webnovel

Guruku Cinta Pertamaku

Felicia Angela telah merasakan cinta pertamanya dengan cara yang tak terduga. Namun siapa yang menyangka, sang lelaki yang telah menggetarkan hatinya itu adalah wali kelas di sekolah barunya. "Bukankah kamu gadis yang jatuh di depan taman kota kemarin?" tanya James, sang wali kelas di sekolah baru Felicia. "Akhirnya Pak James mengingat saya juga," sahut Felicia dalam senyuman sinis yang dihiasi oleh sebuah tatapan penuh kekesalan. Selepas mendapatkan jawaban itu, James langsung mengambil sesuatu di dalam tasnya lalu berjongkok di depan Felicia. Mungkinkah cinta akan bersemi di antara dua insan itu? Ataukah justru layu sebelum berkembang? Cerita ini adalah fiktif belaka, tidak ada unsur kesengajaan. Happy Reading.

Lenna_Cristy · 青春言情
分數不夠
376 Chs

Pertemuan Tak Terduga

Happy Reading

Felicia Angela, gadis cantik yang masih duduk di kelas 12 SMA. Papanya Felix Angelo, menjadi wakil direktur baru di Rumah Sakit Lentera Solo. Sedangkan Mamanya Amelia Putri, seorang dosen di Universitas Negeri di Jakarta. Kepindahan tugas Felix membuat seluruh keluarga harus mengikutinya ke Solo. Felicia mau tak mau juga harus berpindah sekolah di Solo. Begitu juga Amelia, dia telah mengajukan surat mutasi mengajarnya. Felicia juga memiliki seorang kakak laki-laki. Dia adalah Alvaro Angelo, seorang mahasiswa di National University of Singapore.

Hari pertama kedatangan Felicia di Solo, dia sangat senang dengan suasana kota itu. Felicia mengayuh sepedanya, menuju taman kota yang tak jauh dari rumahnya. Saking senangnya bersepeda sambil menatap pemandangan kota, Felicia tak menyadari ada sebuah batu yang tergeletak di jalan. Tiba-tiba saja suara sepedanya terdengar sangat keras menghantam aspal jalanan. Walaupun tidak ada luka serius, lutut Felicia sedikit lecet. Felicia hampir saja tidak bisa menahan untuk tidak menangis.

Untung saja seorang lelaki muda datang dan membantunya duduk di kursi taman. "Apakah kamu baik-baik saja?" tanya lelaki muda itu.

Pemuda itu meminggirkan sepeda Felicia di trotoar jalan kemudian menghampirinya. Felicia menahan rasa sakit di lututnya. Kalau tak ada rasa malu yang membayanginya, dia akan menjerit karena kesakitan. Pemuda itu mengeluarkan alkohol dari dalam tasnya. Kemudian membersihkan luka di lutut Felicia lalu menutupinya dengan plester steril. Felicia masih termangu memandangi wajah lelaki yang baru saja menolongnya itu. Pikirannya mendadak melayang-layang tanpa arah ataupun tujuan.

"Sudah selesai. Apa masih terasa sakit?" tanyanya. Suara itu memecahkan lamunan Felicia dan membuatnya sedikit terkejut.

"Terimakasih Kak. Udah mendingan kok," jawab Felicia sembari tersenyum semanis mungkin.

"Lain kali berhati-hatilah. Untung jalanan sedang tidak ramai," ucapnya. Lelaki itu tersenyum menatap gadis cantik di depannya.

Tanpa pamit, lelaki yang menolongnya tadi langsung pergi meninggalkan Felicia. Padahal Felicia belum sempat menanyakan namanya. Gadis itu senyum-senyum sendiri, mengingat wajah tampan yang sudah menolongnya barusan. Dengan pelan Felicia menaiki sepedanya sampai depan rumah. Di sudut halaman depan, Amelia sedang menata bunga-bunga di taman.

Amelia yang melihat anaknya terluka menjadi panik lalu menghampiri anak gadisnya. "Sayang, apa yang terjadi dengan lututmu?" tanyanya.

"Tadi jatuh dari sepeda. Untung ada Kakak yang baik hati menolongku," ucap Felicia dengan senyuman. Gadis itu meninggalkan sepedanya di halaman, lalu masuk ke kamarnya sambil senyum-senyum.

"Dasar gadis aneh, habis terjatuh kok mukanya senang begitu," gumam Amelia sambil menggeser pot bunga.

Pengalaman yang indah untuk Felicia, di hari pertamanya tinggal di Solo. Dia tak menyangka menemukan seseorang yang sangat baik hati untuk menolongnya. Di ranjang kamarnya, Felicia mulai mengharapkan sesuatu yang tidak pasti. "Mungkinkah aku bisa bertemu lagi dengannya?" Gadis itu berkata dalam hatinya.

Suara hatinya mulai bergemuruh, bayangan lelaki itu terus saja hadir di dalam pikirannya. Hatinya menjadi gelisah, jantungnya mulai berdetak kencang. "Mungkinkah ini cinta pada pandangan pertama?" tanya Felicia pada dirinya sendiri.

Tanpa sadar Felicia berteriak sangat keras. "Tidak! Aku tak mau jatuh cinta pada orang sembarangan," teriaknya.

Amelia yang sedang memasak di dapur, begitu terkejut mendengar teriakan anak gadisnya. Wanita itu langsung berlari menuju kamar anak gadisnya. "Felicia Sayang, apa kamu baik-baik saja?" tanya Amelia.

Suara mamanya tadi, menyadarkan Felicia dari kegalauan hatinya.Melihat Amelia yang sudah berdiri di depan pintu kamar membuat Felicia berlari dan langsung memeluknya. "Felicia sangat menyayangi Mama," ucapnya.

Amelia bertambah heran, melihat tingkah anaknya di hari pertama mereka pindah ke Solo. "Ada apa ini? Tumben sekali kamu manja begini," ucapnya.

Tanpa menjelaskan apapun Felicia kembali ke atas ranjangnya sedangkan Amelia kembali ke dapur. Mereka berdua pun tenggelam dalam kesibukan masing-masing.

Esok harinya, Felicia sudah berada di SMA Negeri Solo. Gadis itu berjalan di belakang kepala sekolah yang akan mengantarkan ke kelas barunya.

"Permisi Pak James, saya membawa murid pindahan dari Jakarta yang akan masuk kelas ini mulai sekarang," ucap Ridwan, Kepala Sekolah SMA Negeri Solo.

"Mari silahkan Pak, dimana murid barunya?" tanya James, sang wali kelas.

"Felicia masuklah," panggil Ridwan pada seorang gadis yang masih berdiri di luar ruangan.

Felicia dengan anggun disertai tatapan yang lembut memasuki ruang kelas. Dia berdiri dan mengenalkan dirinya sendiri. Dia tersenyum memandang teman-teman barunya lalu memperkenalkan diri. "Hai semua, namaku Felicia Angela. Aku murid pindahan dari Jakarta. Semoga kita bisa berteman baik," sapanya.

"Felicia, kenalkan ini Pak James Sebastian. Dia Guru Biologi, sekaligus wali kelasmu." Felicia menoleh seketika itu juga mendengar ucapan Kepala Sekolahnya.

Saat menatap wali kelas barunya, jantung Felicia seolah berhenti berdetak. Debaran di menjadi bergejolak lagi, hingga dadanya serasa sesak.

"Mengapa harus dia?" gumam Felicia di dalam hati. Dia masih tidak percaya kalau takdir benar-benar mempertemukannya kembali dengan lelaki yang menolongnya kemarin. Felicia masih mematung, menatap lekat pada sosok Guru Biologi yang berdiri di hadapannya.

"Felicia silahkan duduk, tempat dudukmu di bangku belakang yang masih kosong." Suara James menghancurkan imajinasinya.

Dengan perlahan dan cukup anggun Felicia berjalan ke kursinya. Teman-teman di kelas itu terlihat antusias ingin berkenalan dengannya. Mereka mulai mengagumi sosok cantik, lembut dan ramah seperti Felicia.

Diam-diam James mencuri pandang pada murid barunya itu. Dia merasakan wajah murid pindahan itu terlihat sangat familiar. "Mungkin inj hanya perasaanku saja. Felicia berasal dari Jakarta, tak mungkin aku pernah jumpa dengannya," gumam James di dalam hati.

Pelajaran Biologi terasa sangat menyenangkan dengan metode yang James gunakan. James sangat pandai dalam penyampaian setiap bahan yang diajarkannya. Felicia masih termenung di kursi belakang, hingga tak menyadari wali kelasnya sudah berdiri tepat di sampingnya.

"Felicia kerjakan kuisnya, jangan melamun terus!" Suara James walaupun pelan telah berhasil membuyarkan lamunannya.

Felicia berusaha fokus dengan tugas yang dikerjakan. James masih saja memandangi gadis cantik murid barunya.

James kembali menghampirinya dan berbicara pelan di dekat telinga gadis itu. "Saat istirahat, datanglah ke ruangan saya!" seru sang wali kelas.

Mendengar suara James yang sangat dekat dengannya, hati Felicia semakin tidak karuan. Dia tak tahu perasaan apa yang sedang menguasainya. Sebelumnya, sedekat apapun Felicia dengan teman lelakinya, tak pernah ada getaran seperti sekarang. Gadis itu terlalu sulit mengartikan perasaannya sendiri. Tak berapa lama suara bel tanda waktu istirahat telah berbunyi. Seluruh murid berhamburan keluar kelas. Felicia membereskan buku-bukunya, dan memasukkan ke dalam tas.

"Felicia, ayo kita ke kantin bersama," cetus salah satu temannya.

"Mungkin lain kali. Pak James menyuruhku datang ke ruangannya," ucap Felicia tak bersemangat.

"Kamu harus hati-hati. Meskipun Pak James sangat tampan, hatinya sangat kejam. Bahkan seorang murid di kelas sebelah, terang-terangan ditolaknya," jelas temannya.

"Terimakasih atas infonya." Felicia tersenyum sebentar memandang temannya, lalu berjalan menuju ruangan wali kelasnya.

Disusurinya koridor panjang di sekolah itu. Di ujung ruangan terpampang papan tulisan nama wali kelasnya. Felicia terlihat ragu-ragu untuk mengetuk pintu ruangannya itu. Hatinya menjadi sangat berdebar keras. Dengan sekuat hati Felicia memberanikan diri untuk bertemu dengan seorang lelaki yang berhasil menggetarkan hatinya.