webnovel

Hans, Penyihir Buta Aksara

[15+ Rated Stories] Sebuah kisah petualangan bocah yatim piatu, tak bisa membaca, diseleksia. Kesepian dan diremehkan, ia seolah sendirian melawan kebiungungan. Satu-satunya peninggalan orang tuanya, yang mungkin menyimpan rahasia tentang keduanya adalah sebuah buku lusuh yang tidak bisa ia baca. Pertemuannya dengan para Magi, pengguna aksara membawanya ke dunia yang bahkan tidak pernah terlintas dalam imajinasi terliarnya. Sebuah petualangan dan perjuangan di mana Aksara dan Doa mampu mengubah segalanya! Sebuah cerita tentang sihir dan pertempuran kerajaan antara manusia dan iblis, antara manusia dan saudaranya! "Aksara, sebuah goresan penghantar doa yang menggerakan semesta!" [ Support aku di halaman karya karsa berikut: https://karyakarsa.com/gulahitam/rewards ]

GulaHitam · 奇幻
分數不夠
90 Chs

Aksara 30a, Tujuh Aksara Pencipta Dunia

Edited by Mel

||

"TIDAAAAKKKKKK!!!" Mata Hans memerah, dua pupil cokelat itu tertuju pada tubuh David yang tertusuk. Sementara ia sendiri di kelilingi ratusan bola-bola cahaya. Cahaya yang memburu nyawanya!

Ia menggenggam erat Tisma, meluapkan semua rasa hatinya yang kini bercampur aduk antara kesedihan dan amarahnya.

Serangan balik dari kubah pelindung area pertarungan berusaha menghentikan ia untuk masuk ke dalam. Ratusan panah cahaya melesat cepat, menyasar Hans yang merupakan sasaran utamanya. Ia terpental ke belakang, medan pelindung itu seperti trampolin yang melemparkannya. Ia bersalto di udara, kemudian melemparkan dirinya lagi ke arah kubah pelindung. Kubah pelindung itu mampu melindungi area pertarungan dari serangan magus bintang dua sekalipun. Sehingga untuk menghancurkannya Hans perlu melakukan serangan melebihi kemampuan magus bintang dua dan hal itu hampir mustahil.

Marc bergegas beranjak dari tempatnya duduk, membelah kerumunan para penonton yang berdiri karena melihat hal itu. Ia berlari ke arah sang guru, Dyson, berusaha memintanya untuk menolong.

Gyves telah meninggalkan tempatnya berdiri, namun sosok misterius yang merupakan Profesor departemen penelitian Roh dan Jiwa menghalanginya.

"Dyson! Kau jangan hanya diam!!" Gyves berteriak memaksa Dyson untuk bergerak.

"Hmmph!" Dyson pun bergerak, ia menarik pedangnya, mengayunkannya ke arah kubah pelindung di tengah area pertarungan.

"Ssssshhhiingggg!"

Suara bising terdengar ketika pedang besar itu terayun membentuk garis cahaya besar. Serangan itu melesat ke arah medan pelindung, namun belum sempat serangan itu sampai, sosok besar muncul tepat di antara sinar cahaya dan area pertarungan itu.

Dua kepala ular besar muncul dari sisi kanan dan kiri, menghantamkan kepalanya dengan garis pedang yang berusaha menghancurkan kubah pelindung. Tak menunggu waktu lama, keduanya menyusut menjadi tangan seorang pria berambut panjang dengan wajah pucat pasi.

"Hahaha...Dyson, biar anak-anak itu mengurus urusannya sendiri!" Ujarnya sambil menjilat tangannya yang berubah menjadi kepala ular, kemudian mengeluarkan lidah kecilnya untuk menjilat lidah sang pemilik.

"Nagini! Kau yakin ingin membuatku marah?!" Rambut Dyson perlahan berubah menjadi api berwarna merah kemudian menjadi berwarna biru, pedangnya kemudian menjadi lidah api yang membuat siswa dan para guru berlarian.

Seketika keadaan menjadi kacau balau, para senior juga bangkit dan bersiap melakukan pertarungan antar departemen. Jiha terpercik di setiap sudut stadion. Tampak sebuah kursi yang berada di sisi utara gedung masih kosong, kursi yang merupakan singgasana besar tempat Sang Kepala Akademi. Saat ini hanya dia yang mampu menghentikan terjadinya pertarungan antar departemen yang biasanya menelan banyak korban.

Hans tidak lagi mengetahui apa yang kini telah terjadi di stadion karena ia sendiri masih sibuk dengan ratusan anak panah yang menyerangnya. Ia mengayunkan Glaive miliknya. Tisma bergerak begitu anggun di bawah kendali Hans dan mengayun mengikuti gerakan yang telah dilatihnya setiap hari.

Ia mengayunkannya diagonal ke kanan kemudian ke kiri atas. Semakin lama semakin cepat menyebabkan adanya medan energi yang terbentuk dari jiha kini terbangun di sekitarnya. Panah-panah cahaya yang mendekat dan menyentuhnya medan energi di sekeliling Hans. Perlahan-lahan mengecil, menjadi tipis dan hancur seketika.

Suara gemuruh semakin kuat terdengar bersamaan dengan semakin banyak ayunan yang dilakukannya. Ayunan dan gemuruh. Kedua hal itu terjadi bersamaan, setiap ayunan seperti menambahkan satu pisau angin yang menyelubungi Hans.

Sebuah aksara mulai terbentuk, terlihat kabur dan tidak beraturan.

Kemunculan aksara pertama di ikuti oleh guntur yang begitu keras. Semua mata berfokus pada sosok kecil Hans, ia yang berkali-kali menukik dan kemudian terpental lagi naik.

Hans tidak mengetahui bahwa semakin banyak ia menyerang, maka semakin banyak pula panah yang akan menyerangnya.

Semakin sering ia menyerang. Semakin tubuhnya di penuhi luka. Jubahnya robek seperti pakaian pengemis di pinggir jalan, darah terlihat di sekujur tubuhnya, terutama lengan dan bagian terluar kedua tangannya.

Namun ia tidak goyah, ia terus menyerang balik seperti bola yang memantul ke lantai.

Akasa [1]

[1] Akasa, sebuah kata sansekerta yang dituliskan dalam bahasa aksara jawa yang berarti udara;langit;angkasa.

Sebuah aksara setidaknya terbentuk dari dua belas kombinasi gerakan, sebuah aksara yang terbentuk oleh gerakan tubuh dan ayunan pedang. Bukan oleh jiha yang dibentuk menggunakan tangan dan pikiran, namun sebuah kombinasi tarian pedang dan manusia.

"Duaaarrrr!!"

Serangan-serangan itu mencapai standar magus bintang dua, namun itu belum selesai. Hans berhasil memurnikan Uma miliknya hingga empat kali, atau dalam kata lain ia memiliki kaasitas jiha empat kali lebih besar dari magus lainnya, namun kini wajahnya pucat hampir-hampir kehabisan tenaga.

Pemurnian jihanya masih terus berlanjut, ia membulatkan tekadnya agar tidak membentuk uma kedua namun berusaha menyempurnakan uma pertama miliknya. Tak berhenti berlatih. Tidak tergesa-gesa. Ia bahkan rela mengurangi waktu tidurnya, berusaha sebisa mungkin mencapai kesempurnaan yaitu delapan kali pemurnian.

Terlempar lagi, lagi dan lagi.

Kali ini ia terlempar lebih jauh ke atas, kini hampir tiga puluh meter tingginya, hampir melewati bagian tertinggi stadion. Darah mengalir dari bahu dan lengannya, menetes ke senjatanya.

"Tidak! Tidak! Belum cukup!" Seluruh tubuhnya bergetar, bertambah besar seraya jiha dalam jumlah besar terpompa melewati benang-benang jiha di tubuhnya. Kini gerakannya berganti, gerakan yang sebelumnya terlihat anggun dan tajam, kini berubah menjadi penuh tenaga dan kasar seperti gempa.

Tanah di bawahnya bergetar, para peserta yang sedang berlarian meninggalkan tempat duduknya, merasakan getaran kuat berasal dari bawah kaki mereka.

Nagini dan Dyson memandang ke arah Hans, keduanya berucap bersamaan,"Apa yang terjadi...?!"

Puluhan bebatuan besar yang menjadi alas stadion terangkat ke atas, kemudian mengitari tubuh Hans yang melesat turun untuk melancarkan serangan selanjutnya.

Bumi [2]

[2] Bumi, aksara jawa bertuliskan bumi yang dalam bahasa sansekerta berarti tanah; alam;dunia.

Ini adalah kombinasi aksara yang terbentuk dari tiga set kombinasi gerakan. Gerakan awal adalah perwujudan "Langit", gerakan kedua perwujudan "Bumi" dan gerakan ketiga merupakan leburan dari kedua aksara itu yang sampai saat ini Hans belum mampu melepaskannya. Bila ia memaksakan lebih lagi, tubuhnya akan terbakar karena menjadi bahan bakar penggunaan Aksara itu sendiri.

Hantaman keras itu membuat semua telinga merasa sakit juga menyebabkan Uma miliknya kini hanya tersisa lima persen dari seluruh jiha yang ia miliki.

Cakar besar itu hanya beberapa sentimeter sebelum menembus jantung dan uma milik David,"Hahaha kau terlambat bocah bodoh!"

Lanika berteriak sambil tertawa liar, ia menusukkan senjatanya semakin dalam dengan cepat.

Darah terciprat ke segala arah.

Waktu seakan berhenti, Gyves menjerit keras melihat ke arah area pertarungan. Matanya terbelalak melihat hal itu. Kini dia tidak lagi dapat berdiam diri dan menahan amarahnya.

"Bila muridku itu tiada! KALIAN AKAN PERGI JUGA BERSAMANYA!!!" Teriakannya begitu keras, Dyson pun terkejut.

tmezP [1] sgr[2]

[1] Tameng, Sansekerta, sebuah kata sansekerta yang berarti perisai atau senjata.

[2] Sagara, dalam bahasa sansekerta yang berarti samudra atau lautan.

"Pak tua ini benar-benar mempertaruhkan semuanya!" Dyson tidak pernah mengira, pria tua yang ia kenal hanya tahu cara bertahan itu akan menggunakan aksara dasarnya.

Suara gemuruh muncul entah dari mana, seperti suara hujan besar yang muncul dari langit cerah. Bersamaan dengan itu, muncul cahaya yang begitu terang seakan meledak dari tubuh Gyves, hujan deras dan petir terjadi begitu saja, semua ini terbentuk dari jiha sepenuhnya.

Membentuk jiha menjadi realita, mengubah benda tak terlihat dan tak tersentuh untuk sebagian itu menjadi kejadian alam yang luar biasa. Jutaan tetes hujan itu menghujani mereka yang berada di sana, tua-muda, guru atau pun siswa. Para profesor dan wakilnya, Nagini dan Dyson membentuk medan agar hujan itu tidak menyentuh tubuh mereka. Hujan itu seketika berubah menjadi lima ribu perisai yang mengelilingi tubuh Gyves.

"Grrrrrr...!" Gyves seperti kehilangan akal sehatnya, amarah membuat matanya memerah. Lima ribu perisai berukuran satu meter itu memiliki ujung yang tajam seperti pedang sehingga dapat digunakan untuk bertahan dan melukai di saat yang bersamaan.

"Hahaha... Gyves bunuhlah kami bila kau memang berani!" Nagini berteriak memprovokasi, ribuan rambutnya berguguran, berubah menjadi puluhan ribu ular yang melindungi siswa dari departemen penelitian makhluk magis dan totem.

"Vare! Pergi dan lihat keadaan di tengah area pertarungan!" Dyson memerintahkan komisaris terkuatnya.

Pria berambut merah itu mengangguk dan pergi dengan kecepatan penuh, namun Gyves kali ini tidak main-main.

"Lautan perisai, bentuk kedua!" Ujar Gyves, aksara itu terbentuk dan bertukar posisi sebelum akhirnya memecah diri menjadi ribuan perisai. Pecahan-pecahan aksara itu membuat perisai-perisai milik Gyves mulai berotasi dengan sangat cepat, lalu membentuk pisau pemotong berkecepatan tinggi.

"Gyves!! Hentikan!!" Dyson berteriak, seluruh tubuhnya terbakar oleh api berwarna biru.

**

Di tengah area pertarungan

Darah terciprat ke segala arah, wajah Gyves di penuhi kesedihan dan tampak sudah berlinang air mata.

"... Yang pertama, Langit dan Bumi!..."

Suara tertahan terdengar di belakang Lanika, ia seperti meraskan ada suatu kekuatan yang luar biasa menusuk kulitnya. Jiha yang luar biasa besar seakan berusaha menghempaskan dirinya, bayangan wanita setengah ular itu pun berbalik, menghentikan cakar besar yang hanya dua sentimeter dari jantung David.

Ia tidak lagi berpikir untuk membunuh David, karena sesuatu yang mengejutkan telah menanti dia tepat di belakangnya. Saat ia membalikkan tubuh ia mendapati tubuh Hans, melayang di udara.

Kedua tangannya terangkat membentuk busur, melengkung ke belakang, mengerahkan semua kekuatannya pada serangan yang akan ia lepaskan. Di mulutnya empat botol kaca transparan berisi cairan berwarna hijau kebiruan mengalir turun ke kerongkongan Hans. Empat botol kecil berukuran delapan sentimeter dengan diameter satu sentimeter itu berisi ramuan pengembali jiha.

Empat botol itu adalah ramuan pengembali jiha menengah, yang hanya mampu mengembalikan lima puluh persen jiha untuk kelas Magi bintang satu. Sedangkan kapasitas jiha Hans empat kali lebih besar dari Magi bintang satu, sehingga empat botol ramuan itu hanya berhasil mengembalikan lima puluh persen kekuatannya.

Hal ini menyebabkan serangan itu tidak mencapai wujud sempurnanya, wajahnya menjadi sangat pucat dan tubuh Hans mulai mengering. Ia menyadari bila ia memaksakan terus membiarkan aksara ini terbentuk dan terhubung pada tubuhnya maka ia akan mati dan mengering.

Aksara yang sebelumnya hendak terbentuk, kembali menghilang dan berubah menjadi dua buah tangan raksasa yang muncul di atas dan di bawah tubuhnya. Tangan yang berada di atas terbuat dari angin beliung yang bersiul-siul. Sedang tangan lain yang berada di bawah tubuhnya terbentuk dari bebatuan lantai stadion dan itu membuat lantai stadion berlubang berukuran puluhan meter.

Hans melepaskan serangannya, mengayunkan Tisma ke bawah, ke arah bayangan hitam sang wanita setengah ular. Kedua tangan itu melebur menjadi satu, kemudian menjadi sebuah pedang batu yang di kelilingi ribuan pedang angin yang membentuk ombak raksasa, begitu pula lantai stadion yang bergerak seakan ombak yang terbuat dari batu-batu besar.

Serangan itu begitu besar membuat tubuhnya tak bisa menahan kekuatan yang telah membuatnya mengeluarkan hampir seluruh jiha miliknya. Ia melepas tangan kirinya, darah mulai mengalir keluar. Tubuhnya cidera serius akibat penggunaan jiha berlebihan, ia bergegas mengambil dua ramuan terakhir. Satu berwarna oranye terang dan yang lain berwarna biru gelap, ia menggigit ujung kacanya dan meminumnya dengan segera. Ia bisa merasakan tubuhnya mengering dengan sangat cepat, bahkan benang-benang jiha-nya juga demikian.

Beruntung ketika kedua ramuan itu bercampur, nafasnya mulai kembali normal. Wajahnya mendapatkan kembali warnanya.

"Ini gila!!" Pico yang menghindari pertarungan di stadion bersembunyi di balik papan skor, namun begitu antusiasnya ia melihat dengan jelas Hans melakukan serangan yang melampaui tingkat kekuatannya.

Semua mata memandang area pertarungan, kecuali Gyves yang sudah kalap, ia tidak melihat apa yang terjadi pada Hans dan hendak melepaskan seluruh kekuatannya.

Sementara Dyson sudah bersiap untuk melepaskan serangannya untuk menghentikan Gyves, yang hendak melakukan pembantaian massal.

Tapi seketika itu tiba-tiba semua terhenti. Bahkan serangan Gyves yang hendak terjadi itu pun seakan melambat.

"Melambat.." Suara dingin terdengar ke seluruh akademi, bahkan Yu'da yang berada dalam penjara yang amat jauh pun mendengarnya.

Di dalam penjara singa besar itu mengangkat kepalanya melihat ke arah area pertarungan dan mendengus penuh amarah,"Hmmph!"

Seluruh area pertarungan melambat, namun mata setiap orang yang berada di tempat itu masih bisa melihat apa yang terjadi dan mengalami hal itu sungguh begitu mengejutkan bagi mereka. Pikiran dan mata mereka mampu melihat dengan jelas, namun tubuh mereka tidak bisa bergerak normal setiap gerakan yang mereka lakukan melambat di bawah kuasa luar biasa yang tiba-tiba menimpa mereka. Namun terdapat mereka yang tidak terpengaruh kekuatan itu, Gyves, Dyson dan para profesor masing-masing departemen berdiri tegap melihat ke arah sang pemilik suara.

Gyves menghentikan serangannya ketika menyadari kepala Akademi datang.

Sang Kepala Akademi berjalan melewati ribuan orang yang tengah menghajar satu sama lain tapi tidak berani membunuh sesama mereka, hanya saling menyerang dan berusaha membuat lawan menyerah. Pria paruh baya itu kira-kira baru berumur lima puluh tahun dengan wajah yang masih terlihat muda, karena kesaktian yang ia miliki.

Ia berjalan santai, namun tubuhnya berkali-kali melesat seperti kilat, seolah melakukan teleportasi. Hanya dalam waktu satu kedipan mata ia berada di area pertarungan, ia menekan kepala Lanika yang masih terbelalak. Seketika gadis itu kehilangan kesadarannya, cakar dan sosok wanita setengah ular itu menghilang, menyisakan David yang masih berdiri bersimbah darah.

Ia kemudian menyapukan tangan kanannya, gerakannya santai seperti tengah mengusir lalat. Membuat seluruh peserta yang masih mematung itu terdorong dan terpisah ke arah yang berbeda, sebagian ke kanan dan yang lain ke kiri stadion.

Pria itu mengangguk, kemudian memandang Hans. Ia mengernyitkan dahinya, entah apa yang tengah dipikirkan. Sementara serangan Hans memang melambat namun tidak berhenti.

Kemampuannya untuk memperlambat segala sesuatu yang berada dalam radius tertentu dari tubuhnya itu bergantung pada jumlah jiha yang orang lain keluarkan, semakin besar jumlah jiha yang digunakan oleh lawannya, semakin berkurang juga kuasanya atas waktu yang berada di sekitar lawannya itu.

Benar, kekuatan sang kepala Akademi adalah aksara yang mengendalikan waktu.

Masih memandang serangan Hans, ia kemudian berucap,"Kembali.."

Secara tiba-tiba semua kembali seperti semula, serangan Hans muncul di hadapan sang Kepala Akademi. Namun ia terlihat tersenyum kecil, merasa tertarik dengan serangan yang datang padanya.