Sembari menatap sinis, Dyenna mengungkapkan bahwa ia sedang berbagi resep masakan dari sang ibu pada Nenek Rhuta. Seketika, Nenek Rhuta tertawa kecil dan memuji hasil dari resep milik ibu Dyenna. Sembari tersenyum lebar, Dyenna balik berterima kasih atas pujian Nenek Rhuta. Lalu, Dyenna menatap Ard sembari bertolak pinggang dan menanyakan urusannya.
Sembari menatap sinis, Ard meminta waktu untuk memberinya jeda. Ard menanyakan Dyenna, perihal tatapannya yang terlihat jijik pada Ard, serta menanyakan detil kesalahannya. Sembari menahan kesal, Dyenna menegaskan pada Ard untuk tidak melupakan dosanya di masa lalu, yang mana ia melihat Ard mencuri permen gula ketika masih anak-anak.
"Kenapa kau begitu marah?! Aku hanya mencurinya satu kali!" bantah Ard sembari mengakuinya tanpa sadar.
"Satu kali setiap seminggu maksudmu?! Minta maaf dan hitung dosamu!" tegur Dyenna sembari memukul kepala Ard dengan kepalan tangan kanan.
Seusai mendapati pukulan Dyenna, Nenek Rhuta yang melihatnya merasa nostalgia dengan keakraban mereka. Sembari tersenyum tipis, Nenek Rhuta meminta Dyenna untuk tidak terlalu kasar pada Ard. Nenek Rhuta pun mengungkapkan, bahwa ia sudah memaafkan perilaku Ard sedari lama.
Sembari menatap sinis, Dyenna meminta Nenek Rhuta untuk tidak terlalu baik pada Ard. Ketika akan melanjutkan kalimat, Nenek Rhuta mendapati sakit punggungnya yang kambuh. Seketika, Ard dan Dyenna terkejut dan cemas dengan Nenek Rhuta. Dengan tanggap, mereka membantu Nenek Rhuta untuk kembali ke kamar dan duduk di kursi terapi. Seusai diantar, Nenek Rhuta menuturkan terima kasih dan meminta maaf karena sudah merepotkan mereka.
Seketika, Dyenna menyangkal kerendahan hati Nenek Rhuta dengan menyebutkan bahwa seluruhnya adalah salah Ard. Sembari menahan kesal, Ard mengakuinya dengan berat hati dan meminta maaf. Dengan ekspresi cemas, Dyenna meminta Nenek Rhuta untuk menikmati waktunya dan tidak bertindak nekat. Kemudian, Nenek Rhuta mengangguk dan mereka pun menutup pintu kamar.
Kala itu, Ard dan Dyenna duduk berdampingan di teras belakang sembari memandang langit berbintang. Tanpa menatap Ard, Dyenna menanyakan momen SMA-nya di hari pertama. Sembari tersenyum lebar, Ard mengungkapkan bahwa ia mendapat kegembiraan tak ternilai. Seusai mendengarnya, Dyenna menghela nafas karena merasa lega.
Lalu, Dyenna menatap Ard dengan ekspresi penuh harap, hingga membuat Ard terkejut. Dalam tatapan tersebut, Dyenna menanyakan tekad Ard untuk tidak dikalahkan oleh kegelapan di masa lalu.
"Apa yang kau bicarakan? Aku ini sudah menang, lho. Kau tak perlu mencemaskan apapun lagi. Lagipula, ibuku pun sudah tersenyum lebar," tegur Ard dengan ekspresi percaya diri.
"Tersenyum lebar? Seusai kau menembus kaca jendela kamar dan melompat dari lantai dua? Tanpa mandi, sarapan maupun berpamitan? Serta berkeliaran di jalan dengan celana pendek?" balas tanya Dyenna sembari menatap sinis.
Seketika, Ard terdiam kaku karena dibuat skakmat oleh pertanyaan Dyenna. Kala itu, Ard menduga jika Dyenna kembali menjemputnya seperti saat Sekolah Dasar. Kemudian, Dyenna menghela nafas karena tak menyangka dengan Ard yang kembali melakukan kegilaan di usia dewasa. Sembari memeluk kedua kaki, Dyenna kembali memperingati Ard untuk tidak menyebabkan masalah pada sekitar. Dengan lebar, Ard mengiyakan nasihat Dyenna dan melakukan gerakan hormat.
"Kau tahu? Hal yang paling kuhindari adalah ekspresi kekecewaan ayah dan ibumu. Jika itu sampai terjadi, aku tak ingin mampir ke rumahmu, bahkan melihatmu. Itulah sebabnya aku memohon dengan sangat padamu untuk berhati-hati hingga seterusnya," lanjut Dyenna sembari membenamkan mulut diantara kedua lutut.
"Begitupun denganku. Jika aku mengecewakan mereka lagi, kau boleh mengantarku ke liang lahat. Itulah tekadku," balas Ard sembari tersenyum tipis dan memandang langit.
"Begitu. Baiklah. Dengan senang hati. Jika sudah selesai memperbaikinya, segeralah pulang. Jangan merepotkan Nenek Rhuta lebih lama. Dan pastikan makan malam ibumu dihabiskan," tegur Dyenna sembari berdiri dan beranjak ke pintu keluar.
Sebelum keluar, Dyenna membuka kamar Nenek Rhuta dan menuturkan pamit. Sembari tersenyum tipis, Nenek Rhuta mengiyakan keinginan Dyenna dan berterima kasih, serta meminta Dyenna untuk berhati-hati di jalan. Begitu pun dengan Dyenna, ia menerima nasihat Nenek Rhuta dan mulai keluar.
Sedangkan Ard, ia bergegas memperbaiki kran hingga kran air kembali berfungsi dengan normal. Lalu, Ard berjalan ke depan kamar Nenek Rhuta dan berpamitan padanya. Seusai keluar dari rumah Nenek Rhuta dan sampai di rumah, Ard menuturkan salam dan berjalan ke dalam. Ketika Ard memanggil sang ibu dan akan berbelok ke ruang tengah, ia terpental ke belakang sembari muntah darah.
Seketika, Amy yang sedang menonton TV sembari memakan keripik pisang, menoleh karena mendengar suara Ard. Kemudian, ia terkejut dan menghampiri Ard yang duduk bersandar di tembok dengan banyak darah. Dengan ekspresi lugu, Amy menanyakan yang terjadi pada Ard.
*Ohogh!*
Dalam keadaan sekarat, Ard menanyakan apakah saat itu adalah penghakimannya. Kemudian, Ard lanjut bertanya perihal Amy yang tak berbusana.
"He~? Habisnya panas, lho." balas Amy dengan ekspresi lugu.
"Kumohon ... Berhentilah bertingkah bodoh. Transfusi darah itu ... mahal ... Kak Amy." tegur Ard dengan nada yang melemah.
"Eh? Tapi aku punya asuransi kesehatan. Kau mau?" balas tanya Amy sembari menunjukkan kartu asuransi.
"Persetan," gumam Ard sembari tersenyum tipis dan mulai pingsan.
Dikala masih tak sadarkan diri, Amy memikul Ard di bahu kanan dan berjalan ke kamar Ard, serta merebahkannya di kasur. Kemudian, ia kembali ke bawah dan berpapasan dengan sang ibu yang baru pulang dari rumah temannya.
Ketika melihat Amy kembali berkeliaran tanpa busana dalam rumah, sang ibu mengeluarkan cambuk dan membuat Amy pergi ke kamarnya. Kemudian, sang ibu tersadar dengan darah di koridor dan memegang kening sembari berkeluh kesah.
"Astaga. Kenapa bibit darimu cacat pabrik semua, sayang?" tanya sang ibu pada suaminya yang sedang berada di luar kota.
Kemudian, sang ibu bergegas membuat makan malam. Malam itu, ia membuat Lobster dengan Telur Rebus yang diselimuti sayur kubis kesukaan Ard dan Menu Tahu Rebus yang diisi Ikan Salmon kesukaan Amy. Ketika aroma yang familiar tercium oleh mereka, Ard dan Amy keluar dari kamar secara bersamaan. Dengan cepat, Ard menjebol lantai di lantai dua dan menginjak kepala Amy, hingga menghantam lantai di lantai satu.
"Kukira aku sudah ketinggalan makan malam," ujar Ard sembari menerima porsi dari sang ibu.
"Berterima kasihlah karena ibu sayang kalian," tegur sang ibu sembari bertolak pinggang.
Seusai mengangkat wajah yang tersangkut di lantai, Amy berterima kasih sembari tersenyum lebar dan menerima makanan dari sang ibu. Dalam makan malam tersebut, sang ibu menanyakan kemajuan Amy dalam mencari pasangan. Seketika, Amy tertunduk dan menghela nafas, karena memiliki kabar buruk.
"Sayangnya, seorang laki-laki yang menyukaiku menarik kembali perasaannya. Dia tak mau lagi berhubungan denganku karena kucambuk setiap malam," ujar Amy sembari menopang dagu dengan tangan kiri.
"Mencari 'M' itu sulit, ya? Yah, jika aku menemukannya, akan kukabari," ujar Ard sembari menyantap makanannya.
"Sungguh?! Terima kasih! Malam ini ingin memakai kuda kayu? Sebagai tanda terima kasih!" tanya Amy sembari memeluk Ard dengan antusias.
"Tidak, terima kasih. Karena sudah kuputuskan, untuk memberikan jiwa ini pada istriku nanti," balas Ard sembari tersenyum lebar.