Pagi ini cuaca sedang cukup bersahabat. Sinar mentari tertutup awan abu-abu dengan tambahan angin sepoi-sepoi yang menyegarkan. Membuat siapapun ingin rebahan dirumah ditemani secangkir coklat panas atau matcha.
Kinan merapikan kembali kaos dan juga flanel merahnya sebelum berangkat ke sekolah. Pembagian rapor bukanlah hal yang menakutkan baginya.
Apalagi, hari ini Kinan akan pergi berlibur bersama teman-temannya selama 4 hari kedepan.
"Nan! Cepetan! Gue juga mau berangkat kerja nih!" Teriak Jevar kuat.
"Bentar!"
Kinan segera meraih tas ranselnya dan berjalan keluar kamar dengan menggelung rambutnya asal.
"Lo bawa motor apa mobil?" Tanyanya ke Jevar yang tengah membaca sesuatu di tabnya.
"Pinjem motor lo, lo jadi berangkat?" Tanya Jevar ragu karena cuaca diluar yang terlihat tidak cukup mendukung.
"Jadi dong!" Jawab Kinan sembari mengeluarkan stnk dari dompetnya dan memberikannya ke Jevar.
"Dibonceng siapa lo?"
"Tau ntar."
Baik Jevar dan Kinan segera keluar menghampiri scoopy milik Kinan dan berangkat ke tujuan pertama. Sekolah Kinan.
Kinan menghampiri teman-temannya yang tengah berkumpul untuk berangkat ke suatu tempat dataran tinggi di kota ini.
Tanpa memperdulikan Jevar, Kinan lebih memilih memakan risol pemberian Alyn, teman dekatnya selama bersekolah disini.
"Gue balik! Hati-hati lo disana!" Ucap Jevar setelah mengambil rapor milik adik kandungnya itu.
"Enak ya lo, peringkat lo turun tapi gak kena ceramah!" Ujar Tania.
"Semoga aja dia lupa pas gue balik," Jawabnya santai dan terkesan bodo amat.
"Ayo berangkat sekarang aja!" Ujar Marcel yang memimpin perjalanan kali ini.
"Gue dibonceng siapa?" Tanya Tania random namun tak ada yang menjawabnya.
"Lo sama siapa, Nan?" Tanyanya ke Kinan yang baru saja datang setelah membuang sampah.
"Gak tau,"
Beberapa saat belum menemukan titik terang. Kinan melihat Nadif, si mas crushnya yang sedang sendirian tanpa membonceng siapapun.
"Nadif! Gue sama-"
Perkataan Kinan terhenti saat Tania tiba-tiba naik ke jok motor Nadif.
"Lah? Gimana sih? Lo sama siapa sih, Nan?!" Ujar Tania sedikit tidak terima.
Tiba-tiba motor matic berwarna hitam berhenti tepat didepan Kinan.
"Kinan sama gue! Udah lo sama Nadif aja!" Teriak pengendara itu.
"Ris! Lo yakin? Lo kuat bonceng gue?" Protes Kinan ke Haris, seseorang yang kini tepat didepan Kinan.
"Kuat elah, kaya bb lo berapa aja, udah lo naik aja!"
"Serius lo, Haris?"
"Bobrok gini, gue gak pernah bohong kali, Nan!" Ucap Haris meyakinkan.
"Ooghey.."
Kinan mengangguk dan segera naik ke motor Haris. Dia juga segera memakai helmnya saat Haris perlahan melajukan motornya.
Tak ada pembicaraan lebih selain Haris yang menanyakan jam saat sampai beberapa kilometer.
"Nan!" Panggil Haris sedikit keras.
"Hah? Apa?" Jawab Kinan dengan mendekatkan kepalanya kesamping kiri kepala Haris.
"Telinga lo wing wing gak?" Tanya Haris asal.
"Hah? Apa?"
"Telinga lo wing wing gak?!" Tanya Haris lagi dengan sedikit mengeraskan suaranya lagi.
"Wing wing?"
"Iya! Wing wing gak?"
Kinan diam sejenak. Mencoba mencerna apa maksud dari pertanyaan Haris yang sangat random ini. Tapi, Kinan tidak menemukan titik terang. Dan lebih memilih menjawab..
"Enggak!" Jawab Kinan pada akhirnya.
"Masa enggak?!"
"Hah?!"
"Hah heh mulu lo!" Ujar Haris dengan diakhiri tawa tanpa sepengetahuan Kinan.
Hendak saja Kinan memukul helm Haris karena bicara tidak jelas dengan kecepatan yang perlahan meninggi. Namun...
TINNNNNNNN
Satu klakson panjang dari truk dibelakang mereka terdengar begitu nyaring dan mengagetkan mereka berdua.
Sontak saja, Kinan reflek memukul helm Haris dari belakang dengan cukup keras dan menambahnya dengan berbagai umpatan.
"BANGSAT ANJIR! LO GILA, RIS?! MINGGIR GAK LO!"
Haris yang menerima pukulan keras dan umpatan dari Kinan malah tertawa dibalik slayer hitamnya dan segera mengurangi kecepatan dengan perlahan menepi, sehingga truk tersebut dapat lewat lebih dulu.
"Lo cari mati hah?!"
"Enggak, Nan! Gue mau salip mobil depan sebenernya!"
"Anjir lo! Kalo cari mati jangan ngajak gue dong!"
"Bangke anjir! Udah gue bilang, gue mau salip mobil depan!"
"Kan lo bisa salip pake kiri jalan, napa harus ambil kanan hah?!"
"Ya maap! Kan gue juga ngejar Marcel!"
"Gak usah dikejar! Ntar juga bisa bareng lagi!"
Haris tersenyum lagi, berbeda dengan Kinan yang telah menahan amarahnya dengan alis yang telah tertaut.
Haris kembali menormalkan kecepatannya dan kembali mengajak Kinan berbicara random lagi.
"Lo ngantuk gak?" Tanya Haris dengan suara yang masih bisa terdengar oleh Kinan.
"Dikit sih, anginnya bikin ngantuk,"
Bagaimana tidak, angin sejuk dan menyegarkan itu mulai menerpa kulit wajah Kinan, membuat dirinya merasa begitu nyaman.
"Peluk gue, biar lo gak jatoh,"
"Dih, modus kan lo?"
"Enggak banget anjir!"
Belum sempat, Kinan menjawab. Kabut lebih dulu menemui mereka dengan suhu udara yang mereka lewati semakin rendah dan terasa begitu dingin.
"Kok pandangan gue agak kabur ya, Ris? Tambah dingin juga?" Tanya Kinan yang merasakan tangannya mulai menggigil
"Masuk kabut, Nan,"
"Ohh gitu.."
Kinan menggosokkan kedua tangannya dan juga meniup telapak tangannya agar tidak menggigil. Namun tiba-tiba, pandangan mereka berdua teralihkan sejenak saat Nadif mengklaksonnya dari sisi kanan.
Kinan yang melihat Nadif menyalipnya lebih dulu dengan Tania yang terlihat begitu erat dan begitu nyaman memeluk Nadif membuat hatinya perlahan memanas. Begitu bertolak belakang dengan tubuhnya yang menggigil.
"Lo kedinginan?" Tanya Haris retoris.
"Enggak, gue kepanasan,"
Haris tertawa puas mendengar jawaban Kinan, membuat gadis dibelakangnya merajuk.
"Coba masukin tangan lo ke saku jaket gue," saran Haris yang membuat Kinan memincingkan matanya.
"Kaga, makasih, gue gak terbuai sama omongan buaya,"
"Goblok kok lo pelihara sih, Nan?"
"Hah? Apa lo bilang?"
Kinan merasa tidak terima sebenarnya. Hendak saja dia melayangkan pukulan ke bahu Haris, namun Haris lebih dulu membuat Kinan menarik kembali tangannya.
Remaja 17 tahun itu menepikan motornya dan melepas helmnya. Tanpa aba-aba, dia melepas jaketnya yang hangat itu dan memberikannya ke Kinan.
"Lah? Apaan nih?"
"Jaket gitu sih! Pake tanya lagi,"
"Ya maksud gue buat apaan? Napa lo lepas jaket lo?"
"Lepas flanel lo,"
"Hah?"
Haris menghela napas dan memilih turun dari motornya. Mendengar tanggapan Kinan yang sepertinya mulai melola membuat Haris greget sendiri.
Haris menarik flanel Kinan dari belakang dan memakainya. Kemudian, dia juga mengambil jaketnya dan kembali memakai jaketnya sendiri.
"Loh? Kok lo pake dua-duanya sih? Terus gue lo biarin beku gitu?"
"Salahnya lo gak mau peluk gue dengan tangan yang masuk ke saku jaket kek gini," Ucapnya sembari menunjukkan tangannya yang masuk kedalam saku jaketnya.
"Hah? Lo gila biarin gue, cewek kedinginan dengan lo yang cowok anget gitu?! Cuma karena hal sepele kaya gini?!" Protes Kinan tidak terima.
"Kalo bisa iya, kenapa enggak?"
Haris kembali naik ke motornya dan langsung kembali melanjutkan perjalanan. Membiarkan Kinan yang bertanya-tanya dengan tubuh yang mulai kedinginan.
"Haris! Lo gila?! Gue bisa beku bangsat! Berhenti gak?! Balikin flanel gue anjing! Tepi gak lo! Anjir! Tepi, Haris!"
Segala umpatan Kinan lontarkan dengan puluhan pukulan di bahu dan juga punggungnya. Bagaimana tidak, dia hanya memakai kaos oversize yang udaranya bisa menembus dengan mudah.
Sedangkan Haris memakai berlapis-lapis pakaian yang jelas-jelas terasa sangat hangat. Belum lagi flanelnya yang cukup tebal itu.
PLAAKKK
"HARIS TEPI! GUE KEDINGINAN ANJING! KALO GUE HIPOTER GIMANA?!"
◈ ━━━━━ ⸙ 𝐠𝐫𝐚𝐯𝐢𝐭𝐚𝐬𝐢. ⸙ ━━━━━ ◈