webnovel

HE IS MY PRINCE | 7

Apa yang terjadi setelah kejadian prank kemarin? Rasanya prank kemarin banyak mengubah banyak hal dalam setiap pribadi individu yang menjadi tim kalah, sungguh.

"Kak Gavin udah follback instagram gue. Tapi chat gue yang kemaren sampai sekarang gak dibaca sama sekali!" Aruna mendengus kesal pagi ini.

Streta hanya melirik sebentar sahabatnya itu. "Ya lagian, emang dia harus jawab apa ke lo?" Ia mulai menggeser kursinya, sedikit menjauh dari tempat Aruna. Ia tak ingin banyak mendengar ocehan gadis itu, mungkin akan lebih baik. Dan ini akan berdampak pada segeranya ia selesai mencontek PR matematika.

Aruna mengembuskan napasnya kesal. Rambutnya yang tergerai mulai diacak secara sengaja. "Gak tahu! Tapi setidaknya dijawab apa kek!"

"Assalamu'alaikum teman-teman, welcome back sama aku Audina calon jodohnya Kak ...." Audina menghentikan ucapannya, mendapati manusia seisi kelas menatapnya balik. Ia bahkan terkekeh sendiri.

"Jodoh siapa Din? Kok gak diterusin?" celetuk Putra dari tempatnya duduk.

Audina menggeleng saja, lantas mendudukan pantatnya pada kursi tempatnya biasa duduk. "Enggak ah males, ntar lo tahu! Gak suka."

"Woi lagi ngapain si pada?! Sibuk sekali keliatannya!" Audina mencubit lengan Aruna dengan sengaja, tanpa peduli apa tidak menyakitkan atau tidak.

Aruna yang keadaannya sedang tidak baik menggertak. "Brisik Udin, gue lagi gak kepengen ngomong." ucapnya, tanpa menoleh.

"Lah itu barusan ngomong!" sahut Audina tak ingin kalah.

Streta tak tahu apa yang tengah dibincangkan oleh kedua sahabatnya itu, karena kini telinganya sudah rapat tertutup earphone yang sengaja ia cantolkan pada telinga manisnya. Yang dia tahu pastilah hal itu tidak penting untuknya.

"Lo lagi nyontek PR matematika ya Ncess? Ah gue si udah, nih lihat nih ...." Buku catatan matematika Audina langsung terpampang nyata di hadapan mata Streta, tentu saja hal ini mengganggu.

"Ih bisa gak si lo diem aja gitu, udah tahu gue lagi nyontek malah dipersulit!" bentak Streta kesal karena ulah sahabatnya itu.

"Ya maaf abis semuanya sibuk si, gue kan jadi gak punya temen!" decak Audina kesal. "Ngomong-ngomong Aline, Maura, dan Glea mana?" tanyanya lagi.

"Mereka belum berangkat!" Nean kali ini yang menjawab. "Kenapa si Din, lo gabut banget apa?"

Audina kembali duduk di tempatnya, dan melirik Nean setengah ikhlas. "Iya, gue gabut!" jawabnya, lalu kembali mengutak-atik ponsel yang ia punya.

"Selesai!" Streta berteriak girang. Kali ini dia berhasil menuntaskan PR contekan matematika dengan sangat mudah, dan tidak terlambat seperti biasanya. Ya, meskipun tadi pagi dia harus berangkat pagi sekali. "Eh, kantin kuy!" ajaknya pada Audina dan Aruna.

"Ngapain ke kantin? Bentar lagi kan ada pembacaan asmaul husna." jawab Audina, dengan ekspresi yang hambar.

Streta menguncir rambut panjangnya. "Ayolah, kita bisa asmaul husna-an di kantin kan?" Streta masih mencoba mencari simpati kedua sahabatnya. "Plis deh, gue mau lihat Kak Gavin berangkat." sambungnya.

"Jadi ini alasan sebenarnya lo ngajakin kita berdua ke kantin, Ncess?" Audina yang bertanya. "Lo yakin aman? Jam pertama matematika kali!"

"Aman kok, ayolah! Kalian pada gak pengen lihat pesona cogan pada berangkat gitu?"

Ucapan penuh godaan berhasil Streta lontarkan dengan baik. "Ya udah kuy!" jawab Aruna dan Audina kompak.

"Tapi ntar kalo ketahuan sama guru, lo yang tanggung jawab ya Ncess." celetuk Aruna cemas.

"Gak bakalan kali, guru kan pada apel di halaman depan sekolah!" jawab Streta santai sekali.

-0o0-

Keadaan kantin terlihat sepi, banyak sekali bangku yang memang masih belum terisi. Beberapa kedai juga terlihat tenang, mungkin hanya beberapa anak yang menyinggahinya lantas kembali pergi, karena hanya sekedar membeli air mineral, permen, dan yang lainnya.

"Gila kantinnya sepi banget, kayak hati gue!" celoteh Audina mendapati suasana kantin yang biasanya penuh sesak, kini justru sangat sepi.

Aruna menjitak kepala Audina. "Ini kan masih pagi Udin! Lagian, mana ada si siswa nakal kayak kita gini, yang pagi-pagi udah mbolos dari asmaul husna."

"Kita gak bolos asmaul husna ya, cuma pindah tempat aja. Lagian kita tetepan ikut mbaca kali." protes Streta merasa keberatan dengan penyampaian Aruna.

Audina merintih kesakitan. "Lo jitak pake apaan si Na, sakit tau! Sini, gue jitak juga kan kepala lo." ungkapnya kesal, lalu mengelus-elus kepalanya yang tadi terkena jitakan.

"Eh Kak Gavin dateng tuh, ya ampun ganteng bangettt." Streta yang mendapati kehadiran sosok pria idamannya langsung terperanjat, dan bangkit dari tempatnya.

"Mana si?" Aruna tak mau kalah, ia pun ikut bangkit. "Kok gue gak liat?"

Streta kembali duduk, karena merasa tak ingin berbagi santapan pesona cogan pada Aruna itu. "Lagi parkir motor kali." jawabnya terdengar malas.

"Ada Mas Rycard juga he, ah gila si gak tahan gue ngeliatnya ganteng banget si!" Kali ini Audina yang terlontar kegirangan.

Streta tersenyum juga melihatnya. "Tuh kan gue bilang juga apa? Di sini udah pasti ngeliat pemandangan cogan."

Audina terkekeh dibuatnya. Untung saja dia tadi jadi mengiyakan ajakan Streta, jika tidak? Mana bisa dia ngeliat kegantengan Rycard Alexandra ini. "Iya, Ncess lo emang terbaik!"

"Aline, Maura, sama Glea udah hadir di kelas." ucap Aruna. "Tapi mereka pada gak mau ke sini, katanya males ketemu cogan dulu."

Streta terkikik dibuatnya. "Ya udah deh biarin aja."

"Aline sekolah hari ini? Gak diare?" tanya Aruna cepat.

"Enggak, dia aman-aman aja. Eh btw ini udah bel jam pertama mapel, kelas yuk!" ucap Audina bersunggut.

Aruna mengangguk. Tetapi tidak untuk Streta, dia masih diam di tempatnya. "Yah, Kak Gavin belum lewat padahal!"

"Lo mau kena hukum Pak Wildan Ncess, kalo gue si enggak!" sahut Aruna, melipatkan tangannya di depan dada.

Streta menghembuskan napasnya kesal. "Ya enggak si! Ya udah deh, ke kelas."

Ketiganya berjalan santai menuju kelas, tampak sikap ogah-ogahan yang mereka tampilkan kali ini. Ya, kenapa tidak? Setelah ini akan ada pelajaran Pak Wildan. Pelajaran yang akan terasa sangat membosankan jika diikuti, tetapi jika tidak diikuti pun hal itu tidak akan membawa dampak positif bagi siapapun. Karena ini pelajaran matematika. Mapel yang paling dibenci oleh kalangan kaum IPS.

"Eh, gue ke toilet dulu, kalian duluan aja." ucap Streta tiba-tiba.

"Kenapa gak toilet atas aja?" sangkal Aruna.

"Gak bisa, udah gak tahannn ...." Streta mendorong tubuh Aruna, lantas pergi ke toilet terdekat. "Ini Din, gue titip handphone gue! Oiya bilangin ke Pak Wildan ya!"

"Oke, kita duluan ya Ncess. Bye!"

Selesai dari toilet, Streta memilih untuk bercermin. Dan sedikit kembali menata tatanan rambutnya. Masa bodoh dengan pelajaran Pak Wildan yang kini mungkin saja sudah dimulai, dia tak peduli. Toh, dia sudah izin ke sahabatnya itu.

"Lah, Kak Gavin?" ucap Streta terbata. Mendapati sesosok pria itu berada di sebelahnya, dan ikut bercermin. "Kakak kok ada di sini?" tanyanya lagi.

Ia justru tersenyum, membuat jantung Streta sedikit berirama. "Harusnya gue yang nanya lo ngapain ada di sini?" balasnya justru berbalik bertanya.

Streta diam, pikirannya sedikit lambat dalam merespon jika dia bertemu dengan pria yang disukainya.

"Lo ngikutin gue ya?" Gavin lagi-lagi menginterupsi. "Lo bener-bener adik kelas yang ngebet banget sama gue! Gue juga tahu, lo tadi ada di kantin kan?" terkanya lagi. Sambil terkekeh.

Streta masih diam, entah kenapa? Ayolah mengapa dia menjadi bodoh saat sedang seperti ini!

"Lo boleh suka ke gue, tapi gak usah sampai segininya kali!" Gavin menyemprotkan parfum yang dibawanya. Aromanya langsung merasuk tajam ke dalam hidung, wangi yang sesuai sekali dengan parasnya. "Kalau lo begini, lo gak beda sama cabe-cabean yang suka nongkrong di pinggiran jalan!" Sekali lagi Gavin tersenyum, lantas pergi.

"Cabe-cabean?" pikir Streta. Apa barusan seorang Gavin mengasumsikan jika dirinya adalah seorang cabe-cabean?

"Woi Kak gue bukan cabe-cabean kayak yang lo bilang barusan!" teriaknya, ya meskipun dia tahu langkah Gavin sudah jauh sekali melaju. Streta bahkan menggebrak salah satu pintu toilet.

"Apaan si brisik-brisik?!" ucap salah seorang pria, entah siapa namanya. Streta yang terkejut pun menatap pria itu secara keseluruhan. "Kok mukanya mirip siapa ya?" batinnya.

Pria yang tadi ada di hadapan Streta pun mengayunkan tangannya. "Heh, lo kenapa si?! Kesambet ya?"

Streta tersadar dari lamunan dadakan itu. "Oh iya, kenapa?" tanyanya.

"Kenapa, kenapa? Lo yang kenapa! Kenapa lo ada di toilet cowok?" Tatapannya menyulut pada Streta, menyapu habis. Streta bahkan sedikit takut menghadapinya, ya walaupun pria yang ada di hadapannya ini kurus dan tidak berisi, tetapi tetap saja. Dia takut.

"Apa? Toilet cowok?" katanya, berusaha meyakinkan dirinya. Apakah dia salah kali ini?

Pria itu menunjukan papan nama toilet yang tergantung di tepian pintu masuk. Streta mulai membaca. 'Toilet Pria' begitu tulisannya. "Bisa baca tulisan gak? Kalau gak gue bakal bacain!"

"Enggg ... gak usah Kak, gue udah baca barusan di dalem hati." ucap Streta terbata-bata.

"Jadi kenapa lo ada di sini? Ngintilin siapa lo?" tanya pria itu, lagi.

"Enggak Kak, gue tadi cuma pipis bentar. Gue salah, gue kira ini toilet cewek. Jadi gitu deh," balas Streta menceritakan kisah yang sebenarnya terjadi. "Kakak percaya kan?" ucapnya lagi. "Pantesan tadi Kak Gavin ngira gue ngikutin dia, ih kesel!" ungkap Streta kali ini bermonolog.

Pria itu masih menginvasi pandangannya pada Streta, membuat Streta mulai melangkahkan kakinya menjauh. Sedikit demi sedikit. Namun sayang, pria itu juga mulai mengikuti langkahnya. Sial!

"Gue gak percaya!" ucapnya sedikit membentak.

Streta kewalahan dengan kondisi ini, sungguh. Napasnya mulai tercekat. Tatapan pria itu begitu menjengkelkan. "Gue Streta Alrisa Marganya, bukan anak AWP yang pantes lo teriakin kayak anak buah lo itu!" ucapnya, entah apa. "Gue tahu Kakak ini mantan anak AWP kan?" terka Streta sok tahu, setelah tadi diam beberapa saat.

Itulah kebiasaan Streta saat sedang merasa terjebak, dia akan memperkenalkan dirinya. Berharap orang itu akan takut dengan gelar 'Marganya'. Padahal Streta sendiri tidak tahu arti dari kata 'Marganya' sendiri. Baginya, itu terdengar seperti gelar orang penting. Itu saja. Untuk kali ini, dia bersyukur memiliki orang tua yang memang pintar dalam memilihkan namanya. Selain itu, dia menyesal karena mempunyai orang tua!

Suasana menjadi hening seketika. "Gue Streta, anak English Club!" ungkap Streta lagi.

"Incess!" Dari arah pintu masuk toilet terlihat di sana Audina tengah datang berlari menghampiri. "Lo ngapain ada di sini?" tanyanya, saat tiba di hadapan Streta. "Dan ini? Lo ngapain berduaan sama Kak ...." Audina menunjuk pria yang sedari tadi mengajak Streta berbicara panjang lebar.

"Kita ke kelas sekarang Din! Gue dicari Pak Wildan kan?" ucap Streta menghentikan Audina berpikir menebak siapa nama pria yang kini ada di hadapannya.

Audina yang tadi masih sibuk berpikir pun teralihkan. Ia mengangguk, lantas menggandeng tangan Streta, menariknya dan membawa pergi gadis itu kembali ke tempat yang seharusnya dia singgahi, yaitu kelas.

Pria yang masih stabil berada di posisinya itu pun menolehkan wajahnya pada kedua gadis itu. Ia terlihat berpikir. "Jadi itu yang namanya Incess?" ungkapnya. "Princess sekolah." sahutnya, lagi.