webnovel

Hans, Penyihir Buta Aksara

[15+ Rated Stories] Sebuah kisah petualangan bocah yatim piatu, tak bisa membaca, diseleksia. Kesepian dan diremehkan, ia seolah sendirian melawan kebiungungan. Satu-satunya peninggalan orang tuanya, yang mungkin menyimpan rahasia tentang keduanya adalah sebuah buku lusuh yang tidak bisa ia baca. Pertemuannya dengan para Magi, pengguna aksara membawanya ke dunia yang bahkan tidak pernah terlintas dalam imajinasi terliarnya. Sebuah petualangan dan perjuangan di mana Aksara dan Doa mampu mengubah segalanya! Sebuah cerita tentang sihir dan pertempuran kerajaan antara manusia dan iblis, antara manusia dan saudaranya! "Aksara, sebuah goresan penghantar doa yang menggerakan semesta!" [ Support aku di halaman karya karsa berikut: https://karyakarsa.com/gulahitam/rewards ]

GulaHitam · 奇幻
分數不夠
90 Chs

Aksara 28a, Bisnis

Edited by Mel

||

"Dunia bisa menilaimu apa saja, mereka bicara sesukanya.

Jalan hidupmu, kau yang jalani, semesta kan temani, mereka tidak lihat yang kau temui!"

"Ludahi, tak perlu kau dengar! Dunia menjadi musuh ketika kau di kaki gunung, berlagak bak saudara ketika kau sudah lewati  gunung dan tak terbendung!"

Profesor Dyson

||

#1 -666- Dylo (82)

#2- 606 -David (15)

#3 - 89 - Marc (14)

#4 - 22 - Lisa (10)

#5 - 202 - Olax (8)

#6 - 335 -Carl (6)

#7 - 28 – Alex (5)

#8 - 13 - Karyapum (4)

#9 - 7 - Hans (3)

#10 - 34 – Ignatio (3)

Profesor Gyves dan Dyson berjalan turun dari tempat mereka duduk, kakinya menginjak anak tangga teratas dan suara deru angin dan lipatan jubahnya terdengar, ia lenyap. Ia melesat dengan jiha yang ia punya seperti angin, begitu cepat, beberapa detik kemudian ia berada di pinggir arena pertarungan.

Ia memeriksa semua peserta yang telah kehilangan kesadaran, sedang Dyson menghampiri Lisa yang sedari jauh pun sudah membungkuk meminta maaf karena gagal.

"Pro.. profesor.. maaf.. Aku gagal untuk menghentikannya!" Lisa berujar, menunduk memandang lantai tak berani mengangkat wajahnya.

"Cukup Lisa, angkat kepalamu. Aku tidak ingin mendengar sampah-sampah seperti ini.."

"Jangan biarkan orang yang hanya memanfaatkan kekuatan lain menghancurkan semangatmu.."

"Aku tidak lupa pada gadis kecil yang buta, yang di pandang rendah dunia.."

"Mereka bilang kau akan gagal bukan?"

"Mereka bilang kau sampah bukan?"

"Dunia coba hakimi dirimu berkali-kali, tapi kau membuktikan pada mereka.."

"Kau bisa melihat dunia.. dengan caramu sendiri.. "

"Benar.. ?" Ia terdiam sebentar, matanya memancarkan cahaya. Lisa sudah seperti anaknya sendiri, ia merawatnya semenjak ia kecil. Bakatnya tidak kalah dengan David dan Marc, hanya saja ia buta, namun ia menyayangi gadis itu jauh lebih dari muridnya yang lain.

"Ludahi mereka nak! Tak perlu ragu, kau bisa jadi apa saja yang kau percaya!"

"Selama kau percaya! Sebab aku percaya padamu!" Dyson kemudian melewatinya, mengusap kepalanya dan menghampiri Gyves.

"Bagaimana?" Tanya Dyson.

".."

"Kerusakan pada jiwa mereka terlalu parah.."

"Sebagian dari mereka di pastikan kehilangan memori mereka, beberapa bahkan akan menjadi cacat seumur hidup.."

"Dia murid orang itu..?" Tanya Gyves.

"Dia seharusnya di keluarkan dari akademi.." Gyves menatap dengan mata memerah, matanya memburu Dylo yang meninggalkan tempat pertarungan membawa peti yang kini tertutup rapat di belakangnya.

"Kau tahu jawabannya bukan.." Dyson mengepalkan tangannya, aura membunuhnya sesaat menyeruak ke seluruh arena. Seluruh stadion tersentak, namun ia segera menahannya.

"Kepala akademi tidak akan mengizinkannya!"

"Dia terlalu membiarkan orang-orang seperti ini berkeliaran!" Keduanya mengumpat dalam hatinya, kepala akademi merupakan orang yang nyentrik. Ia hanya peduli pada kekuatan dan bukan pada proses bagaimana seseorang mendapatkannya. Sehingga para pengguna kegelapan dan pengabdi setan pun dapat berkeliaran dengan bebas.

**

Pertarungan itu berakhir lebih cepat dari dugaan banyak orang, mematahkan asumsi para ahli dan mengejutkan para penonton. Hans bersandar di bangku tempatnya duduk, ia masih mengingat sensasi yang ia rasakan ketika makhluk hitam itu keluar dari dalam peti. Tubuhnya seakan di penuhi amarah, seakan seluruh semesta pun merasakan hal yang sama. Matanya melihat dengan jelas jiha menjadi kacau ketika kedua tangan itu muncul.

"Hans..."

"Hanss.."

"Hanss!!!" Suara bocah gendut membangunkan dia dari lamunannya. Ia menengok ke kiri, mendapatkan mulut David hanya dua sentimeter dari telinganya.

"Woassuu!" Umpat Hans tanpa sadar, ia sendiri tidak mengerti apa yang ia ucapkan.

David memandang Hans dengan bingung,"Asu?! Apa artinya?!"

Hans mematung, ia sendiri tidak menyadari apa yang ia ucapkan. Karena kaget tanpa ia sadari alam bawah sadarnya memanggil satu kata yang tersimpan jauh di dalamnya. Ia hanya merasa kata itu begitu mudah dan pas diucapkan pada momen itu.

"Bukan, Ehmm.."

"Maksudku, kau terlalu dekat! Hampir saja aku menciummu gendut! Sial!" Hans mementung kepala David dengan tangan kanannya.

"Aduh!!" David menjerit sambil mengusap kepalanya.

"Kau ini kenapa sih?! Berkali-kali melamun, aku memanggilmu sudah berkali-kali tahu!" Ujar David kesal.

Marc memandang Hans, terdiam sebentar kemudian menyuarakan dugaannya,"Apa karena Dylo?!"

"Semenjak kau bertemu dia kau terlihat terganggu.." Ujar Marc sambil melihat Hans dengan tatapan penuh tanya.

Hans terdiam, menunduk sebentar,"Aku juga tidak terlalu mengerti, yang aku tahu ia membawa sesuatu yang berbahaya Marc!"

"Aku sendiri pun tidak bisa menjelaskannya.." Ia tengah berbicara namun kehadiran seseorang membuatnya tidak bisa menyelesaikan perkataannya.

"Boss!"

"Boss!" Seorang pemuda keriting menghampiri Hans, tubuhnya buncit dan besar. Ia terlihat panik dan wajahnya menunjukkan kecemasan. Hal itu membuat Hans berdiri, ia sudah menunggu pemuda ini sedari tadi.

"Boss, Kami belum mendapat kabar dari Maki!"

"Ini sudah lebih dari dua hari!" Jelas sang pemuda berambut keriting, umurnya berkisar sembilan belas hingga dua puluh tahun, ia adalah Bartus. Ia terlihat lebih tua dari Maki yang terlihat hanya seperti pemuda berumur lima belas tahun, meski keduanya memiliki umur yang sama yaitu sembilan belas tahun.

Di atas awan besar menutupi cahaya matahari, seakan membuat stadion menjadi gelap. Hans mengangkat kepalanya dan memandang Bartus. Awan besar memayungi yang mengesankan hari itu akan hujan.

"Maaf bos, aku sudah mencoba bertanya ke semua teman angkatan! Bahkan bertanya pada petugas administrasi namun mereka sendiri pun tidak mengetahui alasannya."

"Maki, pasti selalu memberi kabar dua kali sehari tentang progres pencarian tanaman obat. Para anggota yang lain juga menunggu arahan.." Ujar Bartus. Ia yang awalnya hanya ingin mendapat pengetahuan dari Hans, kini menjadi kaki tangan Hans. Hans pun tidak menyadari usaha yang ia, Maki dan Bartus rencanakan menjadi sebuah usaha yang cukup besar. Kini ia memimpin setidaknya sepuluh orang dan semuanya adalah seniornya.

Maki memilih orang-orang yang dapat dipercaya karena usaha ini cukup menjanjikan dan mudah untuk melakukan korupsi. Karena para pencari obat bisa saja berbohong pada Hans mengenai jumlah tanaman obat yang mereka dapatkan. Beruntung Hans terlebih dahulu berbicara pada Tuan Zhu sang pemilik toko tanaman obat, agar ia melakukan pencatatan untuk mengetahui jumlah obat yang mereka jual pada Tuan Zhu apakah sama dengan yang dilaporkan padanya.

"Baiklah Bartus.. aku mengerti.." Jawab Hans pelan, kekhawatiran terlihat di ekspresi wajahnya. Ia menepuk bahu Bartus memalingkan wajahnya.

"Marc coba tanya Profesor Dyson, kalian satu guru bukan?!" Tanya Hans, belakangan Ia menyadari bahwa Maki dan Marc merupakan saudara seperguruan—Keduanya murid Profesor Dyson.

"Baiklah Hans, setelah pertarungan hari ini berakhir aku akan bertanya pada guruku!" Marc mengangguk.

"Bartus, bawa tanaman yang para pemburu dapatkan. Periksa kualitas mereka dan bawa ke tempat Tuan Zhu, pastikan kau mencatat dengan benar jumlah yang tiap pemburu laporkan.

Setelah bekerja pada Hans beberapa lama, pemuda yang dianggap tidak berguna oleh teman-teman satu angkatannya itu menjadi ahli tanaman di bawah didikan Hans. Terlebih ada satu hal yang membuatnya spesial,"Umm.. Boss salah satu pemburu membawa tanaman yang aku tidak kenali. Ia memungutnya tanpa sengaja, karena melihat bentuknya yang unik. Ia bilang tanaman itu tumbuh di liang tempat tinggal makhluk magis bintang satu."

"Yang membuat aku terkejut adalah bau khas yang ia keluarkan, lucunya hanya aku yang dapat menciumnya. Para pemburu yang lain tidak bisa merasakan bau yang aku temukan ini!" Bartus menyerahkan tanaman dengan tujuh cabang penuh bunga berkelopak panjang dan panjang seperti pedang. Bartus memiliki penciuman yang spesial, ia bisa mencium tanaman-tanaman obat. Ia menghafal tanaman bukan hanya dari bentuknya, namun dari baunya.

Bunga-bunganya berwarna keemasan, Hans menerima tanaman itu. Kemudian memetik ujung bunga yang berwarna keemasan dan memakannya.

"Eh!" Bartus terkejut melihat Hans melakukan hal itu, karena semakin lama ia mengenalnya ia menjadi seperti pelayan pribadi Hans. Bukan karena Hans yang memintanya, namun karena semakin lama Bartus mengenalnya semakin ia berterima kasih pada Hans.

Hans pun tidak tahu, bahwa ia sudah bersumpah akan mengikuti ke mana pun Hans pergi.

"Boss! Biar aku saja yang mencobanya, siapa tahu itu beracun!!" Bartus tersentak, namun Hans sudah terlebih dahulu memasukkannya ke mulutnya. Ia menutup mata dan menahan Bartus dengan tangan kirinya,"Manis.. Seperti madu..."

"Ini Bunga Madu Tujuh Bintang![1]"

"Pastikan ia menyimpannya di kotak tanaman obat agar kualitasnya tidak berkurang!!" Ujar Hans tegas.

"Tentu! Semua tanaman yang belum teridentifikasi aku masukkan ke dalam kotak penyimpanan obat terlebih dahulu!" Bartus seketika menjawab dengan percaya diri.

"Bagus! Jual ini pada guruku! Jangan menjualnya pada tuan Zhu!"

"Ini terlalu mahal, satu tangkup dengan seluruh kelopak yang masak berharga setidaknya seribu batu semesta!"

"Pastikan tidak ada yang tahu!" Hans berbisik pelan di telinga Bartus.

Pemuda keriting itu kemudian mengangguk dan bergegas pergi dengan terburu-buru.

Sementara pertarungan terus berlanjut, hingga hari menjelang malam barulah semua pertandingan tahap pertama berakhir. Dari semua pertandingan yang tersisa, Hans menemukan banyak sekali peserta lain yang akan menjadi lawan kuatnya.

Seperti pada pertandingan ke empat, grup ke empat di isi oleh mereka yang telah membentuk aksara awal mereka. Terlebih ada dua orang yang benar-benar membuat Hans mengikuti pertandingan dengan serius.

Kedua orang itu berhasil memurnikan uma mereka hingga tiga kali, menjadi dua orang dengan dua poin terbesar di grup itu.

- 223 - Yuzc Malawi (18)

- 457 – Andrew Dyna (16)

Yuzc adalah seorang magi yang berfokus pada elemen api, ia menggunakan aksara dasar bola api yang bisa dibeli di toko penjual memori. Para magi bintang satu dan dua biasanya memilih untuk membeli ingatan para magi yang lain untuk mempelajari aksara mereka. Karena hal itu akan lebih mudah dan menghemat waktu dan karena aksara tidak bisa dipelajari hanya lewat tulisan namun juga pemahaman akan garis-garis semesta. Karena barang siapa hendak menggunakan sebuah aksara yang berasal dari bola memori, ia juga harus mengetahui pemahaman para magi yang memilikinya.

Karena aksara pada kenyataannya hanya bisa di temukan lewat kejadian alam dan juga ingatan para makhluk magis atau membeli memori para magi yang lain.

Berbeda dengan Yuzc, Andrew mengendalikan lebih dari satu elemen. Ia mempelajari elemen air dan kayu, berusaha mencari kombinasi antara keduanya. Tentu waktu dan usaha yang harus dikeluarkan jauh lebih besar. Namun hal inilah yang justru membuatnya menarik perhatian Hans, karena kemampuan Andrew menggunakan kombinasi kedua elemen dengan begitu luar biasa.

Hans mengingat baik-baik informasi para peserta untuk tiap grup, pertarungan hari itu. Langit sudah gelap, bintang pun tidak terlihat di gelapnya malam yang tengah mendung. Para penonton berhamburan keluar dengan teratur, disambut cahaya yang keluar dari tanaman berbentuk lampion dengan batang tegak seperti tiang listrik.

Pohon-pohon cahaya itu berbentuk seperti kail yang membuat lampu-lampu cahaya menggantung indah di udara, semuanya seakan begitu sempurna. Namun sesuatu menghentikan kerumunan yang tengah berjalan itu, kabut putih tebal muncul entah dari mana dan membuat jarak pandang berkurang.

"Apa ini?!"

"Tidak pernah ada kabut sebelumnya di akademi!"

"Apa yang terjadi?!" Pertanyaan dengan nada heran terdengar dari mulut mereka, satu sama lain saling bertanya tentang apa yang sebenarnya terjadi.

Hans pun demikian, firasat dalam hatinya semakin kuat. Sebuah firasat yang mengatakan sebuah bahaya besar tengah datang, hal ini membuatnya mengingat Yu'da. Ketika kerumunan itu kembali berjalan dan berdesakan karena sempat terhenti, Hans menyelinap meninggalkan kedua temannya.

"Eh?!"

"Dut, di mana Hans?!" Marc yang pertama menyadarinya, memandang David yang berjalan di depannya sebagai pembuka jalan.

**

Di tengah Hutan

Kabut pekat menutupi seluruh hutan, membatasi jarak pandang hingga hanya satu meter saja. Suara desis dan teriakan terdengar dari belakang, sementara dua orang anak kecil, laki-laki dan perempuan berlari di atas salju yang perlahan mulai menipis.

Meski begitu kaki mereka di penuhi darah akibat permukaan kulit yang terkelupas akibat cuaca dingin. Sang bocah perempuan terlihat pucat, kekurangan darah dan keletihan berlari semakin lama semakin lambat.

"Kak.. Aku lelah, aku sungguh mengantuk.." Ujar sang adik yang berhenti berlari.

"Biar aku menggendongmu!" Sang Kakak kemudian menggendong sang adik, tak lama gadis perempuan itu tertidur.

'srek.. srek..' Suara ranting terinjak terdengar dari kanan dan kirinya. Kabut menghalangi dia untuk melihat lebih dari satu meter, tubuhnya bergetar. Ia berjalan mundur ketakutan, membayangkan apa yang akan muncul dari balik kabut tebal itu.

Tubuhnya membentur sesuatu di belakang tubuhnya, ia berbalik dan menoleh mendapati sosok tinggi besar berdiri di belakangnya. Tubuhnya seperti raksasa, dengan berbagai luka dan belatung yang berjalan di permukaannya.

Puluhan wajah menempel di setiap bagian tubuhnya, seakan menangis dan menjerit.

"Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!" Sang kakak berteriak kencang, membangunkan sang adik yang tertidur di belakangnya.

Puluhan suara lain terdengar dari berbagai arah berjalan ke arahnya, bocah itu terjatuh dan tersungkur. Sang adik memeluk erat sang kakak, kejadian demi kejadian membuat keduanya hampir gila. Keluarga dan ayah ibunya hampir membunuh mereka, kini ribuan setan lain mengikuti dia.

Ketika ia menoleh ia mendapati lebih dari dua puluh makhluk yang sama mengelilingi dia.

Ia menutup matanya, kekuatannya sudah habis, keduanya saling berpelukan menyambut datangnya kematian. Suara teriakan para makhluk itu makin keras, karena puluhan kepala yang tertempel di setiap bagian tubuhnya juga menjerit kesakitan.

Suara siulan terdengar, seolah benda tajam membelahnya dengan kecepatan tinggi. Bocah itu menunggu-nunggu kematian namun ketika ia membuka matanya ternyata yang ia temukan hanya sosok pemuda berdiri di depannya, mengenakan baju perang melindungi tubuh kecilnya.

"Maaf aku terlambat!" Ujar pemuda itu dengan senyum hangatnya.

Catatan Kaki

[1] Sebuah tanaman fiksi yang di buat penulis. :D

[Author's Note:]

Terimakasih sudah menunggu updatenya dengan sabar ya, kalian luar biasa. Share dan mention ceritanya ke teman-temannya ya hahaha. Jangan Lupa Follow dan Vote bila berkenan.

Semangat!