Jia Zhen menangis, karena masih tak menyangka mendengar kabar buruk seperti itu. Papa tersayang, Hans Purnomo Wijaya, sudah mengakhiri panggilan telepon yang dilakukan, sehingga si pemuda terpekur seorang diri di kamar.
"Cece ... kita baru saja akrab, kenapa malah ...." Jia Zhen tak sanggup menyelesaikan kata-kata yang terucap.
Terbayang diingatan, wajah sang cece yang memucat, akan tetapi tetap memaksakan untuk bangkit dan beraktivitas seperti biasa. Ai-Ling bahkan tidak banyak mengeluh untuk sakit yang diderita dan hanya bercerita betapa gadis itu merindukan kegiatan lama.
"Cece ...." Jia Zhen kembali menangis.
Ngai tak sangka, kalau Cece ternyata menyimpan penyakit yang berat. Jangan katakan, kalau dia tak tahu sama sekali tentang penyakit ini, karena kanker sudah pasti ada gejala awal. Ngai yakin, pasti Cece merasakan sebelumnya, mengecek atas inisiatif sendiri, akan tetapi tak memberi tahu papa dan mama. Ya, pasti begitu, pikir Jia Zhen.
在webnovel.com支援您喜歡的作者與譯者