jepang?" Elias bertanya kepada gadis yang duduk di samping Mei.
"Da." Bronya mengangguk, "... Bronya kesini karena Bronya sedang liburan."
"Memang, liburan natal adalah yang terbaik! Tapi, hah… aku pengen melihat salju." Kiana membalas, segera membawa topik paling menyenangkan di masa-masa natal.
"Apakah kamu sendirian ke sini?" Mei bertanya dengan penasaran, karena dia tidak menemukan satupun anggota keluarganya.
"... Nyet[2]. Bronya dengan ibu Bronya, tapi ibu Bronya masih bekerja, jadi cuma Bronya yang liburan…" Bronya menjawab pertanyaan gadis yang lebih tua.
"Kau mau melihat salju?" Elias bertanya kepada gadis di sampingnya. "Tentu saja!" Balasnya, lalu bergumam dengan pelan, "Akan menyenangkan mendapatkan hadiah dari santa…"
Pemuda itu mengangguk setuju dalam benaknya, tunggu… "Apakah kamu mengatakan hadiah?"
"Ti- tidak ada."
"Natal ya…" Mei jadi ikut kepikiran. Walaupun dia sering merayakan natal bersama ayahnya, ini adalah musim dingin pertamanya tanpa ayahnya dan tanpa salju. Akan sangat menyenangkan jika bisa melihat salju saat malam natal. Dia melirik ke arah Elias, mencoba mendengar pendapatnya, tapi laki-laki itu tidak mengatakan apapun.
Tidak lama kemudian, pesanan mereka datang dan mereka makan bersama dengan tenang. Hari itu adalah hari yang terasa singkat bagi Elias.
Makan bersama, bercanda bersama, bahkan sedikit berkeliling berbelanja bersama, sebelum kembali pulang karena sudah hampir petang.
Mungkin ini adalah hari yang terlihat biasa saja. Tapi itu adalah hari yang berkesan baginya. Mereka tidak bertemu di tengah kekacauan, tapi bertemu di tengah kedamaian…
Trio Herrscher telah berkumpul sepenuhnya. Tiga orang gadis dengan masa lalu tragis yang mencoba membawa harapan kepada dunia sembari melawan masa lalu mereka.
Natal… Elias membuka ponselnya. Sekarang adalah tanggal 20 Desember, lima hari lagi adalah natal, suhu sudah dingin, tapi tidak cukup dingin untuk menjatuhkan butiran-butiran salju.
"... Apakah aku harus memicu salju lagi?" Itu salah satu pilihan. Dia akan memikirkannya. Jika salju tidak turun saat di tanggal 25, dia akan menurunkan suhu lebih rendah lagi untuk membuat salju.
…
Salju telah turun…
Sepertinya keberuntungan masih berpihak padanya. Jadi Elias tidak perlu menurunkan salju untuk teman-temannya. Matanya melirik pada gadis berambut putih yang diam melamun memandang jauh menembus jendela.
Jika mengatakan bahwa Mei adalah penyebab dimulainya segala sesuatu—dia tidak salah. Kiana yang bertemu dengan gadis berambut ungu gelap, adalah salah satu contohnya.
Bahkan Elias yang orang luar pun pertama-tama bertemu dengan sang heroine game bernama Mei.
Dan satu lagi sudah bertambah ke dalam harem milik Mei sekarang. Seorang gadis bertubuh mungil yang memiliki ekspresi datar dan netral setiap waktu.
Bahkan jika didunia ini terjadi perubahan pada aliran takdir, takdir yang sebenarnya tidak akan berubah semudah itu dan membutuhkan campur tangan lebih jauh lagi.
Ini memang sudah diatur. Skenario bahwa Mei, Kiana, dan Bronya yang menjadi satu. Squad V yang utuh dengan Himeko Murata sebagai pengecualian. Lalu, bagaimana dengan dirinya? Elias Hyde, sosok yang tidak seharusnya ada di dunia ini.
Dia hanyalah tambahan, seperti dinamit yang dilemparkan ke dalam danau yang menyimpan monster raksasa. Dia memang membuat ledakan yang tidak mempengaruhi daratan saat pertama kali, tapi dia akan membangunkan monster yang bisa menyebabkan ombak deras di saat yang berikutnya.
Pada intinya, apa pentingnya pembicaraan sederhana tiga orang gadis itu? Tentu saja itu adalah hal yang sangat penting—bahkan bisa mempengaruhi seluruh dunia.
Matanya menyapu trio Herrscher masa depan. Melihat skenario yang damai seperti ini adalah sesuatu yang selalu ingin Elias capai di dunia sebelumnya.
"Bronya! Kamu jangan habiskan itu sendiri!" Kiana berseru dengan jengkel ketika gadis berambut perak yang lebih kecil mengambil ayam goreng dari kotak.
"… Bronya melihat Kiana diam saja, jadi Bronya mengambilnya…" Gadis keturunan Rusia itu membalas perkataan si Putih.
"Oh, kalau begitu aku akan makan sisanya sendirian!" Kiana bangkit dari kursinya dan mencondongkan dirinya ke piring berisi ayam goreng.
"... Bronya tidak akan membiarkannya."
Si Perak menjawab dengan nada netral, tapi melihat bagaimana responnya yang cepat menunjukkan bahwa dia tidak mau kalah dengan si Putih.
"Ha! Siapa cepat dia dapat!" Kiana langsung meraih dua ayam goreng secara langsung dengan keahlian sumpitnya yang hebat.
"Kalian jangan rebutan… Elias, jangan diam saja, tolong bantu aku."
Melihat satu-satunya gadis yang paling dewasa diantara mereka, Elias harus turun tangan sendiri membantu kesulitannya. "Baiklah, baiklah. Kenapa kalian tidak melakukan game saja untuk mendapatkannya?"
Kiana menoleh ke arah Elias dengan cepat, "Ide bagus! Bronya! Ayo kita bertaruh, yang menang mendapatkan sisanya."
"... Itu ide yang bagus, tapi Bronya tidak mau melawan Kiana karena tidak berguna…" Bronya menolak, menggelengkan kepalanya. Tapi tentu saja, bukan Kiana jika dia menyerah disana. Dia memprovokasi si Perak.
"Hahaha! Apakah kamu takut aku mengalahkanmu."
"... Kalau begitu Bronya akan melawan Kiana bermain game sekarang." Bronya menunjuk ke arah perangkat di bawah televisi.
Mereka dengan segera memilih game laga di Homutendo dan saling bersaing untuk mendapatkan masakan Mei yang luar biasa.
"Mereka benar-benar serius…" Elias bergumam dengan geli. Dia tahu hasilnya, dan tentu saja dia ingin melihatnya sendiri secara langsung bagaimana Kiana menjadi depresi karena gadis yang lebih muda darinya.
Keduanya menonton duel yang tidak seimbang itu, tapi tentu saja Mei memandang keduanya dengan kepolosan yang positif. "Bronya-chan benar-benar bersemangat."
Elias mendengung setuju, walaupun tidak kelihatan, tapi dia bisa merasakan perasaan Bronya saat ini. "Tentu saja, yang kita bicarakan adalah masakan Mei yang luar biasa enak. Tidak mungkin Bronya yang sudah terpesona akan mengalah pada Kiana."
[1] Bahasa Rusia dari kata, "Ya" atau sejenisnya.
[2] Bahasa Rusia dari kata, "Tidak" atau sejenisnya.