Langkah demi langkah terasa ringan bagai terbang diawang-awang. Hati berbunga bunga dalam setiap degupan jantung ini, andaikata aku sebuah gambar, pasti dari ujung kepala sampai kaki tampak goresan bunga-bunga dan bintang yang berkelap kelip, sesekali aku senyum senyum kecil sendiri sambil kutolehkan kepala ini kekanan dan kekiri, takut dikira kurang setengah, hehee ya, bagaimana tidak? Setelah jagoan hatiku mengatakan sesuatu yang mendebarkan dan mengguncang jiwa ini, membisikkan pada telinga ini sebuah ucapan yang menjadi impian setiap insan hawa dimana saja berada.
"Inez Aku mau ketemu Ayah Ibumu," bisiknya.
"Biasanya juga ketemu Ayah dan Ibuku kalau apel? Memang kenapa?" Aku pura-pura saja tidak tahu meskipun aku menebak akan ada yang disampaikan pasti.
"Aku mau bicarakan hubungan kita untuk lebih serius Nez, aku akan sampaikan pada Ayahmu bahwa aku ingin mengajak orang tuaku melamarmu, hubungan kita sudah lama, jadi aku mau menanyakan kapan aku bisa ajak orang tuaku melamar kamu" jelas Arman kepadaku.
Dag dig dug hatiku kala itu, apa yang aneh? Bukankah ini yang aku nantikan? Bukankah ini yang diharap-harapkan semua gadis? Apalagi Arman adalah cinta pertamaku, sekalipun tidak pernah ada kata putus nyambung antara kita, tapi kenapa aku jadi gemetaran bagai daun lembayung yang tertimpa hujan rintik-rintik?.
Tetiba pandangan mataku aku biaskan keseluruh bagian dinding dinding kantin yang berwarna putih cerah secerah perasaanku saat ini, sesekali aku melirik tangan Arman yang memainkan sendok pada gelas minumannya, mungkin dia juga sedikit gugup. Pria manis berbadan bidang dan tegap ini ingin segera menikah denganku.
Aaaah aku harap ini bukan mimpi semata.
"Iya, aku akan bilang Ayah besok sabtu kalau kamu mau datang, Ayah pulang kerja jam lima sore."
"Nez tapi kamu siap kalau satu dari kita harus resign dari sini kalau sudah menikah?" tambahnya.
"Aku siap Arman, aku aja yang resign. Aku bisa cari kerja ditempat lain. Aku rasa tidak sulit bagiku mencari gantinya dengan kualifikasi yang aku miliki," jawabku memantabkan diri.
"Hayoooo!!!, gak ajak ajak nih. Kalian berdua pacaran melulu, bikin iri para jomblowan dan wati, kayak aku ini hiks ...."
Liza ya dia Liza, tetiba dia datang sambil menepuk bahuku, membuyarkan lamunanku dengannya. Liza adalah sahabat baik kami berdua, rekan kerja yang loyal dan setia kawan, satu lagi ada Ardy, yang sedari tadi tidak tampak oleh mataku batang hidungnya. Kami berempat bisa dikatakan empat sekawan, dua cowok dan dua cewek sohib kental dalam dunia kerja dan diluar dunia kerja.
"Heyy Liza, ayo duduk sini gabung Liz, mau makan apa?" sapa Arman padanya.
"Lagian gadis mapan cantik kayak kamu betah menjomblo nungguin apa sih Liz?, tuh ada Ardy yang cucok meong deh buat kamu jadiin gebetan. Kalau dia macem-macem, gampang ayo di-kepret bareng-bareng," tukasku.
"Hahahahahaha ...." Disusul tawa kami yang bersaut-sautan tanpa menghiraukan lingkungan sekitar yang semua pada khusyuk menikmati hidangan masing masing, hanya kita bertiga yang berisik sendiri, tampak pula si Arman yang terbatuk-batuk karena minum dan mendengarkan celotehanku kepada Liza, diraihnya tissue untuk membersihkan mulut dan bekas cipratan air minumnya tadi yang sempat tersembur.
"Iiiiiih... Arman jija...yyyyy, nyembur nyembur gitu, cowok ga ada sopan gini mau jadiin laki Nez?" gurau Liza.
"Aaah biarin, dikira diri ini paling sempurna apa Liz, tau sendiri aku kan? Apa Liz kekuranganku yang menonjol?" sahutku.
"Wkwkwk Arman uda tau blm tuh? Jangan kaget ya, Inez nih tukang kentut sembarangan, hahaa, tampilan aja elegan dan manis, aslinya jijay abiss," tambah Liza.
Makin jadi-jadi deh terbahak-bahak mulut kita sampai kering rasanya nih pada gigi, tak urung pandangan sekeliling kami pada tertuju di meja kami, benar-benar cekikikan gak ada akhlak sampai mengganggu kenikmatan makan siang teman teman kerja di kantin ini.
"Ya berarti jodoh dong Liz, sama-sama jijay," tambah Arman disusul tawanya.
"Eh aku hari sabtu akan melamar Inez lhoo Liz, doain lancar dan gak gugup ya, jangan lupa kasi tau Ardy juga biar makin banyak doanya," jelas Arman.
"Waaaah, beneran aku kaget nih, yakin secepat ini? Waow happy banget paras si Inez, Sedang aku? kapan dong huhuhuuu." Liza sambil mengangkat kedua tangannya dan menutup kedua matanya, selayaknya eksyen menangis.
"Tenang aja, pasti gak lama bakal ketularan." Colekku ke pinggng Liza lalu kami tertawa bersama.
********
Sepulang kerja Arman dan Ardy biasa mampir ke warung Benny untuk membeli nasi bungkus persiapan makan malam, maklum mereka bujang dan anak kontrakan.
"Auw auw siapa nih yang datang, uwuwwww duduk dulu, ganteng-gantengku jangan terburu-buru, iiih... sunat dimana sih Bapaknya pada? Kok ganteng maksimal sih kalian tuh, kalau bapakku sunat dimana juga aku jadi begini idiiiih, yuk ah, aku buatkan minuman penuh cinta kopi dan susu ya, tunggu." Begitulah gelagat Benny, lelaki yang memiliki gaya yang kemayu dan lebay sering mengundang gelak tawa, menggunakan make up maksimal dengan lipstik berwarna merah menyapa sambil bermanyun-manyun manja, Arman dan Ardy sudah terbiasa menghadapi pemandangan seperti itu. Mereka tak masalah asal mendapat sebuah gratisan, segeralah mereka berdua duduk di warung depan, memang khusus pria-pria yang bagi Benny memikat hati akan selalu diberi minuman gratis (kopi, susu, atau teh) bahkan setiap hari sambil minta ditemani mengobrol, kadang teman-teman yang lain meminta bantuan Arman atau Ardy atau pemuda khusus yang masuk dalam List warung Benny, untuk menemani ke warung, ya agar mendapat gratisan juga.
"Kopi hitam tanpa gula ya, Bebh, kalau Ardy mau susu dia biar sehat dan kuat." Disusul gelak tawa Arman memesan, mereka saking akrabnya saling memanggil Bebh.
"Waow sehat dan kuat? Oke Bebh, ditunggu dulu ya, Cintaaah. Gimana kerjanya tadi? Asyik-asyik aja kan?" ocehan Benny.
"Asyik kok dan santai Bebh, kamu uda selesai masaknya ?" lanjut Ardy menyahut.
"Iiiiiih ya uda dong Bebh, kalau belum selesai enggak ada pilihan buat penggemar-penggemarku. Nanti pada kecewa dan mereka sedih. Benny kan anti mengecewakan Bebh, apalagi membuat orang sedih." Sambil mengaduk gelas dan cangkir untuk Arman dan Ardy, seperti biasa ngobrol sambil menggoyangkan pinggul kesana dan kemari.
*****
Hari Sabtu yang aku nantikan telah tiba. Terasa lama sedari tadi kulirik jam dinding seakan terasa tidak bergerak. Ayah Ibuku juga sudah menyiapkan semuanya untuk menyambut kedatangan calon menantu idamannya ini. Aku tahu dan merasakan bagaimana Ibuku sangat sayang pada Arman, Ayahku juga selalu cocok bila berdiskusi banyak hal dengan Arman, setiap aku pergi dengannya juga selalu diberi izin.
"Assalamu'alaikum." Diiringi dera langkah kaki dengan sepatu kesayangan berwarna coklat, ya Arman datang membawa buket bunga dan buah tangan untuk orang tuaku.