Di markas terbang Schicksal, Amber berjalan masuk ke dalam ruang kontrol utama yang merupakan tempat bagi sang Archbishop.
"Otto-sama, Markas Pusat mendapatkan laporan dari Cabang Timur Jauh mengenai ledakan energi Honkai yang terjadi selama sesaat, Kepala Sekolah, Nyonya Theresa meminta kejelasan dari Anda."
Mata pria 500 tahun yang dingin dan manipulatif itu mengeluarkan percikan keingintahuan. Otto Apocalypse, tanpa menoleh, melirik dengan tenang ke arah perempuan yang memiliki figur seperti wanita yang dicintainya.
"Terima kasih, Amber."
Amber dengan tenang menunggu, lalu bertanya, "Haruskah kami memberitahu bahwa itu merupakan rahasia anda?"
Otto menutup matanya, gelas berisi anggur merah di tangannya diputar perlahan, membayangkan dirinya dan Kallen sedang makan malam bersama dan minum anggur bersama benar-benar membuat pikirannya disegarkan.
"Tidak perlu. Jelaskan saja pada Theresa bahwa itu bukan milik kami. Jika dia mau—tidak, lupakan saja. Beritahu mereka untuk mencari tahu, tim berisi beberapa Rank A sudah cukup dan biarkan aku yang menghubunginya sendiri, sudah beberapa waktu semenjak aku menghubungi cucuku," jawab Otto.
"Dimengerti, Otto-sama."
Tanpa bertanya lebih lanjut, perempuan berambut putih di kepang besar yang mengenakan gaun hitam dan penutup mata oranye itu membungkuk lalu pergi dari ruangan sang Uskup agung.
Senyuman kosong tercipta di wajahnya, bahkan ada sesuatu yang tidak dirinya perhatikan dengan baik juga bukan? Bagi orang pada umumnya, variabel tidak terduga seperti itu merupakan sebuah bencana. Namun baginya, variabel itu bisa menjadi sebuah peluang di saat yang sama.
Ya… sebuah peluang besar.
Bayangan seorang wanita muncul di benaknya. Otto Apocalypse, mendapatkan bahan untuk diteliti. Yah, dia masih punya waktu sebelum menemui sosok itu, sebaiknya mengenang seorang keluarga dulu. Dia menekan sebuah tombol dari layar monitor, yang langsung menunjukkan sosok dari seseorang.
"Theresa cucu terkasihku… sudah lumayan lama aku tidak menghubungimu."
…
Di lokasi yang tidak diketahui. Seorang wanita berambut pirang bergelombang yang mengenakan baju militer hijau di bawah mantel putih sedang menatap pada layar komunikasinya.
Layar komunikasi itu menunjukkan seorang gadis muda yang memiliki rambut berwarna perak. Gadis itu memiliki ekspresi yang tidak seharusnya dimiliki oleh gadis-gadis seusia dirinya.
Namun, wanita itu, Cocolia tidak terlalu terpengaruh oleh hal itu—bukannya dia tidak memiliki hati, tetapi karena dia tahu penyebabnya.
Dia adalah putrinya sendiri, putri angkat lebih tepatnya. Salah satu anak yang sudah Cocolia rawat dan ajar dengan penuh perhatian dan kasih sayang.
Secara alami, perawatan penuh dari sang Matushka membuat gadis Zaychik itu mengerti sifat wanita itu. Malahan, gadis itu adalah putri yang paling memahami sifatnya.
Bronya Zaychik, memperhatikan gelagat Cocolia yang terlihat tidak seperti biasanya. Mata ungu yang biasanya menunjukkan rasa mengancam itu memiliki kebingungan dan kewaspadaan.
"... Matushka?" Gadis rusia itu bertanya dengan nada netral tanpa emosi. Cocolia melirik ke arahnya. Dia baru saja menyadari bahwa dia masih dalam sambungan komunikasi dengan putri angkatnya yang imut.
"Bukan apa-apa." Cocolia menjawab dengan tenang, pikirannya menjadi lebih muda di tata kali ini. Tujuannya menelpon putrinya bukan untuk basa-basi belaka seperti keluarga normal. "Bronya, misimu untuk menangkap wadah Herrscher of Thunder telah dipercepat. Karena ledakan energi besar yang tidak terduga selama beberapa saat yang lokasinya tidak terlalu jauh dari kota Nagazora, ada kemungkinan itu juga merupakan Herrscher yang bersembunyi. Aku akan memberikan tanda saat bomnya kuledakkan, disaat itu segera gunakan penghalang."
"Dimengerti, Matushka." Bronya menjawab dengan singkat. Dia tidak perlu mempertanyakan keputusan pimpinannya dalam misi—inilah yang diajarkan oleh Matushka-nya.
"Abaikan misi dan langsung kembali ketika variabel tidak diketahui yang menciptakan lonjakan itu muncul, itu tidak sepadan. Dan, tetap aman, Bronya." Cocolia berkata, sebelum duo ibu-anak adopsi itu mengakhiri komunikasi mereka.
Cocolia menghela nafas, bersandar di kursinya dengan lelah. Dari semua hal, yang terjadi adalah dengan variabel tidak terduga yang bahkan tidak diketahui oleh agen organisasi rahasia itu? Cocolia tidak yakin dia benar-benar membuat keputusan yang tepat mengutus Bronya sejak awal.
…
Elias menyandarkan punggungnya ke kursi. Dia mengucek matanya, lalu melirik pada layar monitor komputer di hadapannya.
Video game di dunia ini tidak buruk, tapi tidak banyak yang menarik perhatiannya. Beberapa game terlalu datar dan membosankan, dan beberapa game tidak inovatif dan masih mengikuti perkembangan pasar. Walaupun beberapa game juga menarik di masing-masing genre yang dibawa. Namun dalam standar Elias, semua itu masih tidak cukup.
"... Sekarang aku mengerti kenapa dia ingin membuat game." Elias menyipitkan matanya, memikirkan figur seorang perempuan dewasa berambut perak.
Pikiran laki-laki itu segera berpindah pada ponselnya yang mengeluarkan suara. Pop up pesan dari grup obrolan muncul di atas bar notifikasi.
[Tuna: Elias! Mei-senpai! Ayo kita pergi bermain. Mumpung liburan sekarang.]
[Mei: Tentu, bagaimana dengan Elias?]
Ini adalah grup yang mereka bertiga buat untuk mempermudah komunikasi diantara ketiganya. Yang pertama memiliki ide untuk membuat grup ini adalah Kiana dan keduanya hanya membantu merealisasikannya.
Ini adalah ide yang bagus untuk seorang Kiana, tapi dia merasa tidak pada tempatnya… Bronya… cepatlah datang. Atau dia akan menjadi lebih terikat dengan keduanya.
Beberapa saat kemudian, Elias membalas pesan mereka berdua.
[Elias: Tentu. Apakah kamu sudah punya rencana untuk pergi ke suatu tempat, Kiana?]
[Kiana: Umm… tidak juga sih… Elias seharusnya punya ide kan?]
Elias diam berpikir sejenak. Dia sudah cukup bosan bermain game di komputer, dan tidak mungkin pergi ke pantai di musim dingin yang sama sekali tidak dingin, bagaimana dengan mall? Tapi itu akan menjadi sebuah ide buruk untuknya mengingat kedua temannya adalah gadis… pusat perbelanjaan dan gadis-gadis adalah sebuah kombo penghancur yang luar biasa.
[Elias: Bagaimana kalau kita pergi ke restoran Rumiko-san?]
[Mei: Itu ide yang bagus. Kiana-chan belum pernah pergi kesana, kan.]
[Tuna: restoran Rumiko-san? Kelihatannya menyenangkan. Apakah disana makanannya enak?]
[Elias: Kalau tidak enak, tidak mungkin aku merekomendasikannya untukmu nona.]
[Tuna: Oh… benar juga. Baiklah! Ayo pergi kesana saja!]
Elias menutup ponselnya setelah obrolan mereka berakhir. Dia tidak bergerak dari tempat duduknya dan malah kembali bersandar dengan malas.
Liburan yang dia dapatkan benar-benar berbeda dari yang dibayangkan. Karena terlalu sering berurusan dengan berbagai kekacauan di dunia magis, kedamaian ini benar-benar terasa tidak nyata baginya.
'Lebih baik aku segera bersiap-siap. Atau Kiana akan mengoceh karena aku lebih lambat darinya lagi…' Elias menggelengkan kepalanya lalu segera bangkit.
Suatu hari ketika dia punya janji dengan gadis itu, dia tidak sengaja terlambat karena sedang sibuk bermain sihir. Dan disaat itulah, Kiana dengan menyebalkan mengoceh jika Elias sangat lambat.
Tapi bukan berarti Elias membencinya, itu menjadi sebuah hiburan tersendiri saat mendengar suara Kiana Kaslana yang sedang mengoceh ke arahnya.
Elias memandang jendela, deteksinya yang mencapai seluruh penjuru kota Nagazora menangkap setiap kehadiran yang sangat akrab di dalam pikirannya. Bukan hanya tiga, tapi juga sangat banyak.
Kiana, Mei, Rumiko-san, Bronya, bahkan duo ilmuwan merah-biru dan pria kacamata. Dia sudah berbicara dengan pria kacamata sekali, tidak banyak basa-basi hanya beberapa aliansi kecil mengingat pria itu adalah salah satu karakter favorit Elias di masa lalu.
Elias keluar dari kamar apartemennya dan menuruni tangga ke lantai satu.
Kupu-kupu benar-benar telah mengepakkan sayapnya dan badai akan mulai tercipta darinya. Sementara efeknya pada Elias? Tentu saja positif karena tujuannya adalah Akhir itu sendiri.